23.46 -
Sejarah Islam
3 comments
Keutamaan Ahlul Badar
Orang-orang yang ikut
serta Perang Badar
Perang Badar merupakan peran besar pertama yang terjadi
antara ummat Islam dengan orang-orang kafir. Peristiwa tersebut terjadi pada
tahun kedua setelah Rasulullah hijrah ke Madinah.
Hari meletusnya pertempuran Badar dikenal sebagai yaumul furqan atau hari pembeda. Hari
itu adalah hari pembeda antara yang haq dan yang batil, pembeda antara Islam
dan jahiliyah, antara tauhid dan kesyirikan. Allah berfirman: “jika kamu
beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami
(Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al Anfal: 41)
Sesaat sebelum perang meletus, Abu Bakar melihat Rasulullah
berdoa dengan sangat khusyu’ mengangkat kedua tangannya sampai-sampai selendang
Rasulullah terjatuh dari pundak beliau. Rasulullah berdoa:
“Ya Allah, jika pasukan ini kalah, maka Engkau sekali-kali
tidak akan disembah lagi di bumi mulai hari ini. Ya Allah berilah kemenangan
yang Engkau janjikan.” (HR. Muslim dan Ahmad).
Maksudnya, jika pasukan kaum
Muslimin kalah oleh kaum Musyrikin, sehingga Nabi dan para sahabat gugur, maka
agama ini akan terputus. Olehnya tidak ada cara lain, kecuali memenangkan
pertempuran agar agama ini tetap eksis.
Begitu pentingnya Perang Badar sehingga orang-orang beriman
yang ikut terjun di dalamnya mendapatkan tempat tersendiri di sisi Allah dan
Rasul-Nya. Ini terbukti ketika Hathib bin Abi Baltha’ah Radhiyallahu Anhu, seorang
alumni Perang Badar, pernah melakukan kesalahan besar. Umar bin Khatthab lalu
meminta izin kepada Nabi untuk menebas leher Hathib karena menurutnya ia telah
munafiq.
Tapi Rasulullah mencegah Umar, beliau berkata, “Tahukah
kalian, Allah telah memuliakan orang-orang yang ikut serta dalam Perang Badar.
Allah berkata, ‘Lakukanlah apa saja yang kalian kehendaki, sungguh Aku telah
mengampuni kalian.’” (HR. Bukhari dan Muslim).
Orang-orang yang ikut dalam Perang Badar yang jumlahnya 313
orang memiliki kemuliaan tersendiri, sehingga mereka sering disebut sebagai Ahlul Badr. Misalnya, dalam perkataan,
“Fulan Badriyan” maksudnya, fulan itu telah ikut dalam Perang Badar. Bahkan
keluarga mereka ikut disebut, seperti ayah si fulan atau kakek si fulan telah
mengikuti Perang Badar.
Artinya, keberkahan perang Badar sangat mendalam sehingga
kenangan indahnya sampai dirasakan oleh anak keturunannya. Mereka sangat bangga
jika salah satu anggota keluarga mereka tercatat sebagai bagian dari barisan
Mujahidin Perang Badar.
Pembeda Tauhid dan
Kesyirikan
Perang Badar adalah perang pembeda antara tauhid dan
kesyirikan. Pada perang tersebut, para sahabat Nabi Radhiyallahu Anhum harus
menghadapi keluarga mereka sendiri yang masih musyrik. Abu Ubaidah Ibnu Jarrah
Radhiyallahu Anhu harus memerangi ayah kandungnya sendiri. Abu Bakar menghadapi
putranya sendiri. Begitu juga Mush’ab bin Umair yang berada dalam barisan kaum
Muslimin sementara saudaranya di pihak kaum kafir.
Allah berfirman: “Kamu tak akan mendapati
kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan
orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu
bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.
Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan
menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya…”(QS.
Al-Mujadilah: 22)
Persaudaraan karena iman dan Islam adalah persaudaraan yang
sesungguhnya. Persaudaraan yang dilandasi cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Adapun persaudaraan karena nasab tanpa dilandasi dengan keimanan, maka
persaudaraan itu sifatnya semu dan hanya berlaku di dunia. Di akhirat
persaudaraan yang seperti itu akan terputus. Allah berfirman: “Teman-teman
akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali
orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf: 67)
Derajat Para Sahabat
Berbeda
Derajat dan kedudukan para sahabat Nabi Radhiyallahu Anhum
Ajma’in berbeda satu sama lain. Orang-orang yang ikut hijrah bersama Nabi tidak
sama derajatnya dengan orang yang masuk Islam belakangan. Orang-orang mengikuti
Perang Badar lebih tinggi kedudukannya dibanding orang-orang yang baru ikut
peperangan setelah Fathu Makkah.
Abu Bakar yang masuk Islam sejak awal tidak sama
kedudukannya dengan Khalid bin Walid yang baru masuk Islam setelah Perjanjian
Hudaibiyah. Meskipun Khalid pemimpin pasukan yang membuka Negeri Syam dan Iraq.
Kedudukan Bilal berbeda dengan Abu Hurairah yang baru masuk Islam setelah Fathu
Makkah.
Allah
berfirman, “Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan
berperang sebelum penaklukan (Makkah). Mereka lebih tingi derajatnya daripada
orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu.” (QS.
Al-Hadid: 10).