22.59 -
Sejarah Islam
No comments
Masyarakat Arab Pra Islam
Asal-usul
Bangsa Arab
Para sejarawan membagi
bangsa Arab berdasarkan garis keturunan asal mereka menjadi tiga bagian[1],
yaitu:
1.Arab Ba’idah, yaitu kaum-kaum Arab kuno yang sudah
punah. Jejak mereka tidak dapat diketahui kecuali hanya terdapat dalam catatan
kitab-kitab suci. Di antara kabilah mereka yang dimaksud adalah Aad, Tsamud,
Thasm, Judais, dan Imlaq.
2.Arab Aribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal
dari garis keturunan Ya’rib bin Yasyjub bin Qathan, atau disebut pula Arab Arab
Qahthaniyah. Arab Aribah adalah cikal bakal dari rumpun bangsa Arab yang ada
sekarang ini. Suku bangsa Arab yang terkenal adalah Kahlan dan Himyar. Kerajaan
yang terkenal adalah kerajaan Saba’ yang berdiri abad ke-8 SM dan kerajaan
Himyar berdiri abad ke-2 SM.
3.Arab Musta’ribah, yaitu kaum-kaum Arab yang
berasal dari garis keturunan Ismail, yang disebut pula Arab Adnaniyah.
Bangsa Arab mempunyai
akar panjang dalam sejarah, mereka termasuk ras atau rumpun bangsa Kaukasoid,
meliputi wilayah sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arabiyah, dan
Irania. Bangsa Arab hidup berpindah-pindah karena tanahnya terdiri atas gurun
pasir yang kering dan sangat sedikit turun hujan. Perpindahan mereka dari satu
tempat ke tempat yang lainnya mengikuti tumbuhnya stepa yang tumbuh subur di
tanah Arab sekitar oasis atau genangan air setelah turun hujan.
Sistem
Politik dan Pemerintahan Bangsa Arab sebelum Islam
Sebelum kelahiran
Islam, ada tiga kekuatan politik besar yang perlu dicatat dalam hubungannya
dengan Arab, yaitu kekaisaran Nasrani Byzantium, Kekaisaran Persia yang memeluk
agama Zoroaster, serta Dinasti Himyar yang berkuasa di Arab bagian selatan.
Setidaknya ada duah hal yang bisa dianggap turut mempengaruhi kondisi politik
jazirah Arab, yaitu interaksi dunia Arab dengan dua adikuasa saat itu,
kekaisaran Byzantin dan Persia serta persaingan antara Yahudi, beragam sekte
dalam agama Nasrani dan para pengikut Zoroaster.
Pada masa sebelum Islam
yang diajarkan dan disebarluaskan ke bangsa Arab oleh Nabi Muhammad saw. sering
terjadi peperangan antar suku Arab. Di antaranya dikenal dengan Perang Fijjar
karena terjadi beberapa kali antar suku, yang pertama antara suku Kinanah dan
Hawazan, lalu Quraisy dan Hawazan serta Kinanah dan Hawazan lagi. Dan
peperangan ini terjadi 15 tahun sebelum Rasul diutus.[2]
Kekaisaran Byzantium
dan kekaisaran Romawi Timur dengan ibukota Konstantinopel merupakan bekas
Imperium Romawi dari masa klasik. Pada permulaan abad ke-7, wilayah Imperium
ini telah meliputi Asia Kecil, Syria, Mesir dan sebagian daerah Italia serta
sejumlah kecil wilayah di pesisir Afrika Utara juga berada di bawah
kekuasaannya. Saingan berat Byzantium dalam perebutan kekuasaan di Timur Tengah
adalah Persia. Ketika itu, imperium ini berada di bawah kekuasaan Dinasti
Sasanid. Ibu kota Persia adalah al-Madana’in, terletak sekitar duapuluh mil di
sebelah tenggara kota Baghdad yang sekarang. Wilayah kekuasaannya terbentang
dari Irak dan Mesopotamia hingga pedalaman timur Iran dewasa ini serta
Afganistan.
