20.41 -
Sejarah Islam
No comments
Penyebaran Angka Arab dari Dunia Islam ke Eropa
Ilmuwan Islam turut memberikan sumbangan
besar dalam perkembangan matematika. Bermula pada abad ke-8 M ketika ummat
Islam mencapai puncak kejayaannya di Baghdad.
Para ilmuwan Islam memburu ilmu matematika
yang berasal dari Yunani dan India kuno. Al-Kindi, ilmuwan Muslim abad ke-9,
dalam bukunya berjudul “Kitab fi Isti’mal Al-Adad Al-Hindi (On The Use of The
Indin Numerals) merupakan referensi awal yang berperan besar dalam
memperkenalkan sistem angka dari India ke Timur Tengah dan dunia Barat.
Dari buku itulah orang-orang mengenal
angka-angka 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Angka-angka ini dalam bahasa Inggris
disebut dengan Arabic Numerals. Dan ketika angka-angka ini tersebar ke Eropa,
bangsa Eropa menggunakannya untuk mengganti angka Romawi yang sangat rumit jika
digunakan dalam perhitungan.
Angka Arab ini telah mulai digunakan di
Baghdad pada abad ke-8 M ketika seorang terpelajar dari India memperkenalkan
sistem angka India pada tahun 771 M. kemudian pada abad ke-10, para ahli
matematika dari Timur Tengah juga menambahkan angka-angka pecahan decimal
seperti 0.5, ¼, dan 0.75 dengan menggunakan titik atau koma sebagai penanda pecahan.
Perhitungan model ini sudah tertulis dalam sebuah risalah karya seorang ahli
matematika dari Suriah, Abul Hasan Al-Uqlidisi yang ditulis sekitar tahun 952
M.
Di dunia Barat, sistem angka Arab pertama
kali disebutkan dalam manuskrip berjudul Codex Vigilanus yang ditulis di
Spanyol (Andalusia) pada tahun 976 M. sejak tahun 980-an, Gilbert de Aurillac
(Paus Silvester II) mulai memperkenalkan penggunaan sistem angka ke Eropa, di
mana ia kemudian mendapat banyak penolakan karena membawa pengetahuan baru dan
aneh dari dunia Islam.
Gilbert memang pernah belajar di Barcelona
saat masih muda, dan tidak menutup kemungkinan ia juga pernah menimba ilmu
pengetahuan di Andalusia yang merupakan negeri peradaban Islam. Sejak itulah,
sistem angka Arab mulai digunakan di Eropa untuk menggantikan sistem angka
Romawi yang sangat rumit.
Orang Eropa sendiri masih lazim menggunakan
angka-angka Romawi hingga abad ke-15 M dalam perhitungan. Padahal menggunakan
angka-angka Romawi dalam perhitungan sangatlah rumit karena memang tidak
dirancang untuk penambahan dan pengurangan. Misalnya, menjumlahkan angka 456
dengan 734, jika menggunakan angka romawi ditulis CDLVI + DCCXXXIV. Sangat
sulit untuk dijumlahkan.
Angka
Nol
Belum diketahui secara pasti siapa yang
menemukan angka nol (0). Namun, notasi angka berjajra tanpa menggunakan angka
nol diketahui telah digunakan di India sejak abad ke-6 M. waktu itu, angka nol
belum ditulis (0) dan hanya digambarkan sebagai spasi kosong di antara dua
angka. Penggunaan angka nol sebagai angka di belakang koma atau angka pecahan
desimal diketahui pertama kali digunakan pada abad ke-9 oleh para ahli
matematika Muslim dari Arab dan Persia. Digit nol waktu itu dilambangkan dalam
bentuk titik dan disebut sebagai bindu
atau “titik”.
Kata zero (nol) sendiri diambil dari bahasa
Italia “zefiro” yang asalnya menyerap kata “safira” (kosong) dari bahasa Arab.
Safira berakar dari kata sifr atau
nihil yang oleh bangsa Arab digunakan untuk menerjemahkan kata “Sunya” dari
bahasa Sansekerta yang bermakna “kosong” atau “hampa”.
Leonardo Fibonacci (1170-1250 M), seorang
ahli matematika asal Italia, berjasa besar membawa angka-angka Arab termasuk
angka nol dari dunia Islam ke Eropa. Fibonacci menggunakan kata zephyrum untuk mengartikan kata sifr dalam bahasa Arab. Zephyrum inilah yang kemudian menjadi zefiro dalam bahasa Italia dan disingkat
zero oleh orang Venezia sebelum
akhirnya diserap dalam bahasa Inggris.
0 komentar:
Posting Komentar