22.29 -
Sejarah Islam
No comments
Kemajuan Peradaban di Cordova
Ketika Spanyol masih di bawah pemerintahan kerajaan Goth,
ibukota pemerintahan berada di kota Toledo yang berada di bagian utara
Andalusia. Ketika umat Islam berhasil menaklukkan Andalusia, mereka melihat
bahwa Toledo terlalu dekat dengan Prancis yang merupakan negeri Kristen yang
dapat memberi bahaya bagi mereka.
Umat Islam memilih Sevilla sebagai ibu kota. Akan tetapi,
pada masa gubernur al-Hurr ats-Tsaqafy kemudian memindahkan ibukota dari
Sevilla ke Cordova. Sejak itu Cordova tetap menjadi pusat pemerintahan di masa
Dinasti Umayyah Spanyol.
Perkembangan Peradaban
Cordova adalah kota yang dijadikan sebagai ibukota
pemerintahan pada masa Dinasti Umayyah di Spanyol (Andalusia). Kota ini
ditaklukkan oleh Thariq bin Ziyad ketika memasuki negeri Andalus. Cordova
terletak di tepian sungai Wadi al-Kabir.
Pada pertengahan abad k-4
H (10 M), Cordova berubah menjadi kota modern dan metropolitan. Di masa
Abdurrahman ad-Dakhil jumlah masjid di Cordova mencapai 490 buah kemudian
bertambah menjadi 3.837. Rumah rakyat berjumlah 213.007 buah. Kalangan petinggi
60.300 buah. Tempat usaha sebanyak 80.455 buah dan jumlah pemandian umum 900
buah.
Cordova mencapai masa kejayaan di masa khalifah Abdurrahman
an-Nashir. Di masa khalifah an-Nashir, Cordova menyaingi Konstantinopel ibu
kota Byzantium dan Baghdad ibu kota Daulah Abbasiyah hingga orang-orang barat
menyebut kota ini sebagai Permata Dunia.
Pembangunan Cordova mengalami peningkatan di masa khalifah
an-Nashir. Di masanya jumlah penduduk Cordova mencapai 500.000 jiwa. Cordova
menjadi kota dengan jumlah penduduk terbanyak kedua di dunia setelah Baghdad
dengan jumlah 2 juta jiwa.
Seorang saudagar Mosul
datang ke kota Cordova tahun 961 M. ketika menggambarkannya ia mengatakan:
Kota di Andalusia yang
paling besar adalah Cordova. Di kawasan barat tidak ada kota yang serupa
dengannya dari banyaknya penduduk dan luas daerah. Dikatakan bahwa Cordova
seperti salah satu sisi Baghdad. Jika tidak seperti itu, maka ia mirip
dengannya. Kota Cordova dibentengi dengan pagar tembok yang berbahan batu.
Pintu masuknya ada dua melalui pagar tersebut. Kemudian dari situ mengarah ke
al-Wadi di Ar-Rashafah yang merupakan tempat tinggal penduduk dataran tinggi
yang bersambung ke tempat tumbuh-tumbuhan yang lebat di dataran rendah.
Bangunan-bangunannya
padat yang meliputinya dari arah timur, utara, barat, dan selatan. Kota ini
mengarah ke lembahnya. Dan di atas lembah ini terdapat tempat yang sangat ramai
dengan pasar dan aktivitas ekonomi. Adapun tempat tinggal masyarakat umum
berada di daerah yang ditanami banyak pohon. Secara umum penduduknya
orang-orang yang berharta dan pengusaha.[1]
Di cordova banyak didirikan sekolah-sekolah dan universitas,
juga perpustakaan umum dan khusus hingga kota ini menjadi kota dengan jumlah
buku terbanyak di dunia. Orang-orang miskin mendapat kesempatan belajar di
sekolah-sekolah secara gratis yang dibiayai oleh pemerintah. Karena itu, di
Cordova tidak ditemukan seorang pun yang tidak mampu membaca dan menulis.
Sangat jauh berbeda dengan negeri Kristen Eropa ketika itu.
