Senin, 18 November 2019

Orhan Pamuk Peraih Hadiah Nobel Sastra


Orhan Pamuk

Pada tahun 2006, Ferit Orhan Pamuk, novelis muslim asal Turki meraih penghargaan Nobel dalam bidang sastra (Nobel Prize in Literature). Ia menjadi satu-satunya muslim yang memenangkan penghargaan bergengsi tersebut dalam bidang sastra.

Awalnya, Pamuk mahasiswa teknik di Universitas Teknik Istanbul. Keluarganya menginginkan Pamuk menjadi seorang arsitek. Akan tetapi, setelah tiga tahun, Pamuk keluar dari universitas tersebut dan fokus menulis.

Ia kemudian memutuskan untuk melanjutkan studi di Institut Jurnalis di Universitas Istanbul, dan lulus pada tahun 1976. Karya pertamanya berjudul Karanlik ve Isik (Darkness and Light) yang terbit pada tahun 1979 berhasil meraih penghargaan Milliyet Press Novel.

Sejak itu, Orhan Pamuk terus melahirkan karya yang mengantarnya mendapatkan berbagai penghargaan dalam negeri.

My Name is Red (Benim Adim Kirmizi) yang diterbitkan pada 1998, merupakan novel yang mengangkat namanya di mata internasional. Novel yang berlatar kehidupan di Istanbul abad ke-16 itu telah diterjemahkan ke dalam 24 bahasa dan mengantarkan Pamuk menjuarai International Dublin Literary Award pada 2003.

Novelnya yang lain, berjudul Snow (Kar) terbit tahun 2002, dicatat The New York Times sebagai salah satu dari sepuluh buku terbaik (Ten Best Books) pada tahun 2004.

Karya-karya novelis kelahiran Istanbul, 7 Juni 1952 ini, telah terjual lebih dari 13 juta buku dan diterjemahkan ke dalam 63 bahasa di dunia. Di antara novelnya yang mendunia adalah The White Castle, The Black Book, The New Life, My Name is Red, dan Snow.

Selain itu, Pamuk juga mendapatkan gelar Doctor Honoris Causa dari berbagai universitas baik dalam negeri Turki maupun luar negeri. Di antaranya adalah dari Bogazici University (Turki), Florence University (Italia), Universitas Amerika Beirut (Lebanon), Georgetown University, Yale University, dan Sofia University (Bulgaria), dan St.Petersburg State University (Rusia).

Gaza Menggugat




Oleh: Muhammad Ihsan Zainuddin

Hari ini, aku akan menggugat jiwa-jiwamu yang kerdil
Hari ini, aku menggugat seluruh kemalasanmu
Aku menggugat kemalasanmu yang mengaliri setiap setiap darahmu
Aku menggugat hatimu yang hanya pandai membebek pada nafsu

Aku menggugat engkau, 
Wahai yang siang malamnya dipenuhi obsesi-obsesi yang rendah, obsesi para pecinta dunia
Yang setiap kali tiba waktunya berbuka puasa, dengan santainya bertanya “Berbuka apa kita hari ini?”
Yang setiap kali anaknya flu dan demam, 
dengan mudahnya berkata “Ayo bawa kedokter fulan, soal biaya tiada masalah”
Yang setiap kali butuh uang, dengan mudahnya pergi ke ATM atau menggesek kartu kreditnya
Yang setiap hari dengan mudahnya menghabiskan beribu-ribu rupiah untuk membeli pulsa
Yang setiap waktu dapat pergi kemana saja tanpa rasa takut yang mencekam

Hari ini aku menggugatmu,
Wahai penduduk negeri yang para pejabatnya asyik melakukan korupsi secara berjamaah
Wahai penduduk negeri yang artis-artisnya sibuk menjual tawa
Wahai penduduk negeri yang negerinya nyaris ambruk karena perzinaan dan hamil di luar nikah

Wahai penduduk negeri yang katanya krisis, tapi nafsu belanja penduduknya sungguh luar biasa

Hari ini, aku menggugatmu ,
Aku menggugatmu atas nama ribuan manusia yang terpenjara di negeri mereka sendiri
Aku menggugatmu atas nama para ayah yang tidak bisa mencari sepotong roti untuk anak istrinya
Aku menggugatmu atas nama para ibu, yang air susunya mengering karena kekurangan gizi
Aku menggugatmu atas nama anak-anak yang menggigil kedinginan dalam tenda sempit yang telah sobek dihempas angin musim yang menusuk
Aku menggugatmu atas nama orang-orang tua kami yang renta, yang giginya gemeretak karena tertidur dibawah langit terbuka
Aku menggugatmu atas nama para pemuda yang peluru dan rudal keji dengan batu
Aku menggugatmu atas nama setiap tetes darah dan air mata yang menetes di setiap jengkal negeri para nabi dan rasul
Aku menggugatmu atas nama ribuan hamba Allah yang terkurung dalam sebuah penjara terbuka bernama: “GAZA”

Aku menggugat setiap doamu
Aku menggugat setiap tarikan nafasmu
Aku menggugat setiap obsesi hidupmu
Aku menggugat perhatianmu
Aku menggugat setiap rupiahmu
Aku menggugat semua itu

Tapi jika engkau tak peduli
Tidak usah khawatir kawan
Allah pasti akan menolong kami
Jika engkau berlagak tidak tahu,
Tidak usah cemas sobat
Allah pasti akan menolong kami

Tapi apakah Ia akan menolong kalian atas semua ketidakpeduliaan kalian?
Tapi apakah Ia akan mengampuni kalian atas semua lagak ketidaktahuan kalian?