Menjelang lahirnya Nabi
Muhammad saw. penguasaan Abisinia (habasyah) di Yaman, Abrahah melakukan invasi
ke Mekah, tetapi gagal menaklukkan kota tersebut karena hujan kerikil yang
menimpa bala tentaranya. Ekspedisi ini pada prinsipnya memiliki tujuan yang
secara sepenuhnya berada di dalam kerangka politik internasional ketika itu,
yaitu upaya Bizantium untuk menyatukan suku-suku Arab di bawah pengaruhnya
untuk menantang Persia. Sementara para sejarawan Muslim menambahkan tujuan
lain, menurut mereka ekspedisi tersebut untuk menghancurkan Ka’bah dalam rangka
menjadikan gereja megah di San’a sebagai pusat ziarah keagamaan di Arabia.[3]
Pemerintah di kalangan
bangsa Arab sebelum Islam, menurut para ahli sejarah dimulai oleh golongan Arab
Ba’idah. Pada periode pertama dikenal ada kerajaan Aad di daerah Ahkaf al-Romel
yang terletak antara Oman dan Yaman. Kaum
Ad juga pernah mendirikan kerajaan antara Mekah dan Yasrib. Kemudian
juga dikenal kerajaan Tsamud yang mendiami daerah Hijir dan Wadi al-Kurro
antara Hijaz dan Syria. Juga kerajaan dari kaum Amaliqah di Arab Timur. Pada
periode kedua yaitu pada masa Arab Aribah atau Bani Qahthan yang terkenal
adalah kerajaan Madiniyah, kerajaan Saba’iyah dan kerajaan Himyariah.
Bagian dari daerah Arab
yang tidak pernah dijajah oleh bangsa lain adalah Hijaz. Kota terpenting daerah
ini adalah Mekah, kota suci tempat Ka’bah. Ka’bah pada masa itu bukan saja
disucikan dan dikunjungi oleh penganut-penganut bangsa asli Mekah, tetapi juga
orang-orang Yahudi yang bermukim di sekitarnya.
Untuk mengamankan para
peziarah yang datang ke Mekah, diadakan pemerintahan yang pada mulanya berada
di tangan dua suku yang berkuasa, yaitu suku Jurhum dan Ismail sebagai pemegang
kekuasaan Ka’bah. Kekuasaan politik lalu berpindah ke suku Khuza’ah dan
akhirnya ke suku Quraisy di bawah pimpinan Qushai. Suku Quraisy ini yang
nantinya memegang dan mengatur politik dan juga urusan yang berkenaan dengan
Ka’bah.
Kehidupan
Keagamaan Masyarakat Arab Sebelum Islam
Sebelum Islam penduduk
Arab menganut agama yang bermacam-macam. Jazirah Arab telah dihuni oleh
beberapa ideologi keyakinan keagamaan. Bangsa Arab sebelum Islam telah menganut
agama yang mengakui Allah sebagai Tuhan mereka. Kepercayaan ini diwarisi turun temurun
sejak Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Al-Qur’an menyebut agama itu dengan Hanif,
yakni kepercayaan yang mengakui keesaan Allah sebagai pencipta alam, Tuhan
menghidupkan dan mematikan, Tuhan yang member rezeki dan sebagainya.
Kepercayaan yang menyimpang dari agama yang hanif disebut Watsaniyah, yaitu
agama yang menyekutukan Allah dengan mengadakan penyembahan kepada Ansab, batu
yang memiliki bentuk, Autsan, patung yang terbuat dari batu, Asnam, patung yang
terbuat dari kayu, emas, perak, dan selainnya.[4]
Agama-agama yang ada
pada saat itu antara lain:
1.Yahudi, agama ini diantu orang-orang Yahudi yang
bermigrasi ke Jazirah Arab. Daerah Madinah, Khaibar, Fadk, Wadi al-Qura, dan
Taima menjadi pusat penyebarannya. Yaman juga dimasuki ajaran ini. Bahkan, Raja
Dzu Nuwas al-Himyari juga memeluknya. Bani Kinanah, Bani al-Haris bin Ka’ab dan
Kindah juga menjadi wilayah berkembangnya agama Yahudi ini.
2.Nasrani, agama ini masuk ke kabilah-kabilah
Ghasasinah dan al-Munadzirah. Ada beberapa gereja besar yang terkenal, misalnya
Gereja Hindun al-Aqdam, al-Laj dan Haarah Maryam. Demikian juga masuk di
selatan Jazirah Arab, berdiri Gereja di Dzufaar. Lainnya ada yang di Adn dan
Najrah. Adapun di kalangan suku Quraisy yang menganut agama Nasrani adalah Bani
Asad bin Abdil Uzza, Bani Imri-il Qais dari Tamim, Bani Taglib dari kabilah
Rabi’ah dan sebagian kabilah Qudha’ah.
