Kamis, 09 Juli 2020

Asma binti Umais Wanita Dua Hijrah



Wanita kali ini adalah wanita yang mendapatkan keuntungan sebagai salah seorang yang mula-mula masuk Islam. Ia masuk Islam sebelum Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk rumah sahabat Al-Arqam bin Abi Al-Arqam Al-Makhzumi. Rumah tempat beliau menyeru orang-orang untuk masuk Islam di Makkah.

Dia adalah Asma binti Umais bin Ma’ad Al-Khats’amiyah. Istri seorang pemimpin syahid dan lambang para mujahid, Ja’far bin Abi Thalib, anak paman Rasulullah yang dijuluki “Pemilik dua sayap”.

Orang-orang di Makkah yang memeluk Islam terus mendapat tekanan dan siksaan dari orang-orang musyrik Quraisy. Tidak terkecuali Asma binti Umais dan suaminya. Untuk menyelamatkan keimanan mereka, Rasulullah memerintahkan sebagian umat Islam untuk berhijrah ke Habasyah. Di sana mereka akan hidup tenang di bawah naungan Raja Najasy yang adil.

Asma berangkat didampingi suaminya, Ja’far, sekaligus sebagai pemimpin para muhajirin ke bumi Habasyah. Mereka berdua tinggal di sana selama beberapa tahun. Dan baru kembali setelah delapan tahun Rasulullah tinggal di Madinah. Ja’far adalah orang yang cerdas dan fasih lisannya. Melalui dirinyalah Raja Najasy masuk Islam. Dan kaum Muslimin hidup di bawah naungan keadilan dan betah tinggal di dekatnya.

Di Habasyah, Asma melahirkan anak-anaknya, yaitu Abdullah, Aun, dan Muhammad. Ketika ia baru melahirkan Abdullah, Raja Najasy juga baru saja memiliki anak. Sehingga ia mengirim surat kepada Ja’far dan menanyakan nama anaknya. Ja’far menjawab bahwa nama anak mereka Abdullah. Akhirnya Najasy menamakan anaknya Abdullah.

Asma mengambil anak Najasy dan menyusuinya hingga disapih bersama anaknya sendiri. Itulah salah satu sebab Asma mendapatkan kedudukan yang terhormat di kalangan rakyat dan Raja Habasyah.

Hijrah Kedua

Hijrah Asma yang kedua adalah hijrah ke Madinah Al-Munawwarah pada tahun ketujuh hijriah. bertepatan dengan penaklukan Khaibar yang dilakukan oleh Rasulullah. Jadi hijrah Asma merupakan hijrah setelah hijrah. Rasulullah menyebut para Muhajirin dari Habasyah dengan sebutan Muhajirin dengan dua hijrah.

Ketika tiba di Madinah, Umar menyambut mereka dan mengatakan, “Wahai wanita Habasyah, kami mendahului engkau dalam berhijrah.” Asma menjawab, “Demi Allah engkau benar. Engkau selalu bersama Rasulullah, memberi makan orang yang kelaparan, dan mengajar mereka yang bodoh. Adapun kami terbuang sangat jauh.”

Namun pandangan Rasulullah berbeda. Beliau bersabda, “Semua manusia memiliki satu hijrah, sedangkan kalian memiliki dua hijrah. Kalian semua berhijrah kepada Najasy, lalu berhijrah kepadaku.” Satu keutamaan yang tidak dimiliki banyak orang, termasuk Umar bin Khatthab.



Hafalan Hadits

Asma binti Umais cukup banyak meriwayatkan hadits dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada yang menandinginya dari kalangan para wanita Muhajirah dalam hal ini kecuali Ummul Mukminin Aisyah dan Ummu Salamah Radhiyallahu anhuma.


Ia meriwayatkan 60 buah hadits dari Rasulullah. Dari kalangan sahabat yang meriwayatkan hadits darinya adalah Umar bin Khatthab, Abu Musa Al-Asy’ari, Abdullah bin Abbas, dan Abdullah bin Ja’far. Adapun dari kalangan tabi’in di antaranya dalah Urwah bin Zubair, Abdullah bin Syidad, Sa’id bin Musayyib, Asy-Sya’bi, Al-Qasim bin Muhammad.

