Minggu, 02 Desember 2018

Ath-Thabari Syaikhnya Ahli Tafsir



Tokoh kali ini disebut-sebut sebagai Syaikh Al-Mufassirin, gurunya para ahli tafsir. Sekalipun ia dikenal sebagai ahli tafsir, ia juga memiliki karya besar lainnya dalam bidang sejarah, hadits, fiqih dan ushul fiqh.

Imam Ath-Thabari bernama lengkap Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir, bin Ghalib. Adapun nama kuniyahnya adalah Abu Ja’far. Sebab itulah ia dikenal dengan Abu Ja’far Ath-Thabari. Sejak kecil Muhammad bin Jarir Ath-Thabari telah senang menuntut ilmu. Pada usia tujuh tahun ia telah menghafal Alqur’an. Ia telah menjadi imam shalat di usia delapan tahun. Dan telah menulis hadits saat usianya masih sembilan tahun.

Ath-Thabari memang dikenal memiiki kecerdasan di atas rata-rata dan sangat kuat hafalannya. Kecerdasan inilah yang dilihat oleh ayah dari Abu Ja’far Ath-Thabari. Sang ayah lalu mendukungnya untuk menuntut ilmu ke berbagai negeri sejak usia belia. Ia selalu mengirimkan uang sebagai biaya bagi puteranya untuk menuntut ilmu.

Pertama-tama ia pergi belajar ke Rayy. Salah seorang gurunya di sana adalah Muhammad bin Humaid Ar-Razi, sejarawan besar pada masa itu. Dari sana ia pergi ke Baghdad, pusat peradaban Islam. di Baghdad, ia hendak menimba ilmu dari Imam Ahmad bin Hanbal, seorang ulama besar dan paling masyhur saat itu.

Akan tetapi, Imam Ahmad telah meninggal dunia sebelum Ath-Thabari sampai ke kota itu. Kemudian, ia menuju ke Basrah lalu ke Kufah dimana ia menimba sekitar 100.000 hadits dari Syaikh Abu Kurayb. Tidak lama setelah itu, ia kembali lagi ke Baghdad dan menetap di sana untuk jangka waktu yang cukup lama. Setelah itu, pada tahun 876 M, ia pergi ke Fustath, Mesir. Tetapi ia singgah dulu di Syam untuk menuntut ilmu hadits. Setelah lama tinggal di Mesir, ia kembali lagi ke Baghdad dan menetap di sana hingga meninggal dunia pada tahun 310 Hijriyah (923 M).

Di antara kecerdasan Ath-Thabari disebutkan dalam sebuah kisah bahwa ketika ia berada di Mesir. Ketika itu banyak yang datang kepadanya untuk belajar dan menanyakan berbagai masalah dalam berbagai bidang ilmu. Suatu hari ada yang datang kepadanya dan bertanya tentang permasalahan dalam ilmu Arudh (ilmu yang mempelajar tentang syair), ilmu yang belum dikuasai oleh Ath-Thabari. Lalu Ath-Thabari meminjam kitab Al-Arudh kepada temannya dan dipelajarinya selama satu hari. Esoknya, ia telah ahli dalam masalah Arudh. 

Sejak usia 12 tahun, Ath-Thabari telah akrab dengan buku-buku, kitab-kitab para ulama, dan menghabiskan waktu dengannya. Ia juga tidak berhenti menulis ilmu yang didapatkannya. Kecintaannya kepada ilmu, kesibukannya belajar dan menulis membuatnya lupa untuk menikah. Karena itu, hingga wafat, Ath-Thabari tidak menikah.

Sifat Zuhud

Muhammad bin Jarir Ath-Thabari adalah seorang ulama yang zuhud dan wara’. Ia tidak menginginkan sedikitpun dari harta dunia. Padahal dengan ilmunya yang tinggi, ia bisa mendapatkan semua itu dengan mudah. Khalifah Al-Muqtadir dari Dinasti Abbasiyah pernah meminta untuk dituliskan kitab tentang wakaf, yang syarat-syaratnya disepakati di antara para ulama.

Maka orang-orang menyarankan kepadanya untuk memerintahkan Abu Ja’far Ath-Thabari menulis kitab tersebut. Khalifah Al-Muqtadir kemudian memanggil Ath-Thabari ke istana. Setelah ia menyanggupi permintaan Khalifah, Khalifah pun ingin agar Ath-Thabari meminta sesuatu darinya, biasanya jika diminta seperti itu, yang dimaksud adalah dinar dan dirham.

Namun, tidak seperti orang lain yang tidak segan meminta kepada Khalifah, Ath-Thabari malah tidak meminta apa-apa. Ia tidak mengharapkan apa pun sebagai imbalan apa yang dikerjakannya. Tapi Khalifah tetap memaksanya. “Engkau harus meminta keperluan atau sesuatu kepadaku,” kata Khalifah Al-Muqtadir. Dengan terpaksa Ath-Thabari pun meminta sesuatu. “Aku meminta kepada Amirul Mukminin agar memerintahkan kepada polisi agar menghalangi para peminta-minta pada hari Jum’at memasuki areal masjid,” Khalifah pun mengabulkannya.

Karya-karya Ath-Thabari

Imam Ath-Thabari melahirkan banyak karya dalam berbagai disiplin ilmu. yang paling popular adalah “Jami’ Al-Bayan fi Tafsir Alqur’an” atau lebih dikenal dengan “Tafsir Ath-Thabari”. Sedangkan karya sejarahnya yang paling terkenal adalah “Tarikh Al-Umam wa Al-Muluk” (Sejarah Bangsa-bangsa dan Raja-Raja) atau “Tarikh Ar-Rusul wa Al-Muluk wa Al-Khulafa”. Kitabnya dalam bidang sejarah ini dikenal juga dengan nama Tarikh Ath-Thabari.

Karena karyanya inilah ia dikenal sebagai ahli sejarah dan ahli tafsir. Para ulama di masanya maupun sesudahnya banyak memuji karyanya tersebut dan menjadikannya rujukan utama dalam bidang sejarah dan tafsir.

Selain kedua kitab itu masih banyak lagi kitab-kitab karya Ath-Thabari yang lain. Di antaranya Adab Al-Qudhah, Ikhtilaf Ulama Al-Amshar fi Ahkam Syara’i Al-Islam, Tahdzib Al-Atsar wa Tafshil Ats-Tsabit an Rasulillah min Al-Akhbar, Ar-Radd ala Dzi Al-Asfar, Ar-Risalah fi Ushul Al-Fiqh, Al-Adad wa At-Tanzil, Musnad Ibni Abbas, dan masih banyak lagi.