Entahlah…

Namun yang pasti, mulai hari ini hingga seterusnya,
Aku akan terus menggugat
Aku tak akan berhenti menggugatmu

Wahai Palestina…
Wahai Gaza…
Maafkan kami, karena baru hari ini
Kami menggugat dirikami sendiri

Senin, 23 September 2019

Wanita Yahudi Racuni Nabi



Pada bulan Muharram tahun ketujuh Hijriyah, Rasulullah mengumumkan kepada umat Islam untuk mengepung benteng-benteng Khaibar. Khaibar adalah perkampungan Yahudi yang subur penuh dengan pepohonan kurma dan biji-bijian, terletak 171 km sebelah utara kota Madinah. Pengepungan dan penyerangan tersebut bukan tanpa alasan. Rasulullah memerintahkan mengepung orang-orang Yahudi di Khaibar karena mereka banyak melanggar perjanjian dengan kaum muslimin. Mereka juga bersekutu dengan orang-orang kafir Makkah untuk memerangi kaum muslimin.

Setelah beberapa benteng berhasil dikuasai, orang-orang Yahudi segera menegosiasikan perdamaian. Mereka setuju keluar dari Khaibar bersama keluarga mereka jika dijamin keselamatannya oleh Rasulullah. Rasulullah mengizinkan mereka keluar dari Khaibar dengan membawa apa saja yang mampu mereka bawa dari harta mereka.

Sebagian lagi meminta kepada Rasulullah agar mereka tetap tinggal di sana untuk mengolah tanahnya dan hasilnya akan mereka bagi dengan kaum muslimin. Rasulullah mengabulkan permohonan mereka. Namun, di masa kekhalifahan Umar bin Khatthab, mereka kembali melakukan makar sehingga mereka semua diusir dari Khaibar tanpa sisa.

Ketika Rasulullah telah menyetujui perjanjian damai dengan orang-orang Yahudi di Khaibar, mereka kembali melakukan konspirasi untuk membunuh Rasulullah. Seorang wanita yahudi bernama Zainab binti Al-Harits bin Sallam berkhianat kepada Rasulullah. Ia menyajikan kambing panggang kepada Rasulullah yang telah dibubuhi racun yang banyak pada bagian paha (atau kaki depan)kambing itu karena ia mengetahui bahwa bagian tersebut yang paling disukai oleh Rasulullah.

Sahabat Rasulullah bernama Bisyr bin Al-Barra’ bin Ma’rur juga ikut mengambil bagian paha kambing panggang dan memakannya. Sementara Rasulullah baru mengunyah dan tidak langsung memakannya. Rasulullah lalu memuntahkannya. Ia mengetahui daging itu telah dibubuhi racun.

Rasulullah lalu meminta wanita Yahudi itu didatangkan. Wanita itu mengaku bahwa ia telah membubuhkan racun pada daging panggang tersebut. Dengan kemurahan hati dan sifat pemaaf Rasulullah, beliau memaafkan wanita yahudi tersebut. Akan tetapi ketika Bisyr bin Al-Barra’ yang ikut memakan daging tadi meninggal dunia, maka Rasulullah meminta wanita Yahudi itu diqishash sebagai balasan atas perbuatannya membunuh jiwa. Pada tahun 11 Hijriyah saat sakit menjelang wafat, Rasulullah berkata kepada Aisyah, “Wahai Aisyah, aku masih merasakan sakit akibat makanan yang aku santap di Khaibar. Dan inilah saat aku merasakan urat nadiku terputus karena racun tersebut.”

Mukjizat Rasulullah

Kisah Rasulullah diracuni ini menunjukkan bahwa beliau atas seorang Nabi dan Rasul utusan Allah. Dalam riwayat disebutkan bahwa ketika Rasulullah menggigit daging kambing panggang, daging itu memberitahukan kepada Rasulullah bahwa ia beracun.

Kenabian beliau juga diakui oleh wanita Yahudi dan orang-orang Yahudi lainnya. Mereka mengatakan jika seandainya Muhammad seorang pendusta dan bukan Nabi maka ia telah mati memakan daging panggang itu. Namun, jika ia seorang Nabi, maka pasti ia akan tahu daging itu beracun.

Jumat, 26 Juli 2019

Imam Ahmad dan Madzhabnya



Dia adalah seorang imam besar, al-hafizh, ulamanya kota Baghdad. Sampai hari ini, madzhab fiqihnya banyak diikuti oleh umat Islam di berbagai negeri.

Namanya adalah Ahmad bin Hanbal bin Asad Adz-Dzuhli Asy-Syaibani, lahir di Baghdad pada tahun 164 Hijriyah. Ia lebih muda sekitar 14 tahun dari Imam Asy-Syafi’i. Sejak usia 16 tahun Ahmad bin Hanbal telah berkeliling dari satu negeri ke negeri lainnya untuk menuntut ilmu. Ia telah melakukan perjalanan ke berbagai kota pusat ilmu pengetahuan seperti di Kufah, Bashrah, Makkah, Madinah, Yaman, Khurasan, dan Syam.

Dari negeri-negeri yang dikunjunginya itu, Imam Ahmad belajar kepada ulama-ulama besar. Ia berguru kepada Sufyan bin Uyainah di Makkah dan Abdurrazzaq Ash-Shan’ani di Yaman. Dan guru yang paling dekat dengannya, sekaligus menjadi sahabatnya adalah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i.
Tidaklah mengeherankan, setelah pencarian ilmunya ke berbagai negeri, ia kembali ke Baghdad dan menjadi ulama besar di sana. Orang-orang ramai mendatangi majelisnya, mengambil manfaat dari ilmu dan adabnya. Atau hanya sekadar melihat wajahnya yang tenang dan berwibawa.

Imam Asy-Syafi’i pernah memuji ketinggian ilmu Ahmad bin Hanbal, “Aku melihat seorang pemuda di Baghdad, apabila dia mengatakan ‘haddatsana’ (artinya: telah menceritakan hadits kepada kami), maka orang-orang mengatakan, ‘Dia benar!’” Dia adalah Ahmad bin Hanbal, kata sang Imam.

Dalam kesempatan yang lain, ketika Imam Asy-Syafi’i meninggalkan Baghdad dan menetap di Mesir, ia tetap memuji muridnya itu. Ia mengatakan, “Aku meninggalkan Baghdad. Dan tidaklah aku meninggalkannya seorang yang lebih takwa dan lebih pandai fiqih dibandingkan Ibnu Hanbal.”