Senin, 13 April 2020

Beda Pakar dan Awam

Renaisans di Eropa ditandai dengan munculnya para seniman-seniman hebat di utara Italia, Florence. Barangkali yg paling populer adalah Leonardo Da Vinci dgn lukisannya semisal: Mona Lisa dan The Last Supper. Dua lukisan paling terkenal yg lahir dari tangan Da Vinci. Wajarlah kemudian orang2 Barat sangat menghargai seni sebab ia satu bentuk perlawanan terhadap tradisi Abad Tengah yg kaku didominasi oleh gereja.
Renaisans berlalu, masuk zaman pencerahan, lalu romantisisme dan sampailah ke zaman modern. Kita temukan pembagian zaman ini dalam sejarah peradaban Barat. Tiap zaman, berbeda pula gaya dan corak para seniman seniman kanvas. Aliran aliran baru mulai muncul.
Menjelang-sampai awal abad modern muncul banyak seniman dgn berbagai gaya baru. Semisal Van Gogh & Munch dgn impresionisnya, Picasso dgn kubisme-nya, atau Mondrian dgn seni abstraknya.
Kalau mau jujur, tiap tatap lukisan2 mereka, saya yg awam seni, yg hanya bisa gambar pemandangan sawah dan gunung serta matahari dan awan di atasnya, merasa lukisan mereka seperti lukisan anak kecil yg baru belajar lukis. Atau lukisan asal jadi. Lihatlah lukisan Paul Klee "Cat & Bird", lukisan terkenal The Screamnya pelukis Norwegia, Edvard Munch, lukisan corak kubiknya Picasso, atau Tree Graynya Piet Mondrian. Asal gambar sy bilang. Tidak ada menarik-menariknya.




Barangkali kalau sy bilang seperti itu di depan para seniman, atau di depan murid-muridnya Affandi atau minimal mahasiswa IKJ jurusan seni lukis, sy kan ditertawakan. Tau apa orang awam soal lukisan. Sentuh kuas lukis saja tidak pernah, bedakan cat minyak sama cat air saja tidak bisa. Kira kira begitu pendapatnya. Begitulah, kita hanya orang awam yg cuma tau kulit luar. Ngintip juga tidak pernah mungkin.
Penonton bola paling tau itu. Kita biasa paling jago mengkritik pemain pro yg bertanding di lapangan. Padahal kita sendiri tidak rutin latihan, tidak pernah dilatih coach pro, bahkan tidak punya bola di rumah.
______________________________
Sebenarnya, sama, dalam kondisi kita sekarang ini. Para dokter menyuruh kita banyakan tinggal di rumah, pakai masker kalau keluar, tidak berkerumun, untuk mencegah tersebarnya virus mematikan. Mereka bukan menghalangi kesenangan kita. Tapi semata mata untuk kebaikan orang banyak. Karena mereka ilmui itu. Kita barangkali yg awam masalah kedokteran, virus virusan, baiknya ikut saja tanpa banyak tanya.
Begitu pula para alim ulama, menyuruh kita untuk sementara tidak berjamaah dulu di mesjid bahkan jumat ditiadakan dulu untuk sementara waktu, bukan niat menghalangi kita dari rumah Allah. Tapi dengan ilmu yg mereka miliki menasihati kita para awam ini untuk kebaikan kita. Kita barangkali beragama lebih dengan perasaan daripada ilmu, tapi mereka dengan ilmu mendalam yg mereka punya.
Dan ilmu itu tidak datang lewat mimpi melainkan mereka dapat dengan belajar, mengurangi jatah tidur, melakukan perjalanan lintas benua, bahkan dengan habiskan harta yg mereka punya semata2 untuk dapatkan ilmu warisan para nabi tersebut. Dan menghargai ilmu yg mereka punya ada hal yg baik untuk kita kerjakan. Bukankah ulama pewaris para Nabi?


Jumat, 27 Maret 2020

Firasat Ibnu Thulun



Suatu hari, seorang pengemis dengan mengenakan pakaian lusuh datang saat Ibnu Thulun (ahmad bin Thulun) sedang duduk santai. Ibnu Thulun adalah pendiri Dinasti Thuluniyah yang pernah berkuasa di Mesir antara tahun 868 sampai 905 M.  

Ibnu Thulun lalu menyuruh seorang pelayannya agar memberikan roti campur ayam dan manisan kepada pengemis itu.

Ketika orang itu memegang roti tersebut, tampak ia tidak tertarik dan tidak juga mempedulikan roti yang dipegangnya. Ibnu Thulun lalu memerintahkan kepada pelayannya untuk memanggil pengemis itu menghadap padanya.

Di depan Ibnu Thulun, pengemis itu berdiri dengan percaya diri. Saat ditanya pun, ia menjawab dengan baik dan lancar serta pembawaannya tenang.