Selasa, 27 November 2018

Resensi: Jejak Peradaban Islam di Asia Tengah



Tidak banyak Muslim pada hari ini yang mengetahui bahwa di wilayah Asia Tengah terdapat jejak peninggalan peradaban Islam yang tak kalah hebatnya.

Di wilayah tersebut terdapat negeri yang dinamakan Transoxiana, yang dalam literatur Arab dikenal sebagai negeri Maa Wara’an Nahr (Negeri di belakang sungai).. Di negeri ini terletak kota-kota penting dalam sejarah dan peradaban Islam seperti Uzbekistan, Tajikistan, dan Kazakhstan, Turkmenistan, Kyrghistan, dan lainnya.
Eksotisme dan kemegahan jejak peradaban Islam di Transoxiana, wilayah yang membentang di antara dua sungai besar: Jayhoun dan Sayhoun sampai hari ini masih dapat dirasakan keberadaannya. Bersama aliran dua sungai tersebut, warisan peradaban Islam terus mengalir mewarnai wilayah itu bahkan mewarnai Eropa.

Asia Tengah tidak hanya pernah menjadi mercusuar peradaban dan pusat keilmuan, namun juga menjadi Jalur Sutera perdagangan yang menggeliatkan ekonomi dunia.

Kota-kota di wilayah ini juga telah melahirkan sejulah ulama dan ilmuwan Islam yang namanya sampai kita dengar dan karyanya masih dapat kita baca pada hari ini. Di antara mereka adalah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari dari Bukhara penulis Shahih Al-Bukhari, Ibnu Sina pakar kedokteran yang masyhur dengan karyana Al Qanun fi Ath-Thibb, Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi pakar matematika, Mahmud bin Umar Az-Zamakhsyari penulis Tafsir Al-Kasyaf, Abdullah bin Al Fadhl Ad Darimi As-Samarqandi penulis Sunan Ad Darimi, dan lainnya.

Buku ini mengajak pembaca untuk menelusuri seluk beluk wilayah Asia Tengah secara komprehensif.

Judul buku          : Islam di Asia Tengah Sejarah, Peradaban, dan Kebudayaan

Penulis                 : Muhammad Abdul Azhim Abu An-Nashr

Tebal                     : 356 halaman.

Penerbit              : Pustaka Al Kautsar.

Nizhamiyyah, Sekolah Pencetak Ulama Syafi'iyyah




Pada abad pertengahan, ada satu lembaga pendidikan atau madrasah yang terkenal di Baghdad. Madrasah tersebut menjadi tujuan para penuntut ilmu. Namanya Madrasah Nizhamiyah.

Nizhamiyah adalah lembaga pendidikan terkemuka di Baghdad pada abad pertengahan. Didirikan oleh Nizhamul Mulk, seorang perdana menteri dalam pemerintahan Dinasti Saljuk pada tahun 440 Hijriyah (1048 M). Madrasah Nizhamiyah pada mulanya hanya ada di kota Baghdad, ibu kota pemerintahan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah. Nizhamiyah didirikan di dekat Sungai Dajlah, di tengah-tengah pasar di Baghdad.

Madrasah ini kemudian menjadi terkenal dengan sangat cepat sehingga Nizhamul Mulk mengembangkan madrasah tersebut dengan membuka dan mendirikan madrasah serupa di berbagai kota kekuasaan Islam. Didirikanlah madrasah serupa di Balkh, Naisabur, Isfahan, Mosul, Bashrah, dan Tibristan. Kota-kota itu kemudian menjadi pusat-pusat studi keilmuan dan menjadi terkenal di dunia Islam pada masa itu.

Di antara tujuan didirikannya lembaga ini antar lain untuk menangkal penyebaran Syiah yang dilancarkan Dinasti Fathimiyah di Mesir, yang kala itu dilaksanakan lewat pendirian Perguruan Al-Azhar di Kairo. Nizhamul Mulk menjadikan Nizhamiyah sebagai lembaga pendidikan Islam pertama yang menerapkan sistem pendidikan yang dikenal sekarang. Kurikulumnya berpusat pada Alqur’an, sastra Arab, Sirah Nabawiyah, dan ilmu hitung, dan menitik beratkan pada madzhab Syafi’iyyah dan sistem teologi Asy’ariyah.

Seorang tenaga pengajar di Nizhamiyah selalu dibantu oleh dua orang pelajar yang bertugas membaca dan menerangkan kembali kuliah yang telah diberikan kepada mahasiswa yang ketinggalan. Sistem belajar di Madrasah Nizhamiyah yaitu, tenaga pengajar berdiri di depan ruang kelas menyajikan materi-materi kuliah, sementara para pelajar duduk dan mendengarkan materi. Kemudian dilanjutkan dengan dialog atau tanya jawab antara pengajar dan para pelajar mengenai materi yang disajikan.

Dari perguruan yang menjadi model perguruan tinggi pada kemudian hari ini telah lahir banyak cendekiawan dalam berbagai disiplin ilmu. Di antara mereka adalah Al-Zamakhsyari dan Al-Qusyairi, pakar di bidang tafsir Alqur’an dan ilmu kalam, Al-Ghazali di bidang ilmu kalam dan tasawuf, dan Umar Khayyam di bidang astronomi.
Keberhasilan pengajaran madrasah-madrasah Nizhamiyah bisa diketahui dari laporan Abu Ishaq Asy-Syirazi yang menyatakan bahwa selama melakukan perjalanan dari Khurasan sampai Baghdad, ia menemukan semua murid-muridnya sudah menduduki jabatan-jabatan penting seperti qadhi, mufti, atau khatib.


Perpustakaan yang Lengkap

Pada  tahun 458 Hijriyah (1065 M), perguruan Nizhamiyah dilengkapi dengan sebuah perpustakaan. Sebagian besar koleksi perpustakaan ini diperoleh melalui sumbangan. Misalnya, Muhibuddin bin Al-Najjar Al-Baghdadi mewakafkan sejumlah koleksi besar pribadinya senilai 1000 dinar kepada perpustakaan ini.



