16.10 -
Sejarah Islam
No comments
Kemajuan Peradaban di Baghdad
Baghdad mencapai puncak kejayaan di
masa Khalifah Harun ar-Rasyid, khalifah Abbasiyah ke-5 kemudian dilanjutkan
anaknya Al-Makmun. Dr.Yusuf al-Isy menyebutkan bahwa masa Al-Rasyid adalah masa
paling gemilang dan merupakan zaman paling sempurna dalam sejarah Arab-Islam
dan sejarah dunia.[1]
Ketika Ar-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah,
keamanan terjamin -walaupun ada juga pemberontakan-, dan luas wilayahnya mulai
dari Afrika Utara hingga India.
Dalam waktu singkat, sejak
pembangunannya pertama kali oleh Khalifah al-Manshur, Baghdad terus mengalami
peningkatan. Baghdad berubah menjadi kota megah dan berperadaban tinggi yang
membuat orang-orang datang dari berbagai penjuru untuk menyaksikan
kemegahannya.
Khalifah Al-Makmun dan Periode
Penerjemahan karya-karya Klasik Yunani
Perkembangan intelektual di Baghdad
semakin maju di Baghdad dan mencapai puncaknya pada masa khalifah al-Makmun. Khalifah
al-Makmun sangat antusias dan memfokuskan pada penerjemahan kitab-kitab klasik.
Di masanya mulai ditrjmahkan karya-karya Yunani klasik. Ia membentuk badan
penerjemah, pengkaji, dan penganggung jawab terhadap kitab-kitab kuno tersebut.
Untuk mengapresiasi kegiatan tersebut khalifah tidak segan mengeluarkan dana
besar untuk menggaji mereka. Setiap bulan mereka digaji 500 dinar atau setara
dengan dua kilogram emas.
Al-Makmun menulis surat kepada raja
Romawi untuk meminta izin mengembangkan ilmu-ilmu kuno yang tersimpan dan
menjadi warisan bangsa Romawi. Raja Romawi mengizinkannya dan menyambut baik
hal tersebut.
Al-Makmun kemudian mengutus duta
keilmuan dan rombongan penerjemah menuju negeri Romawi. Para utusan mengadakan
perjalanan ke berbagai daerah untuk mencari dan mendapatkan kitab-kitab
perbendaharaan Yunani kuno. Satu kisah disebutkan bahwa salah seorang utusan
khalifah mendapati buku-buku kuno di bawah benteng kuno kota Paris. Kondisi
buku-buku tersebut sudah lapuk dan berbau busuk lalu diambil oleh salah seorang
utusan tersebut kemudian dibawa ke Baghdad dalam keadaan busuk seperti itu.
Ketika kering dan baunya berubah, barulah buku-buku tersebut dikaji.
Hebatnya, buku-buku tersebut tidak
hanya diterjemahkan ke dalam bahasa Arab tetapi juga dalam berbagai bahasa
negara yang tersebar dalam kumpulan masyarakat Islam. Jadi, di Baitul Hikmah
terdapat banyak buku selain bahasa Arab antara lain salinan naskah bahasa
India, Yunani, Persia, Suryaniyah, dan Nibthiniyah.
Para ilmuwan Islam telah memberikan
peran yang besar bagi umat manusia dengan memindahkan dan menerjemahkan
buku-buku kuno yang hampir hancur dan musnah. Tanpa mereka, mungkin orang-orang
di masa sekarang tidak akan mengetahui sedikitpun karangan Yunani dan India
klasik. Di negeri mereka, sebagian karya-karya tersebut dibakar karena khawatir
pengaruh dari pemikirnya sebagaimana terjadi terhadap buku karangan Archimedes,
seorang ilmuwan terkenal. Kerajaan Romawi membakar banyak buku hasil karyanya.
Baghdad Kota Metropolitan
Baghdad mampu melebihi Konstantinopel
dalam kemakmuran dan ukurannya pada masa khalifah Harun al-Rasyid. Pemerintahannya berhasil memanfaatkan sungai
Tigris dan Eufrat untuk pertanian gandum, dan sistem kanal, tanggul, serta
cadangan air yang brilian berhasil mengeringkan rawa-rawa di sekitarnya. Aneka
macam imigran Kristen, Hindu, Persia, Zoroaster dan lain-lain datang dari
seluruh penjuru dunia. Saat itu Baghdad menjadi kota yang tiada bandingnya di
seluruh dunia.