Di masa Khalifah Al-Mu’tashim Al-Abbasi, Imam Ahmad mendapatkan ujian yang berat. Saat itu, pemikiran Mu’tazilah dianut dan didukung oleh Khalifah. Mereka, orang-orang Mu’tazilah, menganggap Alqur’an adalah makhluk. Mereka menguji ummat Islam dengan masalah tersebut. Siapa yang mengatakan Alqur’an bukan makhluk ia akan dihukum bahkan dibunuh.

Imam Ahmad adalah salah satu yang dipanggil di hadapan Khalifah Al-Mu’tashim dan ditanyakan masalah tersebut. Imam Ahmad menjawab bahwa Alqur’an adalah Kalamullah, bukan makhluk. Ia hampir saja dihukum mati. Tapi akhirnya Khalifah memutuskan agar ia dihukum cambuk. Sang Imam dicambuk sampai pingsan. Karena peristiwa itulah ia digelari Imam Ahlussunnah wal Jamaah.

Setelah itu, Imam Ahmad dipenjara sampai Khalifah Al-Mu’tashim wafat dan digantikan Al-Watsiq. Al-Watsiq tidak sekeras Al-Mu’tashim. Hanya saja ia melarang Imam Ahmad untuk mengajarkan ilmunya. Ia dilarang keluar dari rumahnya. Imam Ahmad baru bisa mengajar kembali di masa Al-Mutawakkil.


Dasar-dasar Madzhab

Pijakan Imam Ahmad bin Hanbal dalam madzhabnya dan fatwa-fatwanya berlandaskan pada lima dasar. Pertama, Teks dari Alqur’an dan hadits. Kedua, fatwa para sahabat (ijma’ sahabat) jika tidak ditemukan nash dari Alqur’an dan hadits.

Ketiga, jika terdapat banyak pendapat para sahabat dalam satu kasus, maka ia memilih mana yang lebih dekat dengan Alqur’an dan hadits. Dengan kata lain, ia tidak keluar dari salah satu pendapat ini. Terkadang Imam Ahmad tawaqquf dari fatwa jika tidak ditemukan sesuatu yang menguatkan salah satu dari pendapat-pendapat tersebut.

Keempat, mengambil hadits mursal atau dhaif (lemah) lebih utama baginya dibandingkan qiyas selama tidak ada atsar lain yang menolaknya, juka tidak ada pendapat para sahabat yang bertentangan dengannya. Dan kelima, jika ia tidak menemukan sesuatu dari keempat dasar yang disebutkan sebelumnya, maka ia beralih kepada qiyas. Beliau menggunakan qiyas dalam keadaan darurat.

Murid-murid Imam Ahmad

Imam Ahmad memiliki banyak murid. Murid-muridnya itulah yang menyebarkan madzhab fiqih sang guru. Di antara mereka yang terkenal antara lain, Abu Bakar Al-Atsram bin Muhammad bin Hani Al-Khurasani Al-Baghdadi. Ia termasuk seorang fuqaha, ulama, dan penghafal hadits (al-hafizh). Karyanya adalah “Kitab As-Sunan fi Al-Fiqh ‘Ala Madzhab Ahmad wa Syawahiduhu min Al-Hadits”.

Lalu, Ahmad bin Muhammad bin Al-Hujjaj Al-Maruzi, wafat pada tahun 275 H. Ia termasuk salah satu murid Imam Ahmad yang paling mulia, seorang imam dalam fiqih dan haidits serta memiliki banyak karya.

Kemudian, Ibrahim Al-Harbi Abu Isqah, wafat pada tahun 285 H. Ia belajar fiqih kepada Imam Ahmad sehingga menjadi salah satu pemimpin para ulama. Ia banyak menulis kitab khususnya dalam bidang hadits. Dan masih banyak lagi murid beliau yang lainnya.

Minggu, 02 Juni 2019

Ayah Dapat Hidayah Sebab Putri Kecilnya



Syaikh Mahmud Al-Misri berkisah, ada seorang laki-laki yang tinggal di kota Riyadh, Arab Saudi. Ia adalah seorang ayah yang memiliki putri berusia lima tahun. Namun, ia sangat jauh dari Allah. Beberapa tahun belakangan ia tidak pernah masuk ke masjid, bahkan tidak pernah bersujud kepada Allah.

Laki-laki itu berkisah, “Dulu saya selalu begadang hingga pagi hari bersama teman-teman yang buruk akhlaqnya di tempat-tempat hiburan dan permainan. Saya meninggalkan istri dalam kesunyian, ia merasakan kesendirian, kesulitan, dan rasa sakit. Hanya Allah saja yang mengetahuinya. Istri shalihah dan berbakti itu telah lelah menghadapi saya. Ia terus memberikan nasihat dan mengarahkan saya, akan tetapi tidak ada hasilnya.

Pada suatu malam, saya kembali dari salah satu tempat begadang saya. Jam menunjukkan pukul tiga dini hari. Saya dapati istri saya dan putri kecil saya sedang terlelap di kamar. Saya menuju ruang sebelah untuk menghabiskan sisa-sisa malam dengan menonton film porno.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka, terlihat putri kecilku yang berusia lima tahun keluar. Ia memandangku penuh keheranan. Ia lalu berkata kepadaku, “Ayah, jangan lakukan itu. Bertaqwalah kepada Allah.” Ia mengulanginya tiga kali. Setelah mengatakan itu, ia kembali ke kamar dan menutup pintu.

Mendengar perkataan putriku itu aku segera mematikan video, aku duduk dalam keadaan bingung. Kata-katanya terus berulang di telingaku, bahkan hampir membunuhku. Aku lalu masuk ke kamarnya tapi aku dapati dia telah tidur kembali.

Akut tidak tahu apa yang telah menimpaku saat itu. Hanya beberapa saat setelah itu terdengar suara muadzin dari masjid dekat rumahku memecah keheningan malam yang mencekam, ajakan untuk mendirikan shalat Subuh.