3.Majusi, sebagian sekte Majusi masuk ke Jazirah
Arab di Bani Tamim. Di antaranya, Zararah dan Haajib bin Zararah. Demikian juga
al-Aqra bin Habis dan Abu Sud termasuk yang menganut ajaran ini. Majusiyah juga
masuk ke daerah Hajar di Bahrain.
4.Paganisme, kepercayaan dengan menyembah patung
berhala, bintang-bintang dan matahari yang oleh mereka dijadikan sebagai
sesembahan selain Allah. Penyembahan bintang-bintang juga muncul di Jazirah
Arab khususnya di Haran, Bahrain, dan Mekah. Mayoritas Bani Lakhm, Khuza’ah dan
Quraisy. Sedangkan penyembahan matahari ada di negeri Yaman.
5.Al-Hunafa’, meskipun pada waktu hegemoni paganism
di masyarakat Arab begitu kuat, masih ada beberapa orang yang dikenal sebagai
hanafiyun atau al-hunafa’. Mereka tetap berada dalam agama yang hanif,
menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya serta menunggu datangnya seorang
nabi.
Di antara beberapa
kepercayaan tersebut yang paling terkenal adalah penyembahan terhadap berhala
yang jumalahnya mencapai 360 buah sehingga menyesaki lingkungan Ka’bah.[5]
Dan setiap kabilah di Arab memiliki berhala sebagai sesembahan mereka
sendiri-sendiri. Di antara berhala yang paling popular di kalangan mereka
adalah:
1.Wadd, yaitu nama patung milik kaum Nabi Nuh yang
berasal dari nama seorang shaleh dari mereka. Ditemukan kembali oleh Amr bin
Luhay di Jeddah dan diberikan kepada Auf bin Azrah dan ditempatkan di Wadi
al-Qura dan disembah oleh Bani Kalb bin Murrah. Patung ini ada sampai datangnya
Islam lalu dihancurkan Khalid bin Walid dengan perintah Nabi Muhammad.
2.Suwa’, ialah satu patung kaum Nabi Nuh yang
ditemukan kembali dan diberikan kepada Mudhar bin Nizar diserahkan kepada Bani
Hudzail serta ditempatkan di Rahaath 3 mil dari Mekah.
3.Yaguts, adalah satu patung kaum Nabi Nuh yang
ditemukan kembali dan diberikan kepada Na’im bin Umar al-Muradi dari Majhaj dan
ditempatkan di Akmah atau Jarsy di Yaman. Disembah oleh Bani Majhaj dan Bani
An’am dari Kabilah Thaiy’
4.Ya’uq, adalah salah satu patung kaum Nabi Nuh yang
ditemukan kembali dan diberikan kepada kabilah Hamadan dan ditempatkan di
Khaiwaan. Disembah oleh orang-orang Hamadan.
5.Nasr, adalah patung yang ditemukan kembali dan
diberikan kepada kabilah Himyar dan ditempatkan di Saba’. Disembah oleh Bani
Dzu al-Kilaa dari kabilah Himyar dan sekitarnya.
6.Manaah, adalah salah satu berhala yang ditempatkan
di pantai laut dari arah al-Musyallal di Qadid antara Mekah dan Madinah. Patung
ini sangat diagungkan suku Aus dan Khazraj. Nabi saw.mengutus Ali bin Abi
Thalib uuntuk menghancurkannya pada fathu Mekah.
7.Laata, adalah kuburan orang shalih yang ada di
Thaif yang dibangun dengan batu persegi empat. Bangsa Arab sangat
mengagungkannya. Ada yang mengatakan bahwa Laata adalah nama seorang yang
membuat masakan Sawiiq untuk jamaah haji, lalu ia meninggal dan kuburannya
disembah. Ketika Bani Tsaqif masuk Islam, Rasulullah mengutus al-Mughirah bin
Syu’bah untuk menghancurkannya dan dibakar habis.