Ada banyak pasar yang kaya dan
kios-kios beratap sepanjang tanggul, dimana segala jenis seniman dan pengrajin
pekerja pualam dari Antiokia, pembuat papyrus dari Kairo, pembuat tembikar dari
Basrah dan ahli kaligrafi dari Peking menjalankan usahanya. Kios-kios makanan
menjual ayam limau, domba dimasak di atas panggangan dengan kapulaga,
gulungan-gulungan dadar kecil dicelupkan dalam madu, atau irisan-irisan roti
pita yang diolesi lemak.
Ada sebuah bagian sanitasi yang luas,
banyak pancuran air dan pemandian umum, jalan-jalan secara teratur dicuci
bersih dari sampah makanan dan disapu. Kebanyakan rumah tangga mendapat pasokan
air dari waduk dan memiliki ruangan bawah tanah yang didinginkan dengan tirai
dari ilalang basah. Gorden basah juga digantung di jendela untuk membantu
mendinginkan rumah dengan hembusan angin. Dan di sebagian rumah, cerobong untuk
menyalurkan udara panas memanjang dari bangunan dalam hingga ke ventilator di
atap. Jalan setapak mengapit sungai Tinggris dan tangga pualam menurun hingga
ke pinggiran air. Tempat aneka macam perahu sungai ditambatkan di sepanjang
dermaga yang lebar mulai perahu jung China sampai rakit Asyiria yang
ditambatkan di atas kulit binatang yang diisi udara.[2]
Di pinggiran kota terdapat banyak
wilayah sub urban dengan taman, kebun dan vila. Beberapa dihiasi dengan lukisan
dinding yang dipernis berwarna biru cerah dan merah terang atau panel tembikar
berlapis kaca dan lukisan ubin keramik. Sebuah lapangan yang sangat luas di
depan istana utama digunakan untuk turnamen dan balapan, pemeriksaan dan apel
militer. Sebuah hutan menara mendominasi cakrawala dan seratus lima puluh
jembatan menyeberangi kanal-kanal.
Pusat pemerintahan yang dulu
terbatas, sekarang melebar hingga ke sebidang tanah yang luas di kedua tepi
Tigris dan mencakup sejumlah kediaman pejabat, barak militer, dan kawasan sub
urban utara, dan sebuah kompleks istana yang sepenuhnya baru di tepi timur
sungai.
Kebanyakan rumah dibangun dari batu
bata yang dijemur atau batu bata yang dibakar dalam tungku. Rumah yang lebih
miskin dibuat dari gundukan tanah yang disemen dengan mortar atau tanah liat.
Rumah-rumah pribadi yang besar
memiliki ruangan untuk mandi dan wudhu. Di masa Harun al-Rasyid Baghdad
memiliki ribuan pemandian umum. Pemandian umum biasanya terdiri atas beberapa
kamar berubin yang berkelompok di seputar sebuah ruangan pusat berukuran besar.
Ruangan itu beratapkan sebuah kubah yang dipenuhi lubang-lubang kecil berbentuk
bulat yang dipasangi kaca untuk masukkan cahaya, dan dipanasi dengan uap dari
sebuah pancaran air pusat, yang tertangkap dalam sebuah kolam besar, yang
muncul dari bawah lantai. Setelah membersihkan diri, orang-orang yang mandi
biasanya beristrahat di ruangan di luar yang disiapkan untuk bermalas-malasan,
di mana mereka menikmati makanan ringan dan minuman. Biasanya ada tukang cukur
atau tukang pijat yang bertugas untuk memijat mereka. Dan di pengujung setiap
hari, pemandian itu dibersihkan dengan dupa dan digosok secara seksama.