Kemudian, An-Nashir yang menyumbangkan beribu buku dari koleksi kerajaannya. Menurut Ibnu Inabah dalam karyanya “Umdah At-Thalib”, perpustakaan ini memiliki koleksi sebanyak 80.000 buku dan mempekerjakan pustakawan-pustakawan tetap sebagai staf, yang menerima gaji besar.
Beberapa pustakawan terkemuka yang bekerja di perpustakaan Nizhamiyah adalah Abu Zakariya At-Tabrisi dan Ya’qub bin Sulaiman Al-‘Askari. Pada tahun 510 Hijriyah (1116 M), perpustakaan ini mengalami kebakaran hebat sehingga sebuah bangunan baru pun didirikan di bawah perintah An-Nashir.

Nizhamul Mulk

Nizhamul Mulk adalah seorang perdana menteri Dinasti Saljuk pada masa pemerintahan Sultan Alp Arselan dan Sultan Malik Syah. Nama aslinya adalah Abu Ali Hasan bin Ali bin Ishaq At-Thusi. Dia pernah belajar dari para ulama madzhab Syafi’i, di antaranya Hibatullah Al-Muwaffaq.

Ayahnya adalah seorang pegawai pemerintahan Ghaznawi di Thus, Khurasan. Hubungan Nizhamul Mulk dengan Khalifah Abbasiyah juga dijalin dengan baik sehingga ia mendapat penghargaan dari Khalifah Al-Qa’im dari Abbasiyah.

Dalam Al-Kamil fi At-Tarikh, karya Ibnul Atsir, disebutkan bahwa Nizhamul Mulk adalah seorang alim, agamawan, dermawan, adil, penyantun, dan suka memaafkan orang yang bersalah, banyak diam, majelisnya ramai didatangi para qari, faqih, ulama, dan orang-orang yang suka kebaikan dan kebajikan. Dikatakan pula ia senang menjamu dan menghibur orang-orang fakir miskin. Ia meningkatkan sarana dan prasarana bagi mereka yang menunaikan ibadah haji ke Makkah.

Pengajar-pengajar Nizhamiyyah



        Abu Ishaq Asy-Syirazi.

     Abu Nasr As-Sabbagh.
   
     Abu Muhammad Asy-Syirazi.

     At-Tibrizi

     Al-Qazwini.

     Al-Fairuzabadi.

     Imam Haramain Al-Juwaini.

     Imam Abu Hamid Al-Ghazali.

Rabu, 03 Oktober 2018

Kisah Uzair, Nabi Bani Israil



Diwafatkan Allah dan dihidupkan kembali setelah 100 tahun

Nabi Allah banyak yang lahir dari kalangan Bani Israil. Di antara nabi-nabi itu ada yang dikisahkan dalam Alqur’an, ada pula yang tidak. Salah satu nabi Bani Israil yang dikisahkan Alqur’an adalah Uzair.

Uzair disebutkan dua kali dalam Alqur’an, yaitu surah Al-Baqarah dan surah At-Taubah. Orang-orang Yahudi menyebutnya Izra. Menurut Ibnu Katsir dia adalah salah satu nabi dari kalangan Bani Israil yang hidup di antara zaman Nabi Dawud-Sulaiman dan zaman Nabi Zakariya.

Suatu hari, Uzair keluar menuju daerah asalnya dengan mengendarai keledainya. Ketika sampai di suatu tempat, ia melihat tempat itu dipenuhi bangunan yang sudah rusak, kemudian ia menuju salah satu bangunan tersebut.

Uzair lalu turun dari keledainya, ia ingin istrahat sejenak di bangunan rusak itu. Setelah makan siang dari bekal yang dibawanya, Uzair menyandarkan tubuhnya di dinding sambil melihat-lihat atap gedung dan apa yang ada di dalam bangunan itu. Semua tampak berantakan.

Penghuni negeri itu telah binasa, nampak tulang belulang berserakan. Melihat pemandangan itu, Uzair berkata pada diri sendiri, “Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?” Sebenarnya, Uzair tidak meragukan Allah. Sebaliknya, ia sangat yakin bahwa Allah dapat menghidupkan negeri itu, tetapi ia berkata seperti itu karena kekaguman dan keheranannya. Tak lama berselang, Allah mengutus malaikatnya untuk mencabut ruh Uzair. Ia mewafatkannya selama seratus tahun.

Seratus tahun telah berlalu. Selama itu telah terjadi berbagai macam peristiwa. Allah mengutus malaikatnya untuk menghidupkan kembali Uzair dari kematiannya. Setelah hidup kembali, malaikat itu bertanya kepadanya berapa lama ia berada di tempat tersebut.

Allah menyebutkan kisahnya dalam Alqur’an, "Allah bertanya, ‘Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?’ Ia menjawab, ‘Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari.’ Allah berfirman, ‘Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya, lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah, dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang).”
Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia. Dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali. kemudian Kami membalutnya dengan daging.’ Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) dia pun berkata, ‘Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.’" (QS. Al-Baqarah: 259).

Menulis Kembali Taurat

Setelah menyaksikan keajaiban yang terjadi, Uzair menaiki keledainya dan pulang ke rumah. Di kampungnya, dilihatnya telah banyak perubahan yang terjadi. Setelah beberapa lama, akhirnya ia menemukan rumahnya. Di sana ia menjumpai seorang wanita yang telah renta berusia 120 tahun yang samar-samar masih ia kenali. Wanita itu adalah putri budak Uzair dahulu. Meski buta, ingatan wanita itu masih baik.

Uzair menyebutkan bahwa dirinya adalah Uzair yang seratus tahun silam menghilang. Namun, wanita tua itu ragu. Wanita itu lalu mengatakan, “Sesungguhnya, Uzair memiliki doa yang mustajab. Ia biasa mendoakan kesembuhan bagi orang-orang yang sakit dan tertimpa kesulitan. Jika engkau adalah Uzair, maka berdoalah kepada Allah agar berkenan mengembalikan penglihatanku sehingga aku bisa melihatmu.”

Uzair pun berdoa kepada Allah. Ia mengusap kedua mata wanita tua itu dan atas izin Allah penglihatannya kembali membaik. Ia dapat melihat dan mengenali wajah Uzair dengan baik. Ia yakin sosok di hadapannya adalah Uzair. Wanita itu lalu mengumumkan kedatangan Uzair kepada seluruh penduduk. Kedatangan Uzair menjadi keberkahan bagi Bani Israil, karena ketika itu Taurat tidak ada yang tersisa karena telah dibakar oleh Raja Bukhtanashar. Sementara Uzair, satu-satunya orang yang menghafal seluruh isi Taurat. Saat itu, dimulailah kembali penulisan Taurat secara lengkap.