8.Al-Uzza, adalah satu pohon yang disembah ditempatkan
di Wadi Nakhlah di atas Dzatu Irqin. Berhala ini sangat diagungkan Quraisy dan
Kinanah. Ketika Nabi menaklukkan Mekah, ia mengutus Khalid bin Walid untuk
menghancurkannya.
9.Hubal, merupakan patung yang paling besar di
Ka’bah. Diletakkan di tengah Ka’bah. Patung ini terbuat dari batu ‘aqia merah
dalam rupa manusia dibawa Amru bin Luhay dari Syam.
10.Dzu al-Khalasah, adalah berhala milik kabilah
Khats’am.
Bangsa
Arab dari Aspek Ekonomi
Salah satu aspek
penting perekonomian Arab pra Islam adalah perdagangan dan pertanian.
Perdagangan
Bangsa Arab dikenal sebagai pedagang yang giat
bekerja. Mereka berdagang hingga ke negeri-negeri di luar Jazirah Arab seperti
Syam, Yaman, Habasyah, Mesir, dan Sudan.
Kemajuan perdagangan bangsa Arab pra Islam adalah
karena pertanian mereka yang telah maju. Kemajuan tersebut ditandai dengan
kegiatan ekspor-impor yang mereka lakukan. Mereka mengekspor dupa, kemenyan,
kayu gaharu, minyak wangi, kulit binatang, kismis, anggur, dan barang dagangan
lainnya.[6]
Dalam menjalankan usaha dagangnya, bangsa Arab
menggunakan cara beberapa cara berikut:
Kerjasama dengan cara bagi hasil. Kerjasama ini
dilakukan oleh dua pihak. Satu pihak adalah pemilik dagangan sedangkan yang
lain adalah yang menjalankan dagangannya. Keuntungan dibagi dua.
Berdangang dengan rombongan (kafilah), beberapa
pedagang berkumpul membentuk kafilah, mereka dikawal oleh beberapa tentara
untuk menjaga keselamatan dalam perjalanan ke daerah tujuan untuk berdagang.
Mengatur waktu perjalanan agar mendapat keuntungan
yang besar. Biasanya bangsa Arab menentukan hari yang tepat untuk berdangang.
Misalnya mereka berdagang pada muslim panas dan musim dingin. Pada musim panas
mereka berdangan ke Syam. Pada musim dingin mereka berdagang ke Yaman. Mekah
bukan saja merupakan pusat perdagangan lokal, melainkan sudah menjadi jalur
perdagangan dunia yang penting saat itu yang menghubungkan antara Utara (Syam),
Timur (Persia), dan Barat (Mesir dan Abisinia).[7]
Dagang yang paling
ramai di Mekah yaitu selama musim ‘Pasar Ukaz’ dalam bulan Zulqa’dah, Zulhijjah
dan Muharram. Alat pembayaran mereka berupa koin perak, emas, atau logam mulia
lain yang ditiru dari mata uang Persia dan Romawi. Beberapa koin tersebut masih
disimpan di Timur Tengah.[8]
Pertanian
Pertanian juga merupakan aspek perekonomian penting
bagi Bangsa Arab. Penghasilan mereka masing-masing berbeda-beda. Misalnya
daerah tepian atau desa-desa menghasilkan kurma, anggur, kapas, sayur mayur dan
sebagainya.[9]
Peralatan pertanian yang digunakan adalah semi
modern misalnya cangkul, bajak garu, dan tongkat kayu untuk menanam. Penggunaan
hewan ternak seperti unta, keledai, dan sapi jantan sebagai penari bajak dan
garu serta pembawa tempat air juga sudah dikenal. Demikian pula sistem irigasi
telah mereka praktekkan. Mereka juga menggunakan pupuk alami untuk menyuburkan
tanah seperti pupuk kandang, kotoran manusia, dan binatang tanah seperti rayap
dan cacing.
Ada tiga sistem pertanian yang digunakan oleh para
pemilik lading atau sawah dalam mengelola pertanian pada saat itu, yaitu:
a.Sistem sewa menyewa dengan emas atau logam mulia
lain, gandum, atau produk pertanian sebagai alat pembayarannya.
b.Sistem bagi hasil produk, misalnya separuh untuk
pemilik dan separuh untuk penggarap, dengan bibit dan ongkos penggarapan dari
pemilik.
c.Sistem pandego, yakni seluruh modal datang dari
pemilik, sementara pengairan, pemupukan, dan perawatan dikerjakan penggarap.