Sementara
itu pada masa Abdurrahman al-Ausath Pertumbuhan ekonomi di Spanyol pada masanya
terbilang berkembang pesat. Dan perlu diketahui bahwa di dalam negeri Andalusia
tidak ada peminta-minta sebagaimana terdapat di negeri Islam yang lain. Al-Muqri
mengatakan dalam Nafh al-Thib:
Jika mereka melihat ada seorang yang masih sehat dan mampu
bekerja lalu meminta-minta, mereka akan mencaci dan menghinanya. Mereka tidak
akan bersedekah kepadanya. Sehingga Anda tidak akan menemukan seorang
peminta-minta di Andalusia kecuali yang betul-betul udzur.
Secara umum Cordova terkenal karena empat hal: Jembatan
al-Wadi, Masjid Agung Cordova, kota az-Zahra dan ilmu pengetahuannya. Sebagaimana
yang dikatakan oleh sebagian ulama Andalusia:
Dengan empat hal, Cordova telah mengungguli seluruh kota
Diantaranya jembatan al-Wadi dan masjid jami’nya
Ini adalah yang kedua, dan Az-Zahra adalah ketiga
Dan ilmu adalah yang terbesar, dan itulah yang keempat.
Jembatan Cordova
Jembatan menjadi keistimewaan kota Cordova yang terletak di sungai al-Wadi al-Kabir. Jembatan ini dikenal
dengan nama al-Jisr dan Qantharah al-Dahr ini dibangun oleh
gubernur Andalusia al-Samh ibn Malik al-Khaulani di masa kekhalifahan Umar bin
Abdul Aziz. Memiliki panjang sekitar 400 meter, lebar 40 meter dan tinggi 30
meter.[2]
Jembatan ini melebihi jembatan-jembatan lainnya dari segi kemegahan dan
kecanggihannya.
Jembatan yang menakjubkan ini
dibangun pada permulaan abad kedua Hijriyah tahun 101 H atau sejak 14 abad yang
lalu. Artinya, jembatan ini dibangun pada saat manusia belum mengenal sarana
transportasi kecuali binatang: keledai, onta, bighal, dan kuda. Dan ketika itu,
sarana-sarana pembangunan belum secanggih saat ini. Hal inilah yang menjadikan
jembatan tersebut salah satu kebanggaan peradaban Islam.
Masjid Agung Cordova
Masjid menjadi simbol kebanggaan Islam spanyol. Masjid merupakan
suatu wadah atau institusi yang paling penting untuk membina masyarakat Islam.[3]
Selain berfungsi sebagai tempat beribadah, masjid juga
digunakan sebagai tempat untuk mengumandangkan pengumuman pemerintah, melakukan
proses pengadilan, dan menanamkan aspek kehidupan intelektual Islam.[4]
Di masjid para sarjana dan ulama Muslim menyusun buku. Sebelum
diterbitkan, seorang penulis atau ilmuwan biasa mempresentasikan isi bukunya
kepada publik, mereka melakukan itu di masjid. Masjid pada masa kejayaan Islam
juga berfungsi sebagai perpustakaan. Pada masa itu masyarakat Muslim
menyerahkan koleksi bukunya ke masjid untuk disimpan di perpustakaan.
Di antara masjid yang paling terkenal adalah Masjid Cordova. Masjid
ini masih kokoh hingga sekarang akan tetapi sudah berganti fungsi menjadi
gereja. Masjid Cordova adalah masjid yang paling terkenal di Spanyol dan Eropa
dibangun pada masa Abdurrahman ad-Dakhil pada tahun 786, diteruskan putranya
Hisyam dan khalifah-khalifah setelahnya. Setiap khalifah memberikan sesuatu
yang baru terhadap masjid seperti menambah luas dan keindahanya. Tiang-tiang
masjid Cordova mencapai seribu tiang dengan penerangan mencapai seribu lampu.
Dibangun dengan arsitektur yang indah dengan warna yang enak dipandang mata. Di
masjid terdapat petugas masjid berjumlah 60 orang yang dipimpin oleh satu orang
yang mengawasi kerja mereka.
Seluruh kayunya berasal dari pohon cemara
Turthusy. Besar pasaknya satu jengkal dan panjangnya tiga puluh jengkal, antara
satu pasak dengan pasak yang lain dipasang pasak yang besar. Di atapnya
terdapat bermacam-macam seni ukir yang antara satu dengan yang lain tidak sama.
