“Tidaklah sama di antara kalian, orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukkan (Makkah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik.” (QS. Al-Hadid: 10)
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyadari bahwa dirinya adalah nabi yang diutus oleh Allah. Ia telah mendatangi Waraqah bin Naufal, sepupu Khadijah yang paham betul isi kitab Inji yang di dalamnya mengabarkan akan kedatangan Nabi terakhir. Waraqah meyakinkan Muhammad bahwa yang datang kepadanya di Gua Hira adalah malaikat yang juga mendatangi Nabi Musa Alaihissalam: Jibril.
Nabi Muhammad mulai mendakwahkan agama yang baru diterimanya kepada orang-orang terdekatnya. Khadijah, istri beliau adalah orang yang pertama beriman kepadanya. Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah, dua bocah yang tinggal bersamanya juga ikut beriman. Sahabat beliau yang pertama beriman adalah Abu Bakar bin Abi Quhafah.
Abu Bakar yang memiliki sifat terpuji dan memiliki reputasi yang baik di kalangan pemuda Makkah mengajak beberapa orang untuk beriman kepada Nabi Muhammad. Darinya Utsman bin Affan memeluk Islam, juga Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Thalhah bin Ubaidillah.
Kemudian menyusul setelahnya Abu Ubaidah bin Jarrah, Abu Salamah bin Asad dan istrinya, Arqam bin Abil Arqam, Utsman bin Mazh’un, Sa’id bin Zaid dan istrinya, Fathimah binti Khatab, Khabbab bin Arat, Asma binti Umais dan Ja’far bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud dan saudaranya ‘Utbah bin Mas’ud, serta beberapa orang lainnya yang jumlahnya sekitar 30 orang. Merekalah Assabiqunal Awwalun, orang-orang yang mula-mula masuk Islam.
Dakwah periode pertama ini dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi dan disampaikan secara perorangan. umat Islam belum mencela patung-patung sesembahan masyarakat Quraisy Makkah. Dakwah seperti ini berlangsung selama tiga tahun hingga turunnya firman Allah, “Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu).” (QS. Al-Hijr: 94).
Kisah menarik terjadi saat Rasulullah diutus menjadi seorang Nabi dan Rasul. Beberapa orang melihat perubahan bintang-bintang di langit. Mereka kemudian mendatangi Abdu Yalil bin ‘Amr Ats-Tsaqafi, pemuka suku Tsaqif. “Orang-orang sedang gempar. Para budak dibebaskan dan binatang ternak dilepaskan karena melihat keanehan pada bintang.”, kata mereka.
“Tidak usah terburu-buru menyimpulkan”, kata Abdu Yalil yang buta. “Perhatikan baik-baik. Jika bintangnya sudah dikenali itu pertanda kiamat, tapi jika tidak dikenali maka menandakan suatu kejadian luar biasa terjadi.” Setelah diperhatikan, ternyata bintangnya tidak dikenali sebelumnya, sehingga disimpulkan bahwa hal itu disebabkan kejadian luar biasa. Tidak lama kemudian, mereka mendengar Nabi Muhammad diutus menjadi Rasul.
Kisah Para Jin
Sebelum Rasulullah diutus, setiap satu kelompok jin memiliki satu ‘kapling’ khusus tempat mereka mendengar berita-berita langit. Namun, suatu ketika mereka dilempari percikan api sehingga tidak bisa lagi mendengarkan berita-berita langit. Para jin lalu melaporkannya kepada Iblis. “Pasti terjadi sebuah kejadian di bumi!”, seru Iblis. Ia lalu memerintahkan para jin untuk mengumpulkan tanah di bumi dan menciumnya.
Ketika mencium bau tanah yang berasal dari Makkah, Iblis berkata, “Dari sinilah munculnya!” Mereka bertolak ke Makkah, tempat Rasulullah yang waktu itu sedang bersama beberapa sahabat di Nakhlah dekat pasar ‘Ukaz. Beliau sedang mengimami para sahabat shalat Fajar. Awalnya, shalat yang diwajibkan oleh umat Islam hanyalah dua, yaitu shalat sebelum matahari terbit dan sebelum matahari terbenam.