Aku berwudhu lalu pergi ke masjid. Sebenarnya aku tidak terlalu ingin melaksanakan shalat, hanya yang menyibukkanku dan mencemaskan perasaanku adalah kata-kata putri kecilku.

Shalat pun dilaksanakan. Ketika sujud, aku menangis histeris dalam sujudku. Aku tidak tahu sebabnya. Ini pertama kalinya aku sujud kepada Allah sejak tujuh tahun silam.
Saat pagi tiba, aku pergi bekerja. Temanku merasa heran mengapa aku datang cepat. Biasanya aku datang terlambat satu jam karena begadang sepanjang malam. ketika ia bertanya kepadaku tentang sebabnya, aku beritahukan kepadanya apa yang aku alami tadi malam. ia berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menundukkanmu, putri kecilmu telah membangunkanmu dari kelalaianmu. Ia tidak mengutus malaikat maut untuk mencabut ruhmu saat itu.”

Waktu shalat Zhuhur pun tiba. Aku sangat lelah karena belum tidur sejak semalam. Aku meminta kepada temanku agar mengerjakan pekerjaanku. Kemudian aku pulang ke rumah untuk beristrahat. Aku sangat rindu ingin melihat putri kecilku yang telah menjadi penyebab aku mendapat hidayah, kembali kepada Allah.”

Ketika sampai di rumah, aku dapati istriku berdiri di depan pintu rumah tidak seperti biasanya. “Kami terus menghubungimu, tapi kami tidak menemukanmu. Kamu dari mana saja?” tanya istriku. “Aku dari masjid tempat aku bekerja, apa yang terjadi?”jawabku. Istriku lalu berkata, “Putri kita telah meninggal dunia.”

Aku tidak kuasa menguasai diriku, aku menangis keras. Aku kembali mengingat kata-katanya, “Ayah, jangan lakukan itu. Bertaqwalah kepada Allah. Ayah, jangan lakukan itu, bertaqwalah kepada Allah.”

Aku menelepon temanku, aku kabarkan kepadanya bahwa putriku yang Allah jadikan sebagai penyebab aku keluar dari kegelapan menuju cahaya, telah meninggal dunia.
Di pemakaman, saat aku meletakkannya di makamnya, aku berkata kepada orang-orang di sekeliling, “Aku tidak mengubur putriku. Aku mengubur cahaya yang telah menerangi jalanku menuju Allah. Putriku ini, Allah telah menjadikannya sebagai penyebab aku mendapat hidayah. Aku memohon kepada Allah agar mempertemukanku dengannya di dalam surga-Nya.” Orang-orang yang berada di sekitar menangis mengingat putri kecil yang penuh berkah itu.

Sabtu, 18 Mei 2019

Resensi: Sejarah Islam di Asia Tenggara


Proses Masuk dan Perkembangan Islam di negara-negara ASEAN

Asia Tenggara merupakan wilayah yang menggabungkan 11 negara Asean, 378 etnis dan suku bangsa. Di sana pula berkumpul lima agama besar dunia. Termasuk agama Islam. Uniknya di wilayah inilah berdomisili ummat Islam terbesar di dunia yang jumlahnya melebihi jumlah ummat Islam di wilayah asalnya, yakni Timur Tengah.

Secara georafis, Asia Tenggara terletak di kawasan yang sangat strategis. Ia menjadi jembatan antara benua Asia di utara dan Australia di selatan, penghubung antara Samudera Pasifik di Timur dan Samudera Hindia di barat. Terlebih lagi, terdapat sumber daya alam yang melimpah di dalamnya. Itulah sebabnya, ia menjadi kawasan yang diminati serta dilirik oleh semua bangsa di dunia. Termasuk oleh ummat Islam yang berada di wilayag Timur Tengah.

Buku Sejarah & Kebudayaan Islam di Asia Tenara karya Saifullah ini memaparkan sejarah masuknya Islam di negara-negara kawasan Asia Tenggara mulai dari Indonesia, Malaysia, Thailand, Myanmar, Filipina sampai Timor Leste. Penulis juga mencatat sejarah kerajaan-kerajaan Islam yan pernah berdiri di wilayah tersebut serta sebab-sebab kejatuhannya setelah lama berkuasa.

Menariknya juga, Islam masuk ke kawasan yang terdiri dari berbagai macam etnis dengan budaya yang berbeda. Tapi Islam dapat masuk sehingga terjadi akulturasi dan asimilisasi dengan budaya setempat yang pada akhirnya membuahkan budaya baru yang dinamis dan unik.

Buku ini sangat menarik untuk pembaca yang ingin mengetahui sejarah dan perkembangan Islam di kawasan Asia Tenggara.


Judul buku          : Sejarah & Kebudayaan Islam di Asia Tenggara

Penulis                : Dr Saifullah, MA.

Tebal                   : 287 halaman

Penerbit              : Pustaka Pelajar

Rabu, 15 Mei 2019

Salma binti Qais Wanita Pemilik Dua Baiat



Tokoh muslimah ini bernama Salma binti Qais bin Amr Al-Anshariyah An-Najjariyah atau biasa dipanggil dengan sebutan Ummul Mundzir.

Ummul Mundzir merupakan bibi Rasulullah dari pihak ibu kakek beliau (Abdul Mutthalib). Ia memiliki dua saudara perempuan yaitu Ummu Sulaim bin Qais dan Amirah binti Qais. Kedua saudarinya itu masuk Islam dan ikut berbaiat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Setelah peristiwa Baiat Aqabah pertama, Rasulullah mengutus da’i pertama dalam Islam ke Madinah, yaitu Mush’ab bin Umair Radhiyallahu anhu yang telah memperoleh pendidikan langsung oleh Rasulullah di Makkah. Mush’ab pun berangkat ke Madinah, di sana ia mengajak semua penduduk Madinah dengan cara hikmah dan mauizhah yang baik. Maka, para pemilik hati yang bersih dan jernih serta fitrah yang lurus langsung menerima dakwah Mush’ab tersebut. Mereka mengucapkan kalimat syahadat yang dengannya mereka memperoleh nikmat iman dan Islam.