Ibnu Thulun berkata, “Berikan kepadaku surat yang kau bawa, dan jujurlah padaku siapa yang mengutusmu. Sungguh aku yakin bahwa kau adalah seorang pencari informasi (mata-mata)!”
Orang itu tidak mau mengaku. Tapi ketika Ibnu Thulun mengeluarkan cambuk dan hendak mencambuknya akhirnya ia mengaku bahwa benar ia seorang yang diperintahkan untuk memata-matai Ibnu Thulun.

Para pengawal terheran-heran dengan kehebatan Ibnu Thulun dapat mengatahui orang itu sebagai mata-mata. “Ini adalah sihir,” kata mereka. Maka Ibnu Thulun berkata, “Ini bukan sihir, tapi firasat yang baik. Aku lihat dia seperti pengemis lalu aku beri makanan yang akan mengenyangkannya. Tapi dia tidak peduli dan menolak pemberianku.”

“Lalu dia aku panggil. Dia menemuiku dengan percaya diri dan tenang. Saat aku lihat penampilannya yang seperti itu, maka tahulah aku bahwa dia seorang pencari informasi. Dan ternyata dugaanku benar.”

Minggu, 23 Februari 2020

Novel: Musim Berganti di Hiroshima



Novel pertama saya. Terinspirasi dari Kak Iwan, sensei juga babang saya yang pernah kerja dan tinggal di Hiroshima selama tiga tahun. Kak Iwan banyak bercerita tentang pengalamannya tinggal di sana. Soal budaya, makanan, pergaulan, dan cara dia menjalankan ibadah sebagai seorang muslim di negeri asing tersebut.

Hiroshima kota yang tidak asing bagi kita yang suka sejarah. Ia adalah kota yang pernah merasakan dahsyatnya senjata paling mematikan yang pernah diciptakan manusia, bom atom. Peristiwa itu terjadi pada 6 Agustus 1945. Hiroshima dan Jepang pada umumnya selalu menarik untuk dikisahkan.

Karena kisah-kisah yang saya dengar dari Kak Iwan, maka saya mengangkat Muhammad Riswan atau Risu-san sebagai tokoh utama. Ia melanjutkan studi di Hiroshima dan tinggal bersebelahan dengan seorang gadis Jepang bernama Misaki Nagasawa. Misaki yang hampir bunuh diri bertemu dengan Riswan. Dalam beberapa kesempatan, ia bertanya pada Riswan tentang agamanya, tentang Tuhan. Apakah ia benar-benar ada?

Judul: Musim Berganti di Hiroshima
Penulis: Mahardy Purnama
Tebal: 271 halaman
Penerbit: Alqalam Media Lestari

Sabtu, 01 Februari 2020

Kemajuan Barat dan Kemunduran Islam (Sebuah Catatan Ringan)

Bom Atom Hiroshima 1945

Tidak jarang kita temukan status di medsos yang merendahkan Islam sebagai agama yang kolot dan jauh dari peradaban maju. Isinya cuma shalawat, zikir, dan semisalnya. Sebaliknya mereka meagung-agungkan peradaban dan sains Barat. Yang lucunya, kadang ditulis oleh orang yang mengaku sebagai Islam. Karena kagum (apa minder?) dengan kemajuan Sains dan teknologi Barat, agamanya yang jadi sasaran (Islam) buli. Untuk membahas kemunduran dunia Islam dan kemajuan Barat mestinya harus fair, harus dengan kepala jernih, hati yang tenang. Jangan karena terlanjur benci seorang atau oknum, malah menyerang Islamnya, asal lagi.

Perlu diketahui, Barat maju dari sisi sains dan peradaban seperti sekarang ini tidak dengan mengedipkan mata. Butuh waktu panjang antara awal munculnya para seniman Firenze di Italia sebagai awal Renaisans Eropa (Abad 14) dengan masa James Watt mematenkan mesin uap (1780) yang kelak mampu menggerakkan kereta pertama kali puluhan kilometer dari Liverpool ke Manchester (1830) sampai kemudian masa fisikawan Einstein (Abad 20) mengemukakan formula terkenalnya E=MC2 yang dengannya bom atom tercipta. Butuh 4-5 Abad bagi Barat untuk menjadi negara maju dan modern.
Sekarang kita lihat dunia Islam. Sejak Kesultanan Usmani mengambil alih Konstantinopel, Islam terus mengalami kemunduran, sampai akhirnya bangsa Barat menjajah dari abad 16-20. Dunia Islam baru kembali berbenah setelah lepas dari kolonialisme barat, dan itu belum lewat seabad. Sekarang baru mulai nampak perkembangan Islam yang dimulai dengan kesadaran umatnya terhadap agamanya. Dimulai dengan kepedulian mereka kepada ilmu, pada Al-Qur’an, pada masjid, pada sekolah-sekolah Islam. Ini ciri majunya peradaban Islam. Dan Insyaallah kepedulian umat Islam akan sains dan teknologi terus berkembang di tahun-tahun mendatang. Jika Barat butuh berabad-abad, seharusnya beri kesempatan juga kepada (umat) Islam untuk maju.