Dianggap Anak Allah

Waktu terus berlalu, generasi baru lahir menggantikan generasi sebelumnya. Sebagian orang awam Yahudi merasa takjub dengan kisah Uzair yang mereka dengar dari generasi mereka sebelumnya. Mereka takjub dengan Uzair yang diwafatkan Allah selama seratus tahun kemudian dihidupkan kembali.

Mereka juga takjub dengan Uzair yang mampu menghafal seluruh isi Taurat tanpa salah sedikit pun. Mereka kemudian mengatakan bahwa semua keajaiban itu terjadi jika Uzair hanya seorang nabi. Oleh karena itu mereka mengatakan bahwa Uzair adalah anak Allah.

Allah berfirman, “Dan orang-orang Yahudi berkata, ‘Uzair adalah putera Allah,’ dan orang-orang Nasrani berkata, ‘Al-Masih adalah putera Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka. Mereka meniru perkataan orang-orang kafir terdahulu…” (QS. At-Taubah: 30).

Selasa, 11 September 2018

Sang Halilintar Anatolia




Turki pernah mengalami masa kejayaan ketika berada di bawah Dinasti Utsmaniyah selama ratusan tahun. Pemimpin mereka dikenal sebagai sultan-sultan pemberani yang ditakuti oleh raja-raja Eropa.

Di antara sultan Utsmani yang disegani musuh adalah Sultan Bayazid (Bayazid I). Bayazid adalah keempat dalam silsilah Dinasti Utsmaniyah, ayahnya adalah Sultan Murad, dan kakeknya adalah Sultan Orkhan, putra dari Sultan Utsman, pendiri Daulah Utsmaniyah.

Bayazid dikenal sebagai seorang pemberani dan gemar berjihad fi sabilillah, sebagaimana para pendahulunya. Kehebatannya di medan pertempuran dan kecepatannya dalam menghadapi musuh membuat orang-orang memberinya julukan “Yildirim”, yang berarti Halilintar. Jika nama itu disebut, orang-orang Eropa, khususnya Konstantinopel, akan merinding mendengarnya. Begitulah para pemimpin Islam dahulu, disegani musuh-musuh Allah.

Bayazid  menjadi sultan menggantikan ayahnya, Sultan Murad yang syahid dalam pertempuran Kosovo pada 1389 M melawan orang-orang Salib Serbia. Ia ditikam oleh seorang pasukan Serbia dengan menggunakan pisau beracun.

Sultan Bayazid semenjak menduduki jabatannya sebagai sultan Utsmani, mampu memimpin negerinya dengan baik. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, ia berhasil menguasai Bulgaria, salah satu negara penting di Balkan. Hal ini tentu saja membuat khawatir pasukan Salib Eropa, sehingga mereka bersatu menggabungkan kekuatan menghadapi Sultan Bayazid.

Eropa yang dipimpin Raja Hungaria, Sigismund, berhasil menggabungkan kekuatan mereka yang terdiri dari berbagai negeri: Prancis, Jerman, Inggris, Swiss, dan yang lainnya. Jumlah pasukan mereka mencapai 120.000 pasukan. Pasukan besar ini bertemu dengan 100.000 pasukan Utsmani yang dipimpin Sultan Bayazid di Nikopolis. Perang pun tak terelakkan, atas izin Allah, pasukan Islam berhasil meraih kemenangan.

Kekalahan pasukan Salib pada Perang Nikopolis membuat orang-orang Eropa khawatir. Mereka menganggap kekalahan itu sebagai bencana yang besar. Tidak lama lagi, orang-orang Turki Utsmani akan menguasai negeri-negeri mereka dengan mudah. Sementara bagi Sultan Bayazid, kemenangan di Nikopolis melambungkan namanya. Beritanya tersebar di seluruh negeri Islam, hingga Khalifah Abbasiyah di Kairo memberinya gelar “Sultan Romawi”, dan mendukung perjuangan jihadnya melawan pasukan Salib Eropa.

Setelah kemenangan yang gemilang ini, banyak kaum muslimin yang hijrah ke Anatolia, ibu kota pemerintahan Dinasti Utsmaniyah. Mereka semua mendukung perjuangan dan jihad Sultan Bayazid I. Tapi, tidak sedikit juga di antara mereka yang datang karena lari dari serbuan Timurlenk, pemimpin bangsa Mongol. Sultan Bayazid telah mengepung Konstantinopel, ibukota kekaisaran Romawi Timur. Bahkan disebutkan, di dalam kota itu telah dibangun masjid atas permintaan Sultan Bayazid. Penaklukkan Konstantinopel memang menjadi target utama sang Sultan. Hanya saja, rencananya terhenti akibat serangan dari Timurlenk.

Pasukan Timurlenk

Ketika Sultan Bayazid berkuasa, di Samarkand, salah satu wilayah Khurasan, telah berdiri pemerintahan kuat yang dipimpin oleh Timurlenk, salah satu keturunan Mongol. Ia memang telah masuk Islam, tapi sifat-sifat leluhurnya yang bengis masih melekat pada dirinya. Timurlenk memiliki wilayah kekuasaan yang luas, mulai dari India, Damaskus, Transaxonia, dan wilayah Rusia.

Kehadiran Timurlenk membuat senang para pemimpin Eropa. Adanya Timurlenk membuat kerja mereka menghadapi Sultan Bayazid menjadi lebih ringan. Pada tahun 1402, terjadilah pertempuran antara Sultan Bayazid menghadapi pasukan Timurlenk yang berjumlah 800 ribu pasukan. Sementara pasukan Sultan Bayazid hanya 120.000 pasukan.


Perbedaan jumlah pasukan yang sangat jauh itu memberi kekalahan telak pada pihak Utsmani. Banyak dari tentara Bayazid yang mati kehausan karena kekurangan air, terlebih pada waktu itu musim kemarau sedang berlangsung. Sultan Bayazid pun ditangkap dan menjadi tawanan Timurlenk.

Kematian Sultan Bayazid

Setelah delapan bulan menjadi tawanan Timurlenk, pada tahun 1403 (805 Hijriyah), Sultan Bayazid I meninggal dunia. Ia meninggal masih dalam kondisi terbelenggu. Kekalahan Turki Utsmani, dan kematian Sultan Bayazid membuat senang orang-orang Eropa. Mereka mengirimkan ucapan selamat kepada Timurlenk atas keberhasilannya mengalahkan pasukan Turki Utsmani.