Susunannya dibuat sebaik mungkin dan warna-warnanya terdiri dari warna merah,
putih, biru, hijau, dan hitam celak. Arsitektur dan warna-warni itu
menyenangkan mata dan menarik hati. Luas tiap-tiap penyusun atap adalah tiga
puluh tiga jengkal. Jarak antara satu tiang dengan tiang yang lain lima belas
hasta, dan masing-masing tiang bagian atas dan bawahnya dibuat dari batu marmer
pualam.[5]
Di dalam masjid terdapat mihrab yang keindahannya sulit dijelaskan
dengan kata-kata. Di sana terdapat mozaik yang dilapisi emas dan kristal. Di
sebelah utara mihrab terdapat gudang yang di dalamnya terdapat beberapa macam
wadah yang terbuat dari emas, perak dan besi. Di gudang itu juga terdapat
mushaf besar yang hanya dapat diangkat oleh dua orang karena beratnya. Juga
terdapat empat lembar mushaf Utsman bin Affan yang ia tulis dengan tangannya
sendiri. Bekas tetesan darah Utsman juga terdapat di atas lembaran mushaf
tersebut.
Sebelah kanan mihrab dan mimbar adalah pintu yang menuju ke istana
di antara dua dinding masjid dalam bentuk lorong yang beratap. Di lorong ini
ada delapan pintu. Empat pintu dari arah istana tertutup dan empat pintu dari
arah masjid juga tertutup. Masjid ini mempunyai dua puluh pintu yang dilapisi
dengan tembaga yang berkilau. Setiap pintu memiliki gagang pintu yang sangat
indah. Daun pintu dihiasi dengan beberapa butiran yang terbuat dari bata merah
yang ditumbuk dan berbagai maca hiasan.
Di sebelah utara masjid Cordova terdapat menara masjid dengan
teknik bangunan yang sangat megah dan menarik. Ketinggiannya mencapai seratus
hasta. Tempat muadzin mengumandangkan adzan ada di menara pada ketinggian
delapan puluh hasta. Untuk naik ke atas menara dapat dilakukan dengan melalui
dua tangga. Tangga yang satu berada di sebelah barat dan tangga yang satunya di
sebelah timur. Tampilan luar menara ini dilapisi dengan batu yang diukir mulai
dari bawah hingga paling atas menara dengan ornamen-ornamen dan
tulisan-tulisan.[6]
Dalam setiap bagian dari empat arah lingkaran menara terdapat dua
buah lengkungan yang dibuat batu marmer. Di samping menara juga ada ruang yang
memiliki empat pintu tertutup. Ruang ini digunakan tempat tidur oleh dua
muadzin setiap malam. Di atas ruang terdapat tiga wadah minyak yang terbuat
dari emas dan dua wadah lain yang terbuat dari perak dan daun tumbuhan lili.
Wadah yang paling besar mampu memuat enam puluh ritl minyak. Secara
keseluruhan, para petugas masjid berjumlah enam puluh orang. Mereka dipimpin
oleh satu orang yang mengawasi kerja mereka.[7]
Masjid Cordova menjadi lebih indah dengan dipenuhi dengan tananaman
jeruk dan delima di halamannya. Pohon-pohon tersebut selalu berbuah dan buahnya
dapat dipetik dan disantap secara gratis oleh setiap pengunjung dari berbagai
daerah.
[1] Raghib al-Sirjani, Madza Qaddama al-Muslimun li al-‘Alam, terj. Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia (Cet.I, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011), h. 765.
[3]Dyayadi, Tata Kota Menurut Islam Konsep Pembangunan Kota yang Ramah Lingkungan,
Estetik, dan Berbasis Sosial (Cet.I; Jakarta: Khalifa, 2008), h. 59.
[4]Johannes Pedersen, The Arabic Book, terj. Alwiyah
Abdurrahman, Fajar Intelektualisme Islam
Buku dan Sejarah Penyebaran Informasi di Dunia Arab (Cet.I; Bandung: Mizan,
1996), h. 36.
0 komentar:
Posting Komentar