Di antara buah dakwah yang penuh berkah itu adalah masuk Islamnya Ummul Mundzir. Keimanan menyentuh relung hatinya dan dia pun menjelma sebagai salah satu wanita mulia yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya dalam surah At-Taubah, “Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik...”

Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah Al-Munawwarah, hati kaum Anshar pun diliputi oleh kebahagiaan. Ummul Mundzir tidak mau ketinggalan, ia berangkat bersama sekelompok wanita untuk berbaiat kepada Rasulullah.

Ia berkisah, “Aku mendatangi Rasulullah, lalu aku berbai’at kepada beliau bersama beberapa wanita Anshar. Beliau mensyaratkan kepada kami untuk tidak menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak, tidak akan berdusta yang mereka ada-adakan di antara tangan dan kaki mereka, dan tidak akan mendurhakai beliau dalam urusan yang baik. Dan Rasulullah bersabda, ‘Dan kalian tidak menipu suami-suami kalian.”

“Kami pun menerima syarat-syarat tersebut, kemudian kami pamit,” kisah Ummul Mundzir kembali. Di suatu kesempatan, di antara wanita Anshar itu menanyakan kepada Rasulullah apa yang dimaksud dengan menipu suami. Rasulullah menjawab, “Engkau mengambil hartanya, lalu engkau lebih cenderung kepada orang lain.”

Pada peristiwa Baiat Ar-Ridhwan, umat Islam berbaiat kepada Rasulullah, berjanji setia untuk membela beliau hingga mati. Dan di antara mereka yang berbai’at di bawah pohon itu adalah Ummul Mundzir. Mereka inilah yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya, “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon...” (QS. Al-Fath: 18). Dan Rasulullah bersabda, “Tidak akan masuk neraka seorang pun yang berbai’at di bawah pohon.” Dengan demikian, Ummul Mundzir mengikuti dua kali Baiat. Sebab itulah ia dijuluki “Wanita dengan dua baiat”.

Kedudukannya di Sisi Rasulullah

Ummul Mundzir memiliki kedudukan mulia di mata Rasulullah. Buktinya, Rasulullah sering mengunjunginya dan makan di rumahnya. Dalam suatu kunjungan beliau kepada Ummul Mundzir, beliau didampingi Ali bin Abi Thalib. Ketika itu Ali baru sembuh dari sakit.



Rasulullah memberikan isyarat kepada Ali agar memakan makanan buatan Ummul Mundzir dengan harapan agar fit dari sakitnya. Ummul Mundzir berkisah, “Datang kepadaku Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersama Ali. Ketika itu aku memiliki dawal muallaqah (tandan kurma yang digantung).

Beliau memakannya, begitu juga Ali. Rasulullah bersabda kepada Ali, ‘Berhenti wahai Ali. Sesungguhnya engkau baru sembuh.’ Ali pun berhenti, sedangkan Nabi terus saja makan. Aku membuatkan mereka makanan dari sayur hijau (silq) dengan gandum. Rasulullah bersada kepada Ali, ‘Wahai Ali, makanlah ini karena ini sangat cocok untukmu (yang baru sembuh dari sakit.’” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Abu Dawud, dan Ahmad).

Rabu, 10 April 2019

Kisah Imam Al Bazzar: Buah dari Takwa



Al-Qadhi Abu Bakar bin Abdil Baqi bin Muhammad Al-Bazzar Al-Anshari, seorang ulama abad ke-6 Hijriyah berkisah:

“Aku menetap di kota Makkah, suatu hari saya sangat lapar, aku tidak mendapatkan apa-apa untuk menghilangkan rasa lapar. Kemudian aku menemukan kantong terbuat dari sutera yang terikat dengan pita yang juga terbuat dari sutera.

Aku mengambilnya dan membawanya ke rumah kemudian membuka ikatannya. Aku dapati di dalamnya ada rantaian mutiara. Aku tidak pernah melihat barang seperti ini sebelumnya.

Lalu aku keluar, aku bertemu dengan seorangtua renta yang mencari kantong mutiara itu. Sambil memegang kantong berisi lima ratus dinar, orang tua itu berseru, “Ini untuk orang yang mengembalikan kantong kepada kami, kantong itu berisi mutiara.”

Aku (Al-Bazzar) berkata dalam hati, “Aku membutuhkannya, aku lapar. Jika aku mengambil emas (dinar) itu, aku bisa menggunakannya. Aku akan mengembalikan kantong itu.”

Aku pun mengajaknya ke rumah. Ia sebutkan tanda-tanda kantong dan pita yang ada pada kantong itu, tentang mutiara dan jumlahnya, juga tentang benang yang mengikatnya. Kemudian aku mengeluarkannya dan menyerahkannya kepada orang tua itu. Setelah itu, ia menyerahkan lima ratus dinar kepadaaku.

Aku katakan, “Aku mesti mengembalikannya kepadamu. Aku tidak ingin mengambilnya sebagai balasan.” Ia berkata kepadaku, “Engkau harus mengambilnya,” ia terus mendesak. Tapi, aku tidak mau menerimanya. Ia pun pergi meninggalkanku.

Kemudian, suatu hari, aku keluar dari kota Makkah menggunakan perahu. Di tengah perjalanan, perahu itu terbelah dan banyak orang tenggelam. Harta benda mereka hilang. Sementara aku selamat dengan kepingan perahu. Aku terombang-ambing beberapa hari di lautan, aku tidak tahu kemana aku akan pergi.

Tiba-tiba, aku sudah terdampar di sebuah pulau. Di pulau itu, aku mencari masjid dan duduk di dalamnya. Orang-orang di sana mendengar aku membaca Alqur’an. Setelah mereka mengetahui bahwa saya pandai membaca Alqur’an, maka semua penduduk pulau itu datang kepadaku dan berkata, “Ajarkanlah Alqur’an kepadaku.” Aku mendapatkan banyak uang dari mereka (karena mengajar mereka).