Ketika Sultan Bayazid meninggal, Timurlenk memperkenankan anaknya, Sultan Amir Musa mengambil mayat ayahnya. Ia dipulangkan ke Anatolia dan dimakamkan di sana, tidak jauh dari masjid di Anatolia. Sampai saat ini makamnya masih sering dikunjungi para peziarah. Sultan Bayazid meninggal dunia dalam usia 44 tahun.


Kematiannya memberikan luka yang mendalam bagi ummat Islam. Sementara itu, terjadi konflik di antara putra-putra Sultan yang berlangsung selama sepuluh tahun. Selama masa itu, seakan-akan pemerintahan Utsmaniyah telah runtuh sampai Sultan Muhammad Jalabi, putra Sultan Bayazid tampil dan memimpin kembali kesultanan Utsmani pada tahun 1379 M.

Selasa, 04 September 2018

Pengusiran Yahudi Bani Nadhir


Keluarnya Bani Nadhir dari Madinah  

          
Pada peristiwa Bi’ru Ma’unah, beberapa orang sahabat terbunuh oleh kaum musyrikin. Seorang sahabat berhasil selamat, yaitu Amr bin Umayyah. Ia segera bergerak menuju Madinah. Dalam perjalanan, ia berpapasan dengan dua orang dari Bani Kilab di sebuah desa bernama Qarqarah. Amr menganggap dua orang itu sebagai musuh sehingga ia membunuh mereka. Padahal dua orang itu memiliki kesepakatan dengan Rasulullah.

Sesampainya di Madinah, Amr memberi tahu Rasulullah apa yang telah dilakukannya tadi. Mendengar laporan itu, Rasulullah bersabda, “Kamu telah membunuh dua orang yang darahnya harus kutebus.” Rasulullah menganggap pembunuhan yang dilakukan oleh Amr bin Umayyah terhadap dua orang dari Bani Kilab harus diselesaikan. Beliau harus membayar tebusan. Jika tidak, kaum muslimin akan dianggap bersalah telah melanggar kesepakan, dan akibatnya akan lebih banyak lagi pertumpahan darah.

Masa-masa ini memang masa sulit bagi Rasulullah dan kaum muslimin. Mereka baru saja dikalahkan kaum musyrikin Makkah di Uhud, dan belum juga tahun berganti, kaum muslimin kembali banyak berguguran di Bi’ru Ma’unah. Dalam masa-masa ini pula Rasulullah melaksanakan qunut dalam setiap shalat beliau, mendoakan para syuhada yang syahid.

Rasulullah pun mengunjungi Bani Nadhir disertai beberapa sahabat beliau, seperti Abu Bakar, Umar, dan Ali. Rasulullah meminta mereka turut menyumbangkan tebusan. Antara ummat Islam dan ummat Yahudi telah terjalin kesepakatan untuk saling bantu satu sama lain.

Yahudi Bani Nadhir menerima kedatangan beliau dan para sahabat dengan baik. Namun, kebaikan mereka hanyalah luarnya saja. Di dalam hati mereka menyimpan kebencian dan permusuhan yang mendalam. Ketika Rasulullah sedang duduk di dekat tembok, mereka bermusyawarah siapa yang berani menjatuhkan sebuah batu besar dari atas rumah ke kepala Rasulullah. Seorang Yahudi bernama Amr bin Jahsy menyanggupinya.

Saat itu, Malaikat Jibril turun dan menyampaikan niat orang-orang Yahudi tersebut kepada Rasulullah. Setelah memperoleh kabar dari Jibril, Rasulullah segera berdiri dan keluar dari rumah meninggalkan perkampungan Bani Nadhir. Beliau kembali ke Madinah tanpa diikuti para sahabat. Sementara itu, para sahabat (Abu Bakar, Umar, Ali, dan lainnya) mengira Rasulullah pergi sebentar saja dan akan kembali lagi, karena beliau saat keluar tadi tidak memberitahukan apa-apa kepada mereka. Karena lama menunggu, akhirnya mereka juga kembali ke Madinah.

Di Madinah, Rasulullah memberitahukan kepada para sahabatnya bahwa tadi Jibril datang kepadanya menyampaikan makar yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi Bani Nadhir. Maka, Rasulullah mengumpulkan pasukannya dan bersiap mengepung perkampungan Bani Nadhir. Terlebih dahulu Rasulullah mengutus sahabatnya untuk menyampaikan kepada Bani Nadhir untuk meninggalkan perkampungan mereka. Mereka telah melanggar perjanjian, dan itu menandakan mereka tidak dapat tinggal berdampingan dengan kaum muslimin. Namun, mereka menolak untuk keluar dari kampung mereka, sehingga Rasulullah memerangi mereka.

Abdullah bin Ubay, Gembong Munafik

Melalui utusannya, Rasulullah menyampaikan agar dalam waktu sepuluh hari kaum Yahudi Bani Nadhir harus mengosongkan kampung mereka dan keluar dari Madinah. Jika tidak keluar dalam tempo yang telah diberikan, maka mereka harus diperangi. Di sini, Abdullah bin Ubay bin Salul pemimpin golongan munafik mengirim pesan kepada kaum Yahudi untuk tetap tinggal di kampung mereka, karena dia memiliki 2000 prajurit yang bersiap membantu mereka.

Bani Nadhir yang semula takut, kini menjadi berani karena mendapat dukungan dan bantuan dari Abdullah bin Ubay. Mereka pun enggan keluar dari kampung, mereka menyatakan perang. Di sini kita lihat bagaimana peran Abdullah bin Ubay, ingin memperlemah posisi kaum muslimin. Allah menyebutkan peran Abdullah bin Ubay.

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang munafik yang berkata kepada saudara-saudara mereka yang kafir di antara ahli kitab, ‘Sesungguhnya jika kamu diusir niscaya kamipun akan keluar bersamamu, dan kami selama-lamanya tidak akan patuh kepada siapapun untuk (menyusahkan) kamu, dan jika kamu diperangi pasti kami akan membantu kamu.’ Dan Allah menyaksikan bahwa sesungguhnya mereka benar-benar pendusta.” (QS. Al-Hasyr: 11).

Setelah mengepung mereka selama enam malam, kaum muslimin berhasil menembus benteng-benteng kokoh Bani Nadhir. Akhirnya, mereka mengaku kalah dan bersedia keluar dari kampung mereka. Sementara, orang-orang munafik, tidak menolong mereka sedikit pun. Benar kata Allah, sesungguhnya mereka benar-benar pendusta!

