Sabtu, 18 Mei 2019

Resensi: Sejarah Islam di Asia Tenggara


Proses Masuk dan Perkembangan Islam di negara-negara ASEAN

Asia Tenggara merupakan wilayah yang menggabungkan 11 negara Asean, 378 etnis dan suku bangsa. Di sana pula berkumpul lima agama besar dunia. Termasuk agama Islam. Uniknya di wilayah inilah berdomisili ummat Islam terbesar di dunia yang jumlahnya melebihi jumlah ummat Islam di wilayah asalnya, yakni Timur Tengah.

Secara georafis, Asia Tenggara terletak di kawasan yang sangat strategis. Ia menjadi jembatan antara benua Asia di utara dan Australia di selatan, penghubung antara Samudera Pasifik di Timur dan Samudera Hindia di barat. Terlebih lagi, terdapat sumber daya alam yang melimpah di dalamnya. Itulah sebabnya, ia menjadi kawasan yang diminati serta dilirik oleh semua bangsa di dunia. Termasuk oleh ummat Islam yang berada di wilayag Timur Tengah.

Buku Sejarah & Kebudayaan Islam di Asia Tenara karya Saifullah ini memaparkan sejarah masuknya Islam di negara-negara kawasan Asia Tenggara mulai dari Indonesia, Malaysia, Thailand, Myanmar, Filipina sampai Timor Leste. Penulis juga mencatat sejarah kerajaan-kerajaan Islam yan pernah berdiri di wilayah tersebut serta sebab-sebab kejatuhannya setelah lama berkuasa.

Menariknya juga, Islam masuk ke kawasan yang terdiri dari berbagai macam etnis dengan budaya yang berbeda. Tapi Islam dapat masuk sehingga terjadi akulturasi dan asimilisasi dengan budaya setempat yang pada akhirnya membuahkan budaya baru yang dinamis dan unik.

Buku ini sangat menarik untuk pembaca yang ingin mengetahui sejarah dan perkembangan Islam di kawasan Asia Tenggara.


Judul buku          : Sejarah & Kebudayaan Islam di Asia Tenggara

Penulis                : Dr Saifullah, MA.

Tebal                   : 287 halaman

Penerbit              : Pustaka Pelajar

Rabu, 15 Mei 2019

Salma binti Qais Wanita Pemilik Dua Baiat



Tokoh muslimah ini bernama Salma binti Qais bin Amr Al-Anshariyah An-Najjariyah atau biasa dipanggil dengan sebutan Ummul Mundzir.

Ummul Mundzir merupakan bibi Rasulullah dari pihak ibu kakek beliau (Abdul Mutthalib). Ia memiliki dua saudara perempuan yaitu Ummu Sulaim bin Qais dan Amirah binti Qais. Kedua saudarinya itu masuk Islam dan ikut berbaiat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Setelah peristiwa Baiat Aqabah pertama, Rasulullah mengutus da’i pertama dalam Islam ke Madinah, yaitu Mush’ab bin Umair Radhiyallahu anhu yang telah memperoleh pendidikan langsung oleh Rasulullah di Makkah. Mush’ab pun berangkat ke Madinah, di sana ia mengajak semua penduduk Madinah dengan cara hikmah dan mauizhah yang baik. Maka, para pemilik hati yang bersih dan jernih serta fitrah yang lurus langsung menerima dakwah Mush’ab tersebut. Mereka mengucapkan kalimat syahadat yang dengannya mereka memperoleh nikmat iman dan Islam.

Di antara buah dakwah yang penuh berkah itu adalah masuk Islamnya Ummul Mundzir. Keimanan menyentuh relung hatinya dan dia pun menjelma sebagai salah satu wanita mulia yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya dalam surah At-Taubah, “Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik...”

Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah Al-Munawwarah, hati kaum Anshar pun diliputi oleh kebahagiaan. Ummul Mundzir tidak mau ketinggalan, ia berangkat bersama sekelompok wanita untuk berbaiat kepada Rasulullah.

Ia berkisah, “Aku mendatangi Rasulullah, lalu aku berbai’at kepada beliau bersama beberapa wanita Anshar. Beliau mensyaratkan kepada kami untuk tidak menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak, tidak akan berdusta yang mereka ada-adakan di antara tangan dan kaki mereka, dan tidak akan mendurhakai beliau dalam urusan yang baik. Dan Rasulullah bersabda, ‘Dan kalian tidak menipu suami-suami kalian.”

“Kami pun menerima syarat-syarat tersebut, kemudian kami pamit,” kisah Ummul Mundzir kembali. Di suatu kesempatan, di antara wanita Anshar itu menanyakan kepada Rasulullah apa yang dimaksud dengan menipu suami. Rasulullah menjawab, “Engkau mengambil hartanya, lalu engkau lebih cenderung kepada orang lain.”

Pada peristiwa Baiat Ar-Ridhwan, umat Islam berbaiat kepada Rasulullah, berjanji setia untuk membela beliau hingga mati. Dan di antara mereka yang berbai’at di bawah pohon itu adalah Ummul Mundzir. Mereka inilah yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya, “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon...” (QS. Al-Fath: 18). Dan Rasulullah bersabda, “Tidak akan masuk neraka seorang pun yang berbai’at di bawah pohon.” Dengan demikian, Ummul Mundzir mengikuti dua kali Baiat. Sebab itulah ia dijuluki “Wanita dengan dua baiat”.

Kedudukannya di Sisi Rasulullah

Ummul Mundzir memiliki kedudukan mulia di mata Rasulullah. Buktinya, Rasulullah sering mengunjunginya dan makan di rumahnya. Dalam suatu kunjungan beliau kepada Ummul Mundzir, beliau didampingi Ali bin Abi Thalib. Ketika itu Ali baru sembuh dari sakit.



Rasulullah memberikan isyarat kepada Ali agar memakan makanan buatan Ummul Mundzir dengan harapan agar fit dari sakitnya. Ummul Mundzir berkisah, “Datang kepadaku Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersama Ali. Ketika itu aku memiliki dawal muallaqah (tandan kurma yang digantung).

Beliau memakannya, begitu juga Ali. Rasulullah bersabda kepada Ali, ‘Berhenti wahai Ali. Sesungguhnya engkau baru sembuh.’ Ali pun berhenti, sedangkan Nabi terus saja makan. Aku membuatkan mereka makanan dari sayur hijau (silq) dengan gandum. Rasulullah bersada kepada Ali, ‘Wahai Ali, makanlah ini karena ini sangat cocok untukmu (yang baru sembuh dari sakit.’” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Abu Dawud, dan Ahmad).