Setelah itu mereka berkata, “Ada seorang anak perempuan yatim, ia mempunyai harta, kami ingin agar engkau menikahinya.” Aku tidak mau tapi mereka terus memaksaku sehingga aku memenuhi permintaan mereka.
Ketika mereka menikahkanku dengan perempuan itu, mata tertuju padanya. Aku dapati kalung mutiara tergantung di lehernya. Aku terus memperhatikannya. Mereka berkata, “Wahai Tuan, engkau menyakiti hati wanita ini dengan pandanganmu seperti itu ke arah kalungnya. Mengapa engkau tidak memperhatikannya.”

Lalu aku mengisahkan tentang aku dan kalung itu kepada mereka. Setelah mendengar ceritaku, mereka bertakbir hingga ke seluruh penduduk pulau itu. Aku bertanya kepada mereka, “Ada apa dengan kalian?” Mereka menjawab, “Orangtua pemilik kalung mutiara ini adalah ayah dari wanita ini. Ia pernah berkata, ‘Aku tidak pernah bertemu dengan seorang Muslim di dunia ini yang lebih bertakwa daripada orang yang mengembalikan kalung ini kepadaku.’ Sepulang haji ia terus berdoa, ‘Ya Allah, pertemukanlah aku dengannya hingga aku menikahkan putriku ini.’”


Kamis, 04 April 2019

Sang Penakluk Sisilia

Pulau Sisilia


Pulau Sisilia merupakan pulau yang strategis dan terluas di Laut Tengah. Orang-orang Romawi menguasai pulau ini selama beberapa waktu hingga kaum muslimin datang ke sana.

Pulau Sisilia telah dibuka sejak masa Bani Umayyah. Para panglima muslim seperti Muawiyah bin Hudaij, Uqbah bin Nafi’, Atha’ bin Rafi, hingga Abdurrahman bin Habib telah berusaha membuka pulau ini. Namun, kesuksesan sebenarnya baru terjadi pada masa Dinasti Aghlabiyah (Aghalibah), melalui panglimanya yang terkenal, Asad bin Furat.

Asad bin Furat adalah panglima besar kelahiran Harran, Syam pada 142 Hijriyah (759 M). ayahnya adalah pejuang yang ikut membebaskan wilayah Maghrib. Ketika ayahnya pindah ke Qairuwan, Asad ikut serta ke sana. sejak kecil Asad bin Furat telah menghafalkan Alqur’an seluruhnya. Setelah menyelesaikan hafalannya, ia mempelajari ilmu-ilmu syariah hingga ia ahli dalam bidang fiqih. Ia mempelajari kitab al-Muwattha’ langsung dari penulisnya, Imam Malik bin Anas, seorang ulama besar di Madinah.

Setelah belajar dari Imam Malik, ia melanjutkan pengembaraannya menuntut ilmu ke Irak. Di sana, ia belajar kepada murid-murid terkemuka Imam Abu Hanifah seperti Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani dan Abu Yusuf Al-Qadhi. Dari mereka, ia belajar madzhab Hanafi. Dari Irak, ia kembali menjelajahi negeri Islam untuk belajar, hingga sampailah ia di Mesir.

Di Mesir banyak terdapat murid-murid Imam Malik, seperti Ibnu Wahab dan Ibnu Qasim. Dari kedua inilah Asad mempelajari madzhab Maliki lebih mendalam. setelah merampungkan pelajarannya kepada dua murid Imam Malik itu, Asad kembali ke Qairuwan pada tahun 181 Hijriyah. Dia telah mendatangi kota-kota, berpindah dari satu kota ke kota yang lain untuk belajar dari para ulama terkemuka. Dan ketika dia kembali ke Qairuwan, ia telah menjadi ulama kaum muslimin yang mencapai tingkat ijtihad.

Asad bin Furat mengisi pengajian di Masji Uqbah, Qairuwan. Banyak para penuntut ilmu yang mendatangi majelisnya dan mendengar ilmu yang dibawakannya, terutama tentang madzhab Maliki dan Hanafi yang telah dipelajarinya.

Dalam diri Asad bin Furat telah tertanam rasa cinta terhadap jihad fi sabilillah. Ia telah mengambil keteladanan pada diri ayahnya yang merupakan seorang pejuang pembebas wilayah Maghrib. Maka ketika Ibnu Aghlab, gubernur Qairuwan berencana mengirim pasukan menggunakan kapal laut untuk menyerang Pulau Sisilia, ia mengangkat Asad bin Furat sebagai panglimanya. Asad pun menerima tawaran itu, sekalipun ia telah menjadi ulama di Qairuwan, ia tidak melupakan jihadnya.

Berjihad ke Sisilia

Bersama 10.000 pasukan, Asad bin Furat keluar dari Qairuwan menuju Laut Tengah, tepatnya di Pulau Sisilia. Armada Islam ini berangkat pada Rabiul Awwal 212 Hijriyah (827 M). pulau itu dikuasai oleh bangsa Romawi Byzantium, mereka telah menanti Asad bin Furat dengan mengerahkan 100.000 pasukan. Jumlah yang sangat jauh melampaui jumlah pasukan Islam.

Asad bin Furat berdiri di hadapan pasukannya menyampaikan khutbah dan memberikan semangat kepada mereka. ia memotivasi serta mengingatkan pasukannya bahwa surga sebagai balasan mereka karena menolong agama Allah. kemudian panglima gagah berani ini membacakan beberapa ayat Alqur’an. Setelah itu mereka maju berperang melawan tentara Sisilia yang sangat banyak jumlahnya.

Perang dahsyat meletus, terdengar suara gemerincing pedang-pedang yang beradu dan suara ringkikan kuda. Sementara itu, kaum muslimin terus memekikkan takbir. Atas pertolongan Allah, kaum muslimin berhasil memenangkan pertempuran. Pasukan musuh serta pemimpinnya lari dari peperangan. Jumlah pasukan bukanlah satu-satunya syarat penentu kemenangan, melainkan ketakwaan. Dan inilah yang ditanamkan Asad bin Furat kepada pasukannya.