Keluar dari Madinah

Rasulullah membolehkan kaum Yahudi membawa semua harta benda mereka kecuali senjata. Mereka membawa semua harta benda yang mereka miliki hingga unta mereka penuh bawaannya. Termasuk pintu-pintu rumah dan jendela mereka, mereka ikut mencopotnya untuk dibawa. Ya, mereka menghancurkan rumah-rumah mereka sendiri. Inilah yang difirmankan oleh Allah dalam Alqur’an.

“Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah. Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka, mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan.” (QS. Al-Hasyr: 2).

Dengan demikian, Yahudi Bani Nadhir adalah suku yahudi kedua yang terusir dari Madinah setelah sebelumnya telah didahului oleh Yahudi Bani Qainuqa’.

Faidah Kisah
  • Yahudi telah memusuhi ummat Islam sejak dulu.
  • Mereka selalu melanggar perjanjian dengan ummat Islam.
  • Terbebasnya Rasulullah dari makar kaum Yahudi menunjukkan bahwa beliau benar seorang nabi.
  • Kaum munafik selalu bergandengan tangan dengan orang-orang kafir untuk melawan Islam.
  • Berdusta adalah satu ciri orang munafik.


Teknologi Robot Era Kejayaan Islam


Telah berkembang di Dunia Islam pada abad ke-12   
     

Para ilmuwan Barat selalu mengatakan bahwa perintis teknologi robot adalah ilmuwan mereka asal Italia yang hidup pada abad ke-15, Leonardo Da Vinci. Da Vinci merancang pembuatan robot pada tahun 1478 M.

Padahal jauh sebelum Leonardo Da Vinci lahir, seorang ilmuwan Muslim yang hidup pada abad ke-13 telah mampu merancang dan menciptakan robot mirip manusia. Ilmuwan itu bernama Abul Izz bin Ismail bin Ar-Razzaz al-Jazari, lebih dikenal dengan al-Jazari.

Al-Jazari seorang insinyur jenius merupakan orang pertama yang merumuskan konsep robotik pertama dalam sejarah. Ia membuat rancangan sebuah robot humanoid yang dapat diprogram pada tahun 1206 M, lebih dua ratus tahun sebelum Leonardo Da Vinci merancang robotnya yang baru sebatas di atas kertas. Robot rancangan al-Jazari ini pada dasarnya menyerupai sebuah mekanisme berbentuk perahu dengan empat robot pemain musik otomatis yang dapat mengapung di tengah danau untuk menghibur para tamu dalam acara jamuan minum di istana kerajaan.

Robot temuan al-Jaziri tersebut terdiri dari dua penabuh drum, seorang peniup harpa dan pemain suling logam. Al-Jazari mengembangkan prinsip hidrolik untuk menggerakkan mesin yang kemudian hari dikenal sebagai mesin robot. Ini adalah robot pertama yang bisa diprogram. Robot penabuh drum yang dirakit al-Jazari dapat memainkan beragam irama yang berbeda-beda. Penemuan al-Jaziri ini adalah pencapaian penting yang belum pernah ditemukan oleh peradaban-peradaban sebelumnya.

Selain robot yang mampu bermusik, al-Jazari juga berhasil menciptakan sebuah robot pramusaji berbentuk manusia yang bertugas untuk menghidangkan air, teh, dan minuman lainnya. Minuman disimpan dalam sebuah tank dengan penampung air. Dari penampung air itu, air dialirkan ke dalam sebuah ember dan setelah tujuh menit mengalir ke sebuah cangkir. Setelah itu, robot itu mengeluarkan minumannya.

Al-Jazari juga menciptakan pencuci tangan otomatis dengan mekanisme pengurasan. Mekanisme yang dikembangkan al-Jazari itu, kini digunakan dalam sistem kerja toilet modern. Robot pencuci tangan sistematis al-Jazari itu berbentuk manusia yang berdiri dengan sebuah baskom berisi air. ketika seorang pengguna menarik tuas, air akan mengering dan robot itu akan kembali mengisi baskom dengan air. Sangat canggih. Robot canggih lainnya yang diciptkan insyinyur muslim ini adalah bunga merak yang bisa bergerak otomatis. Al-Jazari menggerakkan robot burung merak itu dengan tenaga air.

Lebih Dekat Dengan Al-Jazari

Dia adalah As-Syaikh Ra’is al-Amal Badiuzzaman Abu al-Izz bin Ismail bin ar-Razzaz al-Jazari. Lahir sekitar tahun 561 H (1165 M). Ra’is al-Amal (Kepala Insinyur) merupakan gelar yang diberikan para insinyur muslim di abad ke-13 kepadanya. Sedangkan sebutan Badiuzzaman dan Syaikh yang disandangnya menunjukkan bahwa al-Jazari adalah seorang ilmuwan yang memiliki ilmu yang tinggi dalam bidang robotika ini.


Al-Jazari berasal dari Jazirah Ibnu Umar di Diyar Bakr, Turki. Pendapat lainnya menyebutkan bahwa ia lahir di al-Jazira, sebuah kawasan yang terletak di sebelah utara Mesopotamia, yakni kawasan di utara Irak dan timur laut Suriah. Tepatnya antara Sungai Tigris dan Eufrat.

Al-Jazari hidup pada masa Dinasti Ayyubiyah. Karena kejeniusannya, ia dipekerjakan sebagai insinyur di istana Artuqid di Diyar Bakr, Turki pada penghujung abad ke-12, atau sejak tahun 570 H (1174 M) dan 602 H (1206 M). Al-Jazari menyusun kitab Risalah tentang Mekanisme Automata yang berisi ilustrasi dari mesin-mesin karya rancangannya yang menakjubkan. Di dalamnya juga tertulis rinci silsilah nama-nama para sultan dan para filosof kenamaan abad ke-12. Mereka inilah yang memberikan perlindungan dan dukungan dana sepenuhnya bagi al-Jazari untuk menghasilkan berbagai temuan berharganya. Ia wafat pada tahun 607 H (1210 M).

Jam Gajah Otomatis

Pada tahun 1206, al-Jazari membuat sebuah jam berbentuk agajah yang menjadi cikal bakal jam mekanis modern. Jam gajah ini merupakan jam bertenaga air yang dimodifikasi sedemikian rupa. Komponen-komponen utama jam tersebut diletakkan di atas sebuah patung gajah besar yang penuh hiasan kerajaan.


Seluruh mekanisme komponen jam tersebut didesain khusus agar dapat menggerakkan jarum jam dan mengeluarkan bunyi-bunyian setiap setengah jam sekali. Model jam ini mengingatkan kita pada jam-jama berdentang yang banyak dijumpai di kota-kota besar di Eropa pada abad pertengahan yang dilengkapi dengan patung-patung yang dapat bergerak dan menari. Kemungkinan jam-jam Eropa tersebut terinspirasi oleh jam gajah al-Jazari.

