Minggu, 23 Februari 2020

Novel: Musim Berganti di Hiroshima



Novel pertama saya. Terinspirasi dari Kak Iwan, sensei juga babang saya yang pernah kerja dan tinggal di Hiroshima selama tiga tahun. Kak Iwan banyak bercerita tentang pengalamannya tinggal di sana. Soal budaya, makanan, pergaulan, dan cara dia menjalankan ibadah sebagai seorang muslim di negeri asing tersebut.

Hiroshima kota yang tidak asing bagi kita yang suka sejarah. Ia adalah kota yang pernah merasakan dahsyatnya senjata paling mematikan yang pernah diciptakan manusia, bom atom. Peristiwa itu terjadi pada 6 Agustus 1945. Hiroshima dan Jepang pada umumnya selalu menarik untuk dikisahkan.

Karena kisah-kisah yang saya dengar dari Kak Iwan, maka saya mengangkat Muhammad Riswan atau Risu-san sebagai tokoh utama. Ia melanjutkan studi di Hiroshima dan tinggal bersebelahan dengan seorang gadis Jepang bernama Misaki Nagasawa. Misaki yang hampir bunuh diri bertemu dengan Riswan. Dalam beberapa kesempatan, ia bertanya pada Riswan tentang agamanya, tentang Tuhan. Apakah ia benar-benar ada?

Judul: Musim Berganti di Hiroshima
Penulis: Mahardy Purnama
Tebal: 271 halaman
Penerbit: Alqalam Media Lestari

Sabtu, 01 Februari 2020

Kemajuan Barat dan Kemunduran Islam (Sebuah Catatan Ringan)

Bom Atom Hiroshima 1945

Tidak jarang kita temukan status di medsos yang merendahkan Islam sebagai agama yang kolot dan jauh dari peradaban maju. Isinya cuma shalawat, zikir, dan semisalnya. Sebaliknya mereka meagung-agungkan peradaban dan sains Barat. Yang lucunya, kadang ditulis oleh orang yang mengaku sebagai Islam. Karena kagum (apa minder?) dengan kemajuan Sains dan teknologi Barat, agamanya yang jadi sasaran (Islam) buli. Untuk membahas kemunduran dunia Islam dan kemajuan Barat mestinya harus fair, harus dengan kepala jernih, hati yang tenang. Jangan karena terlanjur benci seorang atau oknum, malah menyerang Islamnya, asal lagi.

Perlu diketahui, Barat maju dari sisi sains dan peradaban seperti sekarang ini tidak dengan mengedipkan mata. Butuh waktu panjang antara awal munculnya para seniman Firenze di Italia sebagai awal Renaisans Eropa (Abad 14) dengan masa James Watt mematenkan mesin uap (1780) yang kelak mampu menggerakkan kereta pertama kali puluhan kilometer dari Liverpool ke Manchester (1830) sampai kemudian masa fisikawan Einstein (Abad 20) mengemukakan formula terkenalnya E=MC2 yang dengannya bom atom tercipta. Butuh 4-5 Abad bagi Barat untuk menjadi negara maju dan modern.
Sekarang kita lihat dunia Islam. Sejak Kesultanan Usmani mengambil alih Konstantinopel, Islam terus mengalami kemunduran, sampai akhirnya bangsa Barat menjajah dari abad 16-20. Dunia Islam baru kembali berbenah setelah lepas dari kolonialisme barat, dan itu belum lewat seabad. Sekarang baru mulai nampak perkembangan Islam yang dimulai dengan kesadaran umatnya terhadap agamanya. Dimulai dengan kepedulian mereka kepada ilmu, pada Al-Qur’an, pada masjid, pada sekolah-sekolah Islam. Ini ciri majunya peradaban Islam. Dan Insyaallah kepedulian umat Islam akan sains dan teknologi terus berkembang di tahun-tahun mendatang. Jika Barat butuh berabad-abad, seharusnya beri kesempatan juga kepada (umat) Islam untuk maju.

Para sarjana, saintis, dan ilmuwan Islam yang membawa peradaban Islam maju di masa silam adalah orang-orang yang ditempa dengan ilmu agama lebih dulu. Mereka lebih dulu mempelajari ilmu keislaman semisal Al-Qur’an, Hadits, bahasa Arab, Fiqih, lalu mempelajari ilmu umum semisal kimia, astronomi, kedokteran, dan sebagainya. Satu contoh Ibnu Sina (Avicenna), dokter yang pengaruhnya sampai ke Eropa, tapi dia juga seorang penghafal Al-Qur’an. Demikian pula Ibnu Rusyd, Az-Zahrawi, Al-Khawarizmi, dan selainnya.

Jadi dalam Islam sains harus dibimbing oleh agama. Tidak seperti yang terjadi di Barat (Eropa). Di Abad Tengah mereka tertinggal, kita kenal dengan Zaman Kegelapan (Dark Age), sebab di masa itu gereja mendominasi semua lini kehidupan sampai para ilmuwan dihukum jika pendapatnya berseberangan dengan otoritas gereja. Karena trauma dengan agama, mereka kemudian menjadi manusia-manusia sekular-liberal, ateis. Sains mereka terpisah sama sekali dari agama.

Ketika sains dan teknologi yang mereka kembangkan tak mendapatkan bimbingan agama, lihatlah yang terjadi. Di satu sisi teknologi semakin maju, di sisi lain bumi rusak akibat tangan-tangan mereka. Hewan-hewan banyak punah dan jutaan terancam kehilangan habitat. Global warming yang selalu mengancam. Sampai terancamnya nyawa milyaran manusia. Sangat wajar jika Prof.Syed Naquib Al-Attas mengklaim bahwa tidak pernah ada peradaban manusia yang membahayakan umat manusia, hewan, tumbuhan, dan bahan mineral seperti peradaban Barat. Peradaban yang kita semua hidup dan saksikan di masa sekarang ini.

Lihatlah ketika sains tidak dibimbing dengan agama, Jepang dengan rudal dan jet tempurnya menjajah negeri-negeri Asia sampai kepulauan pasifik di masa Perang Dunia 2, Nazi Jerman pun demikian memproduksi V2 yang siap membombardir musuh-musuhnya yang tak berdosa. Di saat yang sama para pakar fisika Amerika di Manhattan mendahului lainnya memproduksi senjata pemusnah massal yang paling mengerikan dalam sejarah manusia, hasil dari teori E=MC2-nya Einstein: Bom Atom. Kita dapat lihat sendiri bagaimana senjata mengerikan itu dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki 6 dan 9 Agustus 1945. Ke depannya, ketika para ilmuwan menciptakan robot-robot canggih semisal AI secara masal, Anda mungkin akan terusir dari dunia kerja dan digantikan dengan robot-robot yang kecerdasannya jauh melampaui kecerdasan Anda. Bahkan bisa menyingkirkan Anda dari dunia ini seperti yang Anda nonton di film-film Hollywood. Apa yang mau dibanggakan dari kemajuan Sains semacam itu?

Lagipula bukan cuma di sebagian dunia Islam yang tertinggal. Lihatlah mereka yang tertinggal di Filipina, atau di negeri-negeri Afrika, di pedalaman Amazon, apa mereka beragama Islam. Bukan! Jadi fairlah menilai.

Hadeh, Kita cukupkan dulu. Lelah hayati….