Setelah memenangkan pertempuran di Sisilia, Asad bin Furat melanjutkan perjalanannya menuju Palermo, satu kota di Italia. Mereka mengepung kota itu dengan ketat. Saat kota ini hampir berhasil dibuka, tiba-tiba kaum muslimin terserang wahab penyakit. Banyak kaum muslimin yang terjangkit penyakit ini, termasuk panglima mereka Asad bin Furat, yang saat itu telah berusia 70 tahun. Pada tahun 213 Hijriyah, ulama ini pun meninggal dan dimakamkan di sana, dalam keadaan berjihad fi sabilillah. Semoga Allah memberikan tempat tertinggi di sisi-Nya.


Minggu, 24 Maret 2019

Fathimah Az-Zahra



Fathimah putri Rasulullah merupakan satu sosok wanita terbaik dalam sejarah Islam. Rasulullah pernah bersabda bahwa Sebaik-baik wanita di semesta alam ada empat, di antara mereka adalah Fathimah binti Muhammad.

Rasulullah hidup bersama Fathimah tidak lebih dari lima belas tahun, dan Fathimah akhirnya wafat hanya enam bulan setelah wafatnya Rasulullah dalam usia dua puluh lima tahun. Bukan rahasia lagi jika Fathimah adalah putri kesayangan Rasulullah. Bentuk cinta dan sayang Rasulullah pada putrinya itu dapat dilihat setiap kali Fathimah mendatangi beliau, beliau selalu bangkit untuk menyambutnya lalu menggamit lengannya sembari mempersilahkannya duduk di samping beliau. Dengan hangat Rasulullah akan bertanya soal ini itu kepada Fathimah. Dan ketika putri beliau itu mohon diri, Rasulullah akan bangkit mengantar kepergiannya dengan santun.

Suatu ketika Ali bin Abi Thalib berniat menikahi putri Abu Jahal yang sudah memeluk Islam. Hanya saja, pernikahan tersebut tampaknya akan menyakiti Fathimah. Pada saat itu, Ali sama sekali tidak menyangka Fathimah akan keberatan dengan rencananya menikahi putri Abu Jahal. Fathimah menghadap Rasulullah dengan wajah muram menyampaikan apa yang terjadi.

Mendengar keluhan putrinya, Rasulullah langsung menuju mimbar Masjid Nabawi dan berkhutbah, “Sesungguhnya Bani Hisyam bin Mughirah telah memohon izin kepadaku untuk menikahkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib. Tapi aku tidak mengizinkan mereka, aku tidak mengizinkan mereka, aku tidak mengizinkan mereka. Kecuali jika Ali bin Abi Thalib mau menceraikan putriku dan menikahi putri mereka. Sesungguhnya putriku adalah bagian dari diriku. Semua yang menyenangkannya, pasti menyenangkan aku, dan semua yang menyakitkan baginya, pasti menyakitkan aku.” Ali bin Abi thalib yang ikut mendengarkan khutbah Rasulullah tersebut langsung mengurungkan niatnya menikahi putri Abu Jahal.

Jika saja Rasulullah mencintai putrinya sedemikian besarnya, sudah selayaknya umat yang mengaku mencintai beliau untuk mencintai putri beliau beserta Ahli Bait. Mencintai Fathimah sama dengan mencintai Rasulullah. Sebaliknya membenci Fathimah beserta ahli Bait beliau sama saja membenci Rasulullah.

Mempersiapkan Kehidupan Akhirat

Rasulullah adalah sosok yang selalu mengutamakan kehidupan kekal di akhirat. Dan itulah yang ia ajarkan kepada anak-anak beliau, termasuk kepada Fathimah. Suatu ketika Rasulullah melihat di leher Fathimah melingkar seuntai kalung emas. Ia pun berkata, “Wahai Fathimah, apakah kau

senang jika orang-orang berkata bahwa putri Rasulullah sedang memegang sebuah kalung dari api neraka?” Setelah berkata, Rasulullah langsung pergi meninggalkan Fathimah tanpa duduk sama sekali. Fathimah lalu membawa kalung emas itu ke pasar dan menjualnya. Uang hasil penjualan itu ia gunakan untuk memerdekakan seorang budak. Ketika hal itu sampai ke telinga Rasulullah, ia bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan Fathimah dari api neraka.”


Sebenarnya, tindakan Fathimah menggunakan perhiasan emas bukanlah suatu yang haram. Tapi, rupanya Rasulullah ingin menjaga agar putrinya tetap berada di lingkaran para muqarrabun. Di sisi lain, ia juga mengingatkan Fathimah untuk tidak terlalu memedulikan kehidupan dunia. Rasulullah sangat menginginkan agar Fathimah menjadi teladan bagi umat dengan posisinya sebagai ibu para Ahli Bait.

Senin, 18 Februari 2019

Sejarah Hidup Rasulullah Ditulis Ulama Spanyol Abad 11 M


Ad Durar fi Sirati Ar-Rasul adalah buku sirah nabawiyah, mengupas sejarah hidup manusia termulia Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Buku ini termasuk karya klasik yang ditulis oleh Ibnu Abdil Barr, sarjana Muslim asal Cordoba-Spanyol abad ke-11 M (4 Hijriyah). Penulis menjadikan kitab-kitab sirah paling awal sebagai referensi seperti sirah karya Musa bin Uqbah, sirah Ibnu Hisyam, dan yang lainnya.


Penulis memulai pembahasan dari nasab Rasulullah, kelahiran, diutus menjadi Nabi, dakwah beliau di Makkah, hijrah, peperangan-peperangan yang terjadi, sampai wafatnya beliau. Sebagaimana kebiasaan para penulis terdahulu, mencantumkan sanad (jalur periwayat) secara lengkap ketika menulis suatu riwayat. Ini juga yang dilakukan Ibnu Abdil Barr.

Beliau juga mencatat secara lengkap nama-nama sahabat yang mula-mula masuk Islam, sahabat yang hijrah ke Habasyah, dan korban-korban peperangan.