Para sarjana, saintis, dan ilmuwan Islam yang membawa peradaban Islam maju di masa silam adalah orang-orang yang ditempa dengan ilmu agama lebih dulu. Mereka lebih dulu mempelajari ilmu keislaman semisal Al-Qur’an, Hadits, bahasa Arab, Fiqih, lalu mempelajari ilmu umum semisal kimia, astronomi, kedokteran, dan sebagainya. Satu contoh Ibnu Sina (Avicenna), dokter yang pengaruhnya sampai ke Eropa, tapi dia juga seorang penghafal Al-Qur’an. Demikian pula Ibnu Rusyd, Az-Zahrawi, Al-Khawarizmi, dan selainnya.

Jadi dalam Islam sains harus dibimbing oleh agama. Tidak seperti yang terjadi di Barat (Eropa). Di Abad Tengah mereka tertinggal, kita kenal dengan Zaman Kegelapan (Dark Age), sebab di masa itu gereja mendominasi semua lini kehidupan sampai para ilmuwan dihukum jika pendapatnya berseberangan dengan otoritas gereja. Karena trauma dengan agama, mereka kemudian menjadi manusia-manusia sekular-liberal, ateis. Sains mereka terpisah sama sekali dari agama.

Ketika sains dan teknologi yang mereka kembangkan tak mendapatkan bimbingan agama, lihatlah yang terjadi. Di satu sisi teknologi semakin maju, di sisi lain bumi rusak akibat tangan-tangan mereka. Hewan-hewan banyak punah dan jutaan terancam kehilangan habitat. Global warming yang selalu mengancam. Sampai terancamnya nyawa milyaran manusia. Sangat wajar jika Prof.Syed Naquib Al-Attas mengklaim bahwa tidak pernah ada peradaban manusia yang membahayakan umat manusia, hewan, tumbuhan, dan bahan mineral seperti peradaban Barat. Peradaban yang kita semua hidup dan saksikan di masa sekarang ini.

Lihatlah ketika sains tidak dibimbing dengan agama, Jepang dengan rudal dan jet tempurnya menjajah negeri-negeri Asia sampai kepulauan pasifik di masa Perang Dunia 2, Nazi Jerman pun demikian memproduksi V2 yang siap membombardir musuh-musuhnya yang tak berdosa. Di saat yang sama para pakar fisika Amerika di Manhattan mendahului lainnya memproduksi senjata pemusnah massal yang paling mengerikan dalam sejarah manusia, hasil dari teori E=MC2-nya Einstein: Bom Atom. Kita dapat lihat sendiri bagaimana senjata mengerikan itu dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki 6 dan 9 Agustus 1945. Ke depannya, ketika para ilmuwan menciptakan robot-robot canggih semisal AI secara masal, Anda mungkin akan terusir dari dunia kerja dan digantikan dengan robot-robot yang kecerdasannya jauh melampaui kecerdasan Anda. Bahkan bisa menyingkirkan Anda dari dunia ini seperti yang Anda nonton di film-film Hollywood. Apa yang mau dibanggakan dari kemajuan Sains semacam itu?

Lagipula bukan cuma di sebagian dunia Islam yang tertinggal. Lihatlah mereka yang tertinggal di Filipina, atau di negeri-negeri Afrika, di pedalaman Amazon, apa mereka beragama Islam. Bukan! Jadi fairlah menilai.

Hadeh, Kita cukupkan dulu. Lelah hayati….

Senin, 13 Januari 2020

1947, Ucapan Selamat Dari Mesir



MERDEKA!!

Jumat, 17 Agustus 1945 atau bertepatan dengan tanggal 9 Ramadhan 1364, hari di mana Soekarno membacakan Teks Proklamasi di hadapan rakyat Jakarta, rakyat Indonesia, yang isinya “Menyatakan kemerdekaan Indonesia”.

Namun, berita Indonesia dari tangan penjajah tidak serta merta langsung tersiar ke luar negeri.  Dulu, radio milik rakyat gelombang luar negerinya disegel oleh penjajah. Butuh waktu yang tidak singkat serta perjuangan hidup dan mati juga, agar berita kemerdekaan ini sampai ke luar negeri.