Oase juga berperan
penting dalam pertanian Arab pra Islam. Di daerah sekitar oase tinggal beberapa
suku bangsa Arab yang telah maju seperti Bani Nadhir, Khazraj, Aus, Hawazin,
Juwainah dan Quraisy. Perdagangan dan pertanian yang maju berdampak pada
kemajuan profesi lain dalam perekonomian Arab pra Islam.
Bangsa
Arab dari Aspek Kesusastraan
Dalam aspek ini, masyarakat Arab pra Islam sangat
maju. Bahasa mereka sangat indah dan kaya. Genre sastra Arab Jahiliyah yang
paling popular ialah jenis puisi atau syair dan sedikit amsal (semacam pepatah
atau kata mutiara), dan pidato yang pendek disampaikan oleh para pujangga yang
disebut prosa liris. Syair-syair mereka sangat banyak. Dalam lingkungan mereka
seorang penyair sangat dihormati. Tiap Tahun di Pasar Ukaz diadakan deklamasi
sajak yang luas.[10]
Sastra mempunyai arti penting dalam kehidupan bangsa
Arab. Mereka mengabadikan peristiwa-peristiwa dalam syair yang diperlombakan
setiap tahun di Pasar Seni Ukaz, Majinnah, dan Dzu Majas. Sastra Arab pra Islam
adalah cerminan langsung bagi kehidupan bangsa Arab tersebut. Ada dua sistem
kesusastraan yang diterapkan masyarakat Arab pra Islam.
a.Khitabah (pidato), ia sangat maju, dan inilah
satu-satunya publisistik yang amat luas lapangannya. Sebagai penyair,
orang-orang Arab sangat fasih berpidato dengan bahasa yang indah dan
bersemangat. Ahli pidato mendapat derajat yang tinggi dalam masyarakat sama
halnya dengan penyair.
b.Majelis al-Adab dan Suqu Ukaz. Telah menjadi
kebiasaan masyarakat Arab pra Islam yaitu mengadakan majelis ini atau Nadwa
(klub) di tempat mereka mendeklarasikan sajak, bertanding pidato, tukar-menukar
berita dan sebagainya. Terkenallah dalam kalangan mereka “Nadi Quraisy’ atau
‘Dar al-Nadwah’ yang berdiri di samping Ka’bah. Mereka juga mengadakan pekan
dalam waktu tertentu. Tiap-tiap ada pekanan berkumpul ke sana para saudagar
dengan barang dagangannya, penyair dengan sajak-sajaknya, dan ahli pidato dengan
khutbah-khutbahnya. Aswaq yang sangat terkenal adalah Sauqu Ukaz atau Pekan
Ukaz yang diadakan pada suatu tempat tidak jauh dari Mekah menuju Thaif.[11]
[1] Shafiyyu al-Rahman
al-Mubarakfuri, al-Rahiq al-Makhtum,
diterjemahkan oleh Hanif Yahya dengan judul “Perjalanan Hidup Rasul Yang Agung
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam (cet.I, Jakarta: Kantor Agama KSA, 2001),
h. 2-3. Lihat juga: Ali Mufrodi, Islam di
Kawasan Kebudayaan Arab (Cet.I, Jakarta: Logos, 1997), h. 5-8.
[2] Muhammad Ridha, Tarikh al-Insaniyah wa Abtaluha (Beirut:
Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1987), h.300.
[3] Ali Mufrodi, op.cit., h. 12.
[4] Fadhil sj, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah (Cet.I, Malang:
Sukses Offset, 2008), h. 62.
[5] Ali Mufrodi, op.cit., h. 8.
[6] Sugiharto Sugeng, Sejarah Kebudayaan Islam (Cet.I, Solo:
PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009), h.20.
[7] A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam (Cet.I, Jakarta: Bulan Bintang, 1995),
h.20.
[8][8] Ibid., h. 21.
[9] Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad (Cet.I,
Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h.15.
[10] A.Hasjmy, op.cit., h.22.
[11] Samsul Munir Amin, op.cit., h.61.
0 komentar:
Posting Komentar