Buku ini disusun secara ringkas, tidak begitu tebal sehingga tidak membosankan bagi pembaca pemula yang baru ingin mempelajari sejarah hidup Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Judul buku : Ad Durar fi Sirah Ar Rasul Ikhtisar Kehidupan Nabi Muhammad saw
Penulis      : Ibnu Abdil Barr
Tebal         : 344 halaman
Penerbit     : Darul Uswah

Selasa, 05 Februari 2019

Berkaca pada Sejarah



Bobrick dalam bukunyaThe Caliph’s Splendor: Islam and the West in the Golden Age of Baghdad, mengutip perkataan seorang Kristen yang menggambarkan kondisi orang-orang Kristen di Spanyol (Andalusia) ketika negeri itu dipimpin oleh Islam, yakni Daulah Umawiyah:

Saudara-saudaraku sesama Kristen….,tulisnya, “menikmati puisi-puisi dan cerita roman orang Arab, mempelajari karya para pemikir Mohammedan (Islam) bukan untuk menyangkalnya, namun untuk memperoleh gaya bahasa Arab yang benar dan elegan. Terutama di kalangan anak muda Kristen, komentar Alkitab berbahasa Latin diabaikan dan sastra Arab menjadi mode. Mereka menghabiskan seluruh uang membeli buku-buku Arab, di mana-mana dan dengan penuh semangat menyanyikan puji-puji adat istiadat Arabia.” Yang lebih ia sesalkan, “Mereka lebih fasih berbahasa Arab ketimbang bahasa Ibu mereka.”

Mereka disebut Kristen Mozarab (Musta’rib) atau Kristen yang ter-Arab-kan. Mereka adalah orang-orang Spanyol asli yang mengikuti budaya dan pola hidup umat Islam di Spanyol tapi tetap dalam agama mereka, Kristen. Kaum Kristen Mozarab banyak dijumpai di pusat pemerintahan Islam di Cordova. Mereka tinggal bersebelahan dengan umat Islam yang toleran, dibebaskan menjalankan agama keyakinan mereka tanpa ada intimidasi dan pemaksaan untuk meninggalkan agama mereka dan masuk agama Islam. Selain Cordova, orang-orang Kristen Mozarab juga dijumpai di kota-kota penting Andalusia seperti Sevilla, Merida, Toledo, dan lainnya.

Orang-orang Mozarab banyak mengadopsi kebudayaan kaum Muslimin dalam hal bahasa, cara berpakaian (wanitanya memakai baju yang lebih panjang dan kerudung), model rambut, pola pernikahan, berkhitan, pembatasan makan (tidak makan babi), menyembelih hewan, dan sastra. Mereka hampir tak bisa dibedakan dengan orang Arab- Muslim itu sendiri.


Orang-orang Mozarab di Andalusia memakai jubah dan sorban
Lalu, kita lihat di masa kita sekarang ini, yang terjadi adalah sebaliknya, umat Islam lebih banyak mengikuti mode mereka (Kristen-Barat), bahkan saling berbangga dalam menggunakan bahasa Inggris ketimbang bahasa agamanya. Mereka lebih menyesalkan tak dapat menguasai nyanyian berbahasa Inggris ketimbang menyesalkan tidak dapat shalat khusyu’ karena tidak mengerti arti ayat-ayat yang dibaca oleh sang Imam.

Mungkin ada di antara sahabat yang menganggap ini hanya masa lalu dan tak akan terulang kembali. Merekakatakan ,”Berhenti bernostalgia!”

Untuk orang seperti ini,saya biarkan Dr. Abdul ‘Azhim Mahmud ad-Dib yang menjawabnya, “Sejarah adalah pengetahuan tentang masa kini dan masa depan. umat yang mampu bertahan adalah umat yang memiliki kesadaran akan sejarahnya, mereka selalu memperhatikan masa lalu, memahami masa kini dan menentukan masa depannya.”

Sahabat bisa melihat apa yang dikatakan mantan Persiden Amerika, George W. Bush ketika hendak menyerang Afganistan di awal 2000 silam.

This Crusade, this war on terrorism, is going to take a long time.

Jendral Graud ketika menyambangi Suriah, setelah Prancis merebut Suriah dari Turki Utsmani. Ia mendapati makam Shalahuddin al-Ayyubi[1], lalu menendangnya seraya berucap, “Saladin, bangun! Kami kembali!

Lihat, bagaimana seorang Bush membombardir negara Muslim yang miskin itu dengan mengangkat tema perang yang mulai terjadi tahun 1096: “The Crusade” alias “Perang Salib”. Artinya, Bush pun melihat sejarah yang terjadi berabad-abad silam dalam melakukan penyerangan di abad ke-21.

Saya menyebutnya dendam sejarah, karena kala itu pihak Kristen Barat kalah dalam Perang Salib yang berlangsung selama beberapa abad hingga mereka memutar otak dan berpikir keras untuk mengalahkan Islam. Islam tidak mungkin dapat mereka kalahkan dengan peperangan fisik, sehingga muncullah perang pemikiran (ghazw al-Fikr) yang kini dapat kita lihat dampaknya. Luar biasa!

Karena itu, bukalah mata, buka pikiran, bacalah sejarah. Dengan melihat sejarah Islam  itu kita akan termotivasi untuk mengembalikan kejayaan Islam dan kaum Muslimin. Bisa dilihat, Turki hari ini sedang gencar-gencarnya menghapus sistem sekularisme yang diterapkan di sana pasca runtuhnya khilafah tahun 1924 M oleh Mustafa Kemal. Para wanita yang dulunya dilarang berjilbab, sekarang sudah banyak mengenakannya dengan bangga. Artinya, mereka melihat sejarah. Mereka rindu masa-masa indah, di bawah kekhalifahan Islam sehingga dengan begitu mereka menjadi bersemangat dan berniat mengembalikan kejayaan itu.

Wallahu A’lam




[1]  Tokoh Islam padaPerang Salib III, Pembebas BaitulMaqdis.