14.27 -
Aku Bercerita,Sejarah Islam
No comments
Membaca Sejarah
Kristen Mozarab |
Bobrick dalam bukunya, mengutip perkataan seorang Kristen
yang menggambarkan kondisi orang-orang Kristen di Spanyol (Andalusia) ketika negeri
itu dipimpin oleh Islam, yakni Daulah Umawiyah.
“saudara-saudaraku sesama Kristen….” Tulisnya, “Menikmati
puisi-puisi dan cerita roman orang Arab, mempelajari karya para pemikir Mohammedan
(Islam) bukan untuk menyangkalnya, namun untuk memperoleh gaya bahasa Arab yang
benar dan elegan. Terutama di kalangan anak muda Kristen, komentar alkitab berbahasa
latin diabaikan dan sastra Arab menjadi mode. Mereka menghabiskan seluruh uang
membeli buku-buku Arab, di mana-mana dan dengan penuh semangat menyanyikan
puji-puji adat istiadat Arabia.” Yang lebih ia sesalkan, “Mereka lebih fasih berbahasa
Arab ketimbang bahasa Ibu mereka (bahasa Latin).”
Mereka disebut Kristen Mozarab (Musta’rib) atau Kristen yang
ter-Arab-kan. Mereka adalah orang-orang Spanyol asli yang mengikuti budaya dan
pola hidup umat Islam di Spanyol tapi tetap dalam agama mereka, Kristen. Kaum
Kristen Mozarab banyak dijumpai di pusat pemerintahan Islam di Cordova. Mereka
tinggal bersebelahan dengan umat Islam yang toleran, dibebaskan menjalankan
agama keyakinan mereka tanpa ada intimidasi dan pemaksaan untuk meninggalkan
agama mereka dan masuk agama Islam. Selain Cordova, orang-orang Kristen Mozarab
juga dijumpai di kota-kota penting Andalusia seperti Sevilla, Merida, Toledo,
dan lainnya.
Orang-orang Mozarab banyak mengadopsi kebudayaan kaum
Muslimin dalam hal bahasa, cara berpakaian (wanitanya memakai baju yang lebih
panjang dan kerudung), model rambut, pola pernikahan, berkhitan, pembatasan
makan (tidak makan babi), menyembelih hewan, dan sastra. Mereka hampir tak bisa
dibedakan dengan orang Arab Muslim itu sendiri.
Lalu, kita lihat di masa kita sekarang ini, yang terjadi
adalah sebaliknya, umat Islam lebih banyak mengikuti mode mereka
(Kristen-Barat), bahkan saling berbangga dalam menggunakan bahasa Inggris
ketimbang bahasa agamanya. Mereka lebih menyesalkan tak dapat menguasai
nyanyian berbahasa Inggris ketimbang menyesalkan tidak dapat shalat khusyu’
karena tidak mengerti arti ayat-ayat yang dibaca oleh sang Imam.
Mungkin ada di antara kita yang menganggap ini hanya masa
lalu dan tak akan terulang kembali. Berhenti bernostalgia. Saya biarkan Dr.
Abdul ‘Azhim Mahmud ad-Dib yang menjawabnya, “Sejarah adalah pengetahuan tentang
masa kini dan masa depan. umat yang mampu bertahan adalah umat yang memiliki kesadaran
akan sejarahnya, mereka selalu memperhatikan masa lalu, memahami masa kini dan
menentukan masa depannya.”
Kita bisa melihat apa yang dikatakan mantan Persiden Amerika,
George W. Bush ketika hendak menyerang Afganistan di awal 2000 silam.
This Crusade, this war on terrorism, is going to take a long
time.
Sama halnya dengan Jendral Geraud yang datang ke Suriah, setelah Prancis
merebut Suriah dari Turki Utsmani. Ia mendapati makam Shalahuddin al-Ayyubi
(Tokoh Perang Salib, Pembebas Bait al-Maqdis), lalu menendangnya seraya berucap,
“Saladin, bangun! Kami kembali!
Lihat, bagaimana seorang Bush membombardir negara Muslim yang
miskin itu dengan mengangkat tema perang yang mulai terjadi tahun 1096: “The
Crusade” alias “Perang Salib”. Artinya, Bush pun melihat sejarah yang terjadi berabad-abad
silam dalam melakukan penyerangan di abad 21.
Saya menyebutnya dendam sejarah, karena kala itu pihak Kristen
Barat kalah dalam Perang Salib yang berlangsung selama beberapa abad hingga mereka
memutar otak dan berpikir keras untuk mengalahkan Islam. Islam tidak mungkin
dapat mereka kalahkan dengan peperangan fisik, sehingga muncullah perang Pemikiran
(ghazw al-Fikr) yang kini dapat kita lihat dampaknya. Luar biasa!.
Karena itu, bukalah mata, buka pikiran, bacalah sejarah. Dengan
melihat sejarah Islam itu kita akan termotivasi
untuk mengembalikan kejayaan Islam dan kaum Muslimin. Bisa dilihat, Turki hari
ini sedang gencar-gencarnya menghapus sistem sekularisme yang diterapkan di
sana pasca runtuhnya khilafah tahun 1924 M oleh Mustafa Kemal. Para wanita yang
dulunya dilarang berjilbab, sekarang sudah banyak mengenakannya dengan bangga.
Artinya mereka melihat sejarah. Mereka rindu masa-masa indah, di bawah kekhalifahan
Islam sehingga dengan begitu mereka menjadi bersemangat dan berniat mengembalikan
kejayaan itu.