Baghdad tidak hanya sibuk di siang
hari, melainkan juga di malam hari. Baghdad memiliki daya tarik pada malamnya
yang diterangi cahaya lampu. Ada kabaret dan kedai minuman, pertunjukkan
teater, konser dalam sebuah ruangan yang didinginkan dengan kipas angin dan
akrobat untuk menghibur mereka yang berjalan-jalan di dermaga. Di pojok-pojok
jalan para pendongeng menghibur kerumunan yang sesekali berkumpul dengan
berbagai kisah seperti yang kelak mengilhami Kisah Seribu Satu Malam.[3]
Di
masa kejayaan Baghdad dan kemegahannya yang tertata, London dan Paris
masih merupakan kota kecil yang sangat kotor dan kacau, yang terdiri atas
labirin jalan dan gang yang berkelok-kelok tidak teratur dan dipenuhi
rumah-rumah dari kayu atau anyaman ranting berlapis tanah liat yang diputihkan
dengan kapur. Kebanyakan rumah sudah reyot, dan seperlima dari populasi hidup
dan meninggal di jalanan. Sama sekali tak ada pengerasan jalan dalam bentuk
apapun, dan untuk drainase hanya ada sebuah parit di tengah jalan. Selokan itu
biasanya tersumbat oleh sisa-sisa makanan termasuk sampah dari rumah dan
kotoran manusia dan dalam cuaca hujan jalan-jalan menjadi seperti rawa,
terendam lumpur yang dalam. Jalan setapak di sepanjang jalan utama ditandai
dengan tiang dan rantai.[4]
Untuk mengelola berbagai pelayanan
dasarnya, Baghdad memiliki jumlah personel pegawai negeri yang besar. Ini
meliputi para penjaga malam, penyulut lampu, juru siar kota, pengawas makanan,
pengawas pasar yang mengawasi timbangan dan ukuran serta kualitas
barang-barang, penagih hutang, dan semacamnya. Ia juga memiliki pasukan polisi
dengan seorang kepala polisi yang bermarkas di dalam kompleks kediaman khalifah
sendiri.
Di taman-taman umum bisa ditemukan
segala jenis penghibur seperti penjinak ular, manusia karet, pemain sulap,
orang dengan monyet dan beruang yang bisa menari, pelawak, orang yang menelan
pedang, pemain akrobat, ahli bela diri, pegulat profesional, orang yang bisa
berjalan di atas api, dan ahli yoga yang berjalan di atas tali di udara.[5]
Di lingkungan yang lebih terhormat,
warga Baghdad memusatkan perhatian mereka pada olah raga dan permainan. Balapan
dan polo kuda yang diperkenalkan oleh Harun ar-Rasyid pada bangsa Arab dari
Persia, termasuk di antara perlombaan berkuda yang populer di kalangan elit.
Anggar adalah olahraga yang lazim, bersama lomba renang dan balapan perahu di
Tigris. Balapan anjing, unta, dan merpati juga lazim dijumpai pada semua kelas.[6]
Jumlah masjid sama banyaknya dengan
jumlah pemandian. Di masa kekuasaan Abbasiyah, khususnya di masa Harun, ciri
paling khas pada masjid adalah menara menjulang yang dihubungkan dengan masjid
dan sebuah jembatan. Sebuah tangga spiral mengitarinya dari dasar sampai puncak
dengan diselingi balkon atau galeri dan sebuah kerucut atau pavilion terbuka di
puncaknya. Menara-menara ini, yang bertingkat-tingkat menuju langit, seperti
zigurat bertingkat buatan bangsa Kada di masa lalu, menambah ketinggian masjid
dan merupakan bangunan kerajaan yang dihubungkan dengan tingginya kedudukan
keagamaan sang khalifah yang ditetapkannya sendiri.
Taman-taman di Baghdad
Di Baghdad, taman-taman indah dibangun.
Istana-istana memiliki taman-taman yang menakjubkan. Istana khalifah
al-Muqtadir memiliki taman yang pohonnya terbuat dari emas dan perak yang
berada di tengah-tengah kolam. Pohon tersebut memiliki delapan belas dahan yang
terbuat dari emas dan perak. Setiap dahan memiliki ranting-ranting yang
dilengkapi dengan berbagai macam mutiara dalam bentuk buah-buahan. Di
dahan-dahannya terdapat burung-burung yang juga terbuat dari emas dan perak.
Ketika angin bertiup burung-burung tersebut terdengar bersiul-siul. Di sisi
istana di sebelah kanan dan kiri kolam terdapat lima belas patung prajurit penunggang
kuda. Patung-patung tersebut dihiasi dengan pakaian-pakaian sutera dan
pedang-pedang. Sementara tangan-tangan mereka memegang tombak yang mereka
gerakkan secara seragam sehingga dikira masing-masing dari mereka ingin
menyerang temannya.