Berkat Pemancar Radio Malabar Bandung, berita ini akhirnya sampai ke luar negeri. Pertama kali didengar oleh mahasiswa Indonesia di Bagdad, Irak. Lalu menyebar ke Mesir dan negara lainnya.

Datanglah ucapan selamat dan pengakuan dari berbagai negara atas kemerdekaan Indonesia. Pertama datang dari Mesir pada Maret 1947 diikuti negara lainnya seperti Lebanon, Suriah, Irak, Afganistan, Arab Saudi di tahun yang sama. Dua tahun setelah pembacaan teks proklamasi oleh Presiden Soekarno.

Di tahun itu, semua ucapan selamat dan pengakuan tersebut rata-rata datang dari negara-negara Timur Tengah. Tidak ada satu pun yang datang dari negeri penjajah apalagi negeri komunis. Menariknya, pengakuan negara NKRI dari negeri yang pernah menjajah Indonesia, Kerajaan Belanda, datang pada Hari Kemerdekaan RI ke-60.

Bukan kata saya, kata sejarawan Prof Ahmad Mansur Suryanegara dalam Api Sejarah-nya Jilid Kedua.

Merdeka!!

Turunnya Wahyu Pertama di Gua Hira



Dari hari ke hari, perbuatan penduduk Makkah semakin memprihatinkan. Berbagai macam kejahatan telah mereka lakukan. Menyembah berhala, membunuh jiwa, zina merebak, dan yang kuat menindas yang lemah. Perbuatan-perbuatan hina mereka membuat Muhammad banyak merenung dan menyendiri ke gua hira.

Dahulu, sebelum Muhammad diangkat menjadi Nabi ada empat orang di Makkah yang disebut hanafiyyun (hanif). Mereka menolak untuk menyembah patung-patung yang disembah masyarakat Arab. Di antara patung yang terkenal di Hijaz adalah Hubal, Lata, Uzzah, dan Manat.

Dua dari empat orang itu adalah Waraqah bin Naufal dan Zaid bin Amr. Mereka berdua berusaha mencari agama yang benar. Waraqah memilih untuk memeluk Kristen mempelajari kitab agama Kristen yang asli.

Sementara Zaid bin Amr orang yang menentang keras penyembahan terhadap berhala hingga ia diusir dari Makkah. Dia mencari agama nenek moyangnya, Nabi Ibrahim, yang telah dilupakan oleh orang-orang Quraisy. Ia menuju Syam dan Irak untuk bertanya kepada para pendeta dan rahib tentang agama Ibrahim alaihissalam.

Ketika meninggalkan Makkah, Zaid berdiri di dekat Ka’bah dan berkata lantang kepada orang-orang Quraisy yang sedang berdo’a, “Wahai Quraisy, Demi Dia yang Tangan-Nya lah terletak jiwaku. Tak seorangpun dari kalian mengikuti agama Ibrahim kecuali aku.” Ia juga berdo’a, “Wahai Rabb, seandainya aku tahu bagaimana Engkau ingin disembah, begitulah aku akan menyembah-Mu, tetapi aku benar-benar tidak tahu.”

Setelah bertanya kepada para pendeta dan rahib di kota yang ia kunjungi dan mereka mengabarkan bahwa akan ada Nabi yang muncul di Makkah, maka Zaid kembali ke Makkah. Namun di perbatasan selatan Syiria ia diserang hingga tewas. Dia tidak pernah berhubungan dengan Nabi Muhammad.

Di Gua Hira

Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tahan melihat kondisi kaumnya yang telah rusak akhlaknya. Ia memilih banyak menyendiri. Ia menjauh dari pesta-pesta yang riuh di Makkah. Menghindar dari mabuk-mabukan yang menjadi kebiasaan orang-orang Quraisy. Kekecewaannya semakin hari semakin bertambah.

Akhirnya ia memilih menyendiri ke Gua Hira yang jaraknya sekitar dua mil dari Makkah. Di sanalah ia bisa merenung menghabiskan waktu sendiri tanpa melihat berhala-berhala yang selalu disembah penduduk Makkah. Setiap tahun selama tiga tahun berturut-turut, beliau menghabiskan bulan Ramadhan di dalam gua tersebut.

Tidak ada yang menyangka, di gua itulah malaikat Allah, Jibril ‘alaihissalam turun dan menyampaikan wahyu kepadanya. “Bacalah!”. Dia akan menjadi manusia utusan Allah yang akan memperbaiki kondisi penduduk Makkah. Lebih dari itu, ia akan diutus untuk mengubah kondisi seluruh umat manusia.