Temuan-temuan al-Jazari

  • Jam otomatis bertenaga air.
  • Robot penabuh drum.
  • Robot pramusaji yang menghidangkan minuman.
  • Roda gigi (gear).
  • Pompa dan perangkat untuk mengambil air dari sumur.
  • Dan puluhan penemuan lainnya.


Kamis, 02 Agustus 2018

Kelompok Pembunuh Assassin




Dalam Islam dikenal dengan Al-Hasyasyin         

Al-Hasyasyin (al-hasyasyun) merupakan salah satu sekte dalam aliran Syiah Ismailiyah. Dalam literatur Barat mereka dikenal dengan Assassin.

Hasyasyin, sebuah sekte ‘assasin’ atau pembunuh yang bermarkas di pegunungan Alamut, selatan Laut Kaspia. Menurut etimologi yang dipercaya selama ini, kata hasyasyin atau assasin diambil dari kebiasaan anggota ini mengonsumsi hasyisy, candu dari tanaman Canabis Indica.

Namun, etimologi lain yang lebih meyakinkan menyatakan bahwa kata tersebut berasal dari ‘hasasin’ atau ‘para pengikut Hasan’. Diambil dari pendiri kelompok ini, Al-Hasan Ash-Shabbah. Hassan Ash-Shabbah lahir di Persia sekitar 1054 M dan biasa dijuluki “Pak Tua dari Gunung”. Ia berkawan dengan penyair Omar Khayyam, penulis Rubaiyat yang terkenal. Ia memeluk doktrin Ismailiyah dan pada 1090 dan kemudian mampu menaklukkan wilayah Alamut di Iran.

Di wilayah tersebut, Hassan menciptakan ordo yang rumit dengan sembilan hierarki, termasuk lassik, fedawi, dan refik. Fedawi menjalankan misi bunuh diri: jika mendapat instruksi untuk membunuh seseorang, mereka akan melakukannya tanpa peduli pengorbanan yang harus dilakukan. Saat memerintahkan sebuah misi pembunuhan kepada para pengikutnya, Hassan mengatakan bahwa apabila berhasil menjalankannya, malaikat akan membawa mereka ke surga.

Kelompok ini biasa melakukan pembunuhan dengan bayonet demi mencapai tujuan politiknya. Anggota kelompok yang menyebar ke seluruh Asia dengan melakukan tugas sebagai misionaris. Anggota kelompok Hasyasyin adalah anak-anak muda yang dipilih karena kekuatan fisik dan keberaniannya. Mereka menerima suatu latihan untuk menggembleng mereka dengan semangat kepatuhan mutlak kepada sang Pemimpin Agung.

Dengan menguasai sejumlah benteng di atas perbukitan yang sulit dicapai lawan di kawasan yang terbentang antara Suriah dan Iran, gerakan ini mampu bertahan sampai hampir dua abad lamanya. Kemunduran baru dirasakan gerakan Hasyasyin setelah Hulagu Khan, keturunan Mongol yang mendirikan Dinasti Ilkhan di Iran, berhasil meluluhlantahkan markas besar mereka di Benteng Alamut pada 1256 M (654 Hijriyah). Setelah itu makin merosot setelah meninggalnya pemimpin mereka, Ruknuddin bin Muhammad yang bergelar Khur Syah.

Kehancuran gerakan ini semakin menjadi setelah para pengikut gerakan ini di Mesir dan Suriah dihabisi oleh pasukan Sultan Az-Zhahir Baybars dari Dinasti Mamluk pada 1272 M (671 Hijriyah). Akibatnya, berakhir pula peran mereka sebagai suatu kekuatan politi yang sebelumnya memiliki dampak besar dalam memicu penyerbuan pasukan Salib dan tentara Mongol ke kawasan Timur Tengah pada Abad Pertengahan.

Setelah benteng pertahanan gerakan ini runtuh para pengikutnya yang berjumlah tidak banyak kemudian berpencar ke berbagai kawasan dunia Islam. Pada abad ke 19 M (13 H), para pengikut gerakan ini mengangkat seorang imam baru dengan gelar Aga Khan.

Miliki Perpustakaan Besar

Para pengikut sekte ini punya perpustakaan luar biasa bernama Perpustakaan Alamut. Pada 1256 Perpustakaan Alamut runtuh bersama dengan benteng yang menaunginya akibat serang pasukan Mongol. Para anggota sekte akhirnya menyerah kepada tentara Mongol.



Sebuah anekdot menceritakan, ketika tentara Mongol memeriksa buku-buku di perpustakaan, alangkah terkejutnya mereka ketika mendapati banyak bunga rampai puisi dan risalah ilmu astronomi selain teks-teks keagamaan. Disebutkan bahwa jumlah buku yang ada di perpustakaan tersebut berjumlah 500 ribu buku. Semua buku itu musnah dibakar.

Senin, 23 Juli 2018

Buku: 40 Hadits Permisalan Pilihan

Dalam beberapa kesempatan, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak jarang memberikan permisalan kepada para sahabat beliau dengan tujuan agar para sahabat lebih mudah memahami apa yang disampaikan oleh beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Di antara sabda beliau yang berisi permisalan adalah hadits yang tercantum dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, "Perumpamaan seorang Mukmin seperti tanaman yang diterpa angin ke kanan dan ke kiri, senantiasa mengalami cobaan. Sedangkan permisalan orang munafik dan kafir seperti pohon aras yang tegak dan kokoh tak pernah digoyangkan angin hingga Allah membinasakannya jika Dia berkehendak” (HR. Bukhari nomor 5644 dan Muslim nomor 2809).

Sabda beliau lainnya, dari Abu Musa Al-Asy’ary Radiyallahu ‘Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Permisalan orang yang menyebut Allah dan yang lalai dari-Nya, ialah permisalan orang yang hidup dan orang yang telah mati” (HR Bukhari nomor 6407).

Hadits-hadits berisi permisalan tersebut dirangkum oleh Rachmat Badani, Lc. MA., ustadz muda alumni Fakultas Hadits Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia dalam buku berjudul "Amtsaal Al-Hadits 40 Hadits Permisalan Pilihan" yang dibahas dengan sangat apik dan menarik. 

