Jumat, 26 Juli 2019

Imam Ahmad dan Madzhabnya



Dia adalah seorang imam besar, al-hafizh, ulamanya kota Baghdad. Sampai hari ini, madzhab fiqihnya banyak diikuti oleh umat Islam di berbagai negeri.

Namanya adalah Ahmad bin Hanbal bin Asad Adz-Dzuhli Asy-Syaibani, lahir di Baghdad pada tahun 164 Hijriyah. Ia lebih muda sekitar 14 tahun dari Imam Asy-Syafi’i. Sejak usia 16 tahun Ahmad bin Hanbal telah berkeliling dari satu negeri ke negeri lainnya untuk menuntut ilmu. Ia telah melakukan perjalanan ke berbagai kota pusat ilmu pengetahuan seperti di Kufah, Bashrah, Makkah, Madinah, Yaman, Khurasan, dan Syam.

Dari negeri-negeri yang dikunjunginya itu, Imam Ahmad belajar kepada ulama-ulama besar. Ia berguru kepada Sufyan bin Uyainah di Makkah dan Abdurrazzaq Ash-Shan’ani di Yaman. Dan guru yang paling dekat dengannya, sekaligus menjadi sahabatnya adalah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i.
Tidaklah mengeherankan, setelah pencarian ilmunya ke berbagai negeri, ia kembali ke Baghdad dan menjadi ulama besar di sana. Orang-orang ramai mendatangi majelisnya, mengambil manfaat dari ilmu dan adabnya. Atau hanya sekadar melihat wajahnya yang tenang dan berwibawa.

Imam Asy-Syafi’i pernah memuji ketinggian ilmu Ahmad bin Hanbal, “Aku melihat seorang pemuda di Baghdad, apabila dia mengatakan ‘haddatsana’ (artinya: telah menceritakan hadits kepada kami), maka orang-orang mengatakan, ‘Dia benar!’” Dia adalah Ahmad bin Hanbal, kata sang Imam.

Dalam kesempatan yang lain, ketika Imam Asy-Syafi’i meninggalkan Baghdad dan menetap di Mesir, ia tetap memuji muridnya itu. Ia mengatakan, “Aku meninggalkan Baghdad. Dan tidaklah aku meninggalkannya seorang yang lebih takwa dan lebih pandai fiqih dibandingkan Ibnu Hanbal.”

Di masa Khalifah Al-Mu’tashim Al-Abbasi, Imam Ahmad mendapatkan ujian yang berat. Saat itu, pemikiran Mu’tazilah dianut dan didukung oleh Khalifah. Mereka, orang-orang Mu’tazilah, menganggap Alqur’an adalah makhluk. Mereka menguji ummat Islam dengan masalah tersebut. Siapa yang mengatakan Alqur’an bukan makhluk ia akan dihukum bahkan dibunuh.

Imam Ahmad adalah salah satu yang dipanggil di hadapan Khalifah Al-Mu’tashim dan ditanyakan masalah tersebut. Imam Ahmad menjawab bahwa Alqur’an adalah Kalamullah, bukan makhluk. Ia hampir saja dihukum mati. Tapi akhirnya Khalifah memutuskan agar ia dihukum cambuk. Sang Imam dicambuk sampai pingsan. Karena peristiwa itulah ia digelari Imam Ahlussunnah wal Jamaah.

Setelah itu, Imam Ahmad dipenjara sampai Khalifah Al-Mu’tashim wafat dan digantikan Al-Watsiq. Al-Watsiq tidak sekeras Al-Mu’tashim. Hanya saja ia melarang Imam Ahmad untuk mengajarkan ilmunya. Ia dilarang keluar dari rumahnya. Imam Ahmad baru bisa mengajar kembali di masa Al-Mutawakkil.


Dasar-dasar Madzhab

Pijakan Imam Ahmad bin Hanbal dalam madzhabnya dan fatwa-fatwanya berlandaskan pada lima dasar. Pertama, Teks dari Alqur’an dan hadits. Kedua, fatwa para sahabat (ijma’ sahabat) jika tidak ditemukan nash dari Alqur’an dan hadits.

Ketiga, jika terdapat banyak pendapat para sahabat dalam satu kasus, maka ia memilih mana yang lebih dekat dengan Alqur’an dan hadits. Dengan kata lain, ia tidak keluar dari salah satu pendapat ini. Terkadang Imam Ahmad tawaqquf dari fatwa jika tidak ditemukan sesuatu yang menguatkan salah satu dari pendapat-pendapat tersebut.

Keempat, mengambil hadits mursal atau dhaif (lemah) lebih utama baginya dibandingkan qiyas selama tidak ada atsar lain yang menolaknya, juka tidak ada pendapat para sahabat yang bertentangan dengannya. Dan kelima, jika ia tidak menemukan sesuatu dari keempat dasar yang disebutkan sebelumnya, maka ia beralih kepada qiyas. Beliau menggunakan qiyas dalam keadaan darurat.

Murid-murid Imam Ahmad

Imam Ahmad memiliki banyak murid. Murid-muridnya itulah yang menyebarkan madzhab fiqih sang guru. Di antara mereka yang terkenal antara lain, Abu Bakar Al-Atsram bin Muhammad bin Hani Al-Khurasani Al-Baghdadi. Ia termasuk seorang fuqaha, ulama, dan penghafal hadits (al-hafizh). Karyanya adalah “Kitab As-Sunan fi Al-Fiqh ‘Ala Madzhab Ahmad wa Syawahiduhu min Al-Hadits”.

Lalu, Ahmad bin Muhammad bin Al-Hujjaj Al-Maruzi, wafat pada tahun 275 H. Ia termasuk salah satu murid Imam Ahmad yang paling mulia, seorang imam dalam fiqih dan haidits serta memiliki banyak karya.

Kemudian, Ibrahim Al-Harbi Abu Isqah, wafat pada tahun 285 H. Ia belajar fiqih kepada Imam Ahmad sehingga menjadi salah satu pemimpin para ulama. Ia banyak menulis kitab khususnya dalam bidang hadits. Dan masih banyak lagi murid beliau yang lainnya.