Sekolah di Baghdad
Negeri dengan peradaban yang maju
sudah tentu memiliki sekolah-sekolah yang unggul dan maju pula. Baghdad pun
dmikian, banyak terdapat sekolah-sekolah modern dan berkualitas. Nizham Mulk
at-Thusi (408-485/1018-1092), seorang mentri Bani Abbasiyah memulai membangun
sekolah-sekolah negeri, memberikan infak untuk mendirikan akademi-akademi dasar
di sekolah dan memberikan pakaian khusus kepada para pengajar sekolah.
Sekolah-sekolah di Baghdad
dinisbatkan kepadanya: Pendidikan Nizhamiyah. Sekolah Nizhamiyah mengkhususkan
untuk mempelajari fikih dan hadits. Di setiap wilayah kekuasaan Abbasiyah
seperti Khurasan pasti terdapat sekolah. Sekolah tersebut bahkan terdapat
sampai di tempat terpencil sekalipun. Ketika di satu negeri terdapat seorang
alim (memiliki banyak ilmu) maka didirikan sekolah di tempat tersebut. Sekolah
tersebut diberikan kepadanya sebagai wakaf kemudian dibangun perpustakaan dan
para murid belajar secara gratis.
Di antara sekolah yang terkenal di
Baghdad adalah sekolah Nizhamiyah yang dibangun pada 457 H. Khalifah Abbasiyah
sendiri yang menentukan guru-guru yang mengajar di sekolah tersebut. Di antara
ilmuwan yang pernah mengajar di Nizhamiyah adalah Imam al-Ghazali penulis kitab
Ihya Ulumuddin dan Imam Haramain, Abu al-Ma’ali al-Juwaini.[7]
Nizham al-Mulk memberikan setiap
tahun kepada para pengajar dan para ulama sebesar 300.000 dinar. Ibn Jubair
dalam Rihlah-nya mengatakan:
“Sekolah-sekolah di sana
(Baghdad) sekitar 30 sekolah, semuanya berada di daerah Timur. Semua sekolah
dibangun seperti istana megah. Yang paling besar dan terkenal adalah sekolah
Nizhamiyah yang dibangun oleh Nizham al-Mulk kemudian diperbaharui pada tahun
504 H. skolah ini merupakan wakaf yang sangat besar….”
Selain Nizhamiyah, terdapat pula
sekolah tinggi terkenal yaitu al-Muntashiriyah yang didirikan oleh Khalifah
al-Muntashir Billah. Sekolah al-Muntashiriyah terdapat peneliti, guru
kedokteran, dan perpustakaan bagi anak-anak yatim. Sekolah juga memberi makan
bagi siswanya.
Pada hari kamis, bulan rajab, seluruh
pelajar hadir. Khalifah al-Muntashir Billah dengan jiwa yang mulia datang
sendiri para pejabat ngaranya dari kalangan pemerintah, mentri, hakim, ahli
fikih, kelompok sufi dan penyair. Tidak ada yang tidak ikut serta dalam acara
tersebut. Dibuat meja hidangan yang sangat besar. Para hadirin diperkenankan
makan, dibawa darinya ke segala penjuru Baghdad dari rumah-rumah orang berilmu
dan kalangan awam. Diberikan kepada seluruh pengajar dan hadirin ke segala
penjuru negeri. Pada hari itu merupakan hari yang disaksikan oleh seluruh
rakyat. Para penyair mengumandangkan syair-syair bagi khalifah dan sanjungan
yang tinggi dan kasidah pilihan.
[1]
Dr.Yusuf al-Isy, Dinasti Abbasiyah (Jakarta:
Pustaka al-Kautsar, 2014), h. 51
[2]
Benson bobrick, The Caliph’s Splendor Islam
and The West in The Golden Age of Bagdad (Jakarta: Alvabet, 2013), h. 100.
[3]
Benson Bobrick, Ibid., h. 103.
[4]
Benson Bobrick, Ibid., h. 103.
[5]
Benson Bobrick, ibid., h. 106.
[6]
Benson Bobrick, h. 107.
[7]
Raghib al-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia (Jakarta: Pustaka
al-Kautsar), h. 225.
0 komentar:
Posting Komentar