Buku ini adalah kumpulan 40 hadits pilihan yang mengusung satu tema yang sama, yaitu permisalan-permisalan yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Mengapa hadits permisalan? Karena kebutuhan setiap muslim untuk memahami makna yang luas dan atau tersembunyi dari hadits-hadits permisalan tersebut yang terkadang tidak dapat diungkapkan melalui kata-kata biasa.


Meskipun sang penulis hanya memilih 40 hadits, namun semuanya adalah hadits yang sangat penting untuk diresapi maknanya. Dan penulis telah berusaha sebisa mungkin untuk menyusun tema buku ini dengan sebaik-baiknya, memfokuskan syarah hadits yang berkaitan dengan permisalannya dan merajutnya dalam bingkai dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits yang shahih atau hasan. Sehingga melalui pendalaman yang baik dan seksama, pembaca akan menemukan bukti-bukti kemuliaan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan seiring berakhirnya membaca buku ini, pembaca akan jatuh cinta kepada hadits beliau dan ingin mengetahui lebih banyak lagi.




Judul Buku  :Amtsaal Al Hadits 40 Hadits Permisalan Pilihan


Penulis        : Rachmat Badani, Lc. MA.


Tebal          : 208 halaman


Cetakan      : Pertama, Juli 2018

Penerbit      : Al Qalam Media Lestari

Orang-orang Beriman yang Dibakar dalam Parit



Kisah Ashabul Ukhdud

Allah Ta’ala berfirman, “Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit (ashabul ukhdud), yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar.” (QS. Al-Buruj: 4-5)

“Ketika mereka duduk di sekitarnya sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji...” (QS. Al-Buruj: 6-8)

Ayat di atas menggambarkan kekejaman seorang penguasa yang menyuruh menggali parit, lalu memasukkan orang-orang beriman ke dalamnya. Padahal, di dalam parit itu ada api menyala-nyala yang siap membakar tubuh orang-orang beriman itu.

Ada pendapat yang menyebutkan bahwa peristiwa ini terjadi sekitar 75 tahun sebelum Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam lahir. Para ulama sepakat bahwa surah Al-Buruj di atas mengisahkan tentang Raja Himyar, di daerah Najran-Yaman yang bernama Dzu Nuwas. Ia memerintahkan kepada tentaranya untuk membakar hidup-hidup orang-orang yang tidak mengakuinya sebagai tuhan.

Secara bahasa, kata al-ukhdud diambil dari kata al-khadd dan al-khaddah, yang berarti galian yang digali dengan bentuk memanjang. Jamaknya adalah akhaadiid. Imam Ibnu Katsir mengatakan dalam Tafsirnya, “Yang demikian itu merupakan pemberitahuan tentang satu kaum dari orang-orang kafir yang menindas orang-orang beriman kepada Allah yang hidup di tengah-tengah mereka. Mereka memaksa dan menghendaki agar orang-orang beriman itu keluar dari agama yang mereka yakini, namun orang-orang beriman menolak ajakan itu sehingga orang-orang kafir itu membuat parit di bumi.

Di dalam parit itu mereka menyalakan api dan menyiapkan bagi mereka bahan bakar agar api itu tetap menyala. Kemudian mereka bersikeras meminta orang-orang beriman kembali kepada mereka, tetapi oang-orang beriman menolak sehingga mereka dilemparkan ke dalam parit tersebut.”

Raja Dzu Nuwas adalah seorang Yahudi, dia selalu menindas kaum Nasrani yang ada di Najran. Dia memberi dua pilihan kepada mereka, yaitu keluar dari agama mereka dan masuk ke dalam agama Yahudi, atau mereka dibakar hidup-hidup jika tetap pada keyakinannya. Orang-orang Nasrani pengikut Isa Alaihissalam itu menolak untuk berpindah keyakinan sehingga mereka dimasukkan di dalam parit yang menyala-nyala.

Jumlah korban yang dimasukkan ke dalam parit oleh Dzu Nuwas sebanyak 20.000 orang, termasuk seorang perempuan bersama bayi dalam gendongannya. Bayi itu berkata kepada ibunya, “Bersabarlah wahai ibuku, sesungguhnya engkau berada dalam kebenaran.”

Satu Orang yang Selamat

Dalam peristiwa itu ada satu orang yang selamat. Ia berhasil melarikan diri dan pergi menghadap kaisar Romawi yang beragama Nasrani. Kaisar menulis surat kepada Raja Najasy di Habasyah. Maka Najasy segera mengirimkan tentara Nasrani ke Yaman dan menghancurkan mereka. Di masa sebelum Rasulullah lahir, orang-orang Habasyah inilah yang menguasai Yaman, di bawah kepimpinan Abrahah.

Diturunkannya ayat ini kepada Rasulullah dan kaum muslimin di Mekah, untuk memperkuat keyakinan kaum muslimin terhadap setiap ujian dan cobaan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik Quraisy. Penyiksaan yang mereka lakukan terhadap Bilal bin Rabah belum seberapa jika dibandingkan dengan penyiksaan Ashabul Ukhdud ini kepada orang-orang beriman di masa itu.

Bersabar Hadapi Ujian

Ayat ini juga sebagai tarbiyah bagi para sahabat yang ketika itu mendapatkan berbagai macam ujian oleh orang-orang kafir Quraisy di Makkah. Karena terlalu banyak dan beratnya ujian yang mereka hadapi, sebagian dari mereka hampir saja putus asa akan pertolongan Allah. Imam Bukhari meriwayatkan dari Khabbab bin Al-Aratt, dia berkata, “Kami mengadu kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika beliau berbantal dengan burdah miliknya di bawah naungan Ka’bah seraya bertutur kepadanya, ‘Tidakkah engkau meminta pertolongan untuk kami? Tidakkah engkau berdoa untuk kami?’

Lalu beliau menjawab, ‘Dulu ada orang sebelum kalian yang pernah digalikan lobang untuknya di tanah, lalu ia dibenamkan di situ, lalu dihadirkan gergaji yang membelah kepalanya hingga terpotong menjadi dua, kemudian daging dan tulangnya disisir dengan sisir yang terbuat dari besi namun hal itu semua tidak sedikit pun membuatnya berpaling dari agamanya.

Demi Allah, sungguh Dia akan menyempurnakan urusan ini (Islam) hingga kelak ada orang yang melakukan perjalanan dari Shan’a menuju Hadramaut dalam kondisi tidak takut kecuali kepada Allah dan seperti takutnya terhadap srigala yang ingin memangsa ternak kambingnya, namun kalian ini terlalu terburu-buru.’”