Para Jin dan Iblis yang menyaksikan Rasulullah bersama para sahabatnya itu berusaha menyimak bacaan Al-Qur’an Rasulullah. Setelah mendengarnya mereka berkata, “Demi Allah, inilah yang menghalangi kita untuk mendengarkan berita-berita langit!”
Poin Penting
- Dari kalangan wanita yang pertama kali memeluk Islam adalah Khadijah binti Khuwailid.
- Dari kalangan anak kecil, Ali bin Abi Thalib yang pertama kali memeluk Islam.
- Dari kalangan laki-laki dewasa, Abu Bakar yang pertama kali memeluk Islam.
- Keutamaan Assabiqunal Awwalun di atas orang-orang yang masuk Islam belakangan.
- Tempat para Assabiqunal Awwalun biasa berkumpul mendengarkan nasihat dan ilmu dari Rasulullah adalah di rumah Arqam bin Abil Arqam.
Bentuk tubuh dan wajahnya sedikit mirip dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia salah seorang putra Abu Thalib, paman Rasulullah. Hanya saja ia tidak seberuntung Ali yang dirawat oleh Rasulullah sejak kecil, sementara dia dirawat oleh pamannya, Abbas.
Ja’far bin Abu Thalib, kakak dari Ali bin Abi Thalib ini tumbuh menjadi pribadi yang hebat, otak yang cerdas, dan didukung lisan yang fasih berbicara. Ia termasuk sahabat Nabi yang mula-mula memeluk Islam melalui dakwah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Bersama istrinya, Asma binti Umais, ia memilih beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Meskipun perlakuan kasar dan penganiayaan dari orang-orang Quraisy mereka dapatkan, mereka tetap bersabar. Keduanya sangat paham bahwa jalan menuju surga itu penuh dengan rintangan dan ujian. Ketika gangguan dari orang-orang Quraisy Makkah semakin hebat, ia meminta izin Rasulullah untuk hijrah ke Habasyah bersama istri dan beberapa sahabatnya. Meski berat, Rasulullah mengizinkannya.
Ja’far beserta sahabat lainnya merasa berat meninggalkan kampung halaman, kota yang diberkahi, menyeberangi lautan menuju negeri yang entah bagaimana kondisinya. Namun, ia paham betul, inilah konsekuensi dari Tauhid. Itulah yang menguatkan mereka.
Di Habasyah, Ja’far bin Abi Thalib beserta rombongan diterima dengan baik oleh Raja Najasy yang beragama Nasrani. Mereka aman dan bebas menjalankan ibadah di sana. Tapi tak lama, datang dua orang Quraisy, Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah yang berusaha menghasud Raja Najasy. Mereka mengatakan bahwa saudara mereka itu membawa agama baru yang tidak dikenal. Kemudian meminta agar rombongan umat Islam dikembalikan ke negeri asalnya.
Umat Islam akhirnya dikumpulkan di hadapan Najasy dan pejabat kerajaan serta tokoh-tokoh penting. Sebagian mereka memegang Alkitab. Sang Raja kemudian menanyakan agama yang dianut oleh Ja’far dan rombongannya. Ja’far maju sebagai juru bicara dan menjelaskan semuanya dengan fasih. Ia kemudian membacakan surat Maryam yang membuat Najasy serta para pejabatnya meneteskan air mata hingga membasahi jenggotnya.
“Apa yang dibawa oleh Nabi kalian dengan apa yang dibawa oleh Nabi Isa keluar dari sumber yang sama.”, sabda sang Raja. Ia pun tetap membiarkan dan menjamin umat Islam tinggal di negerinya dengan aman serta menyuruh Amr bin Ash untuk pulang ke Makkah karena ia tidak akan menyerahkan umat Islam kepadanya.
Dari Ja’far dan umat Islam lainnya-lah hati Najasy terbuka untuk memeluk Islam di kemudian hari. Ia saling bersurat dengan Rasulullah di Madinah. Dan ketika meninggal, Rasulullah melakukan shalat ghaib untuknya.
Perang Mu’tah
Setelah sepuluh tahun tinggal di Habasyah, Ja’far berserta istrinya hijrah ke Madinah pada tahun 7 Hijriah. Ia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Rasulullah dan saudara seiman lainnya yang telah lebih dulu hijrah. Rasulullah sangat gembira menyambut kedatangan Ja’far hingga beliau mengatakan, “Aku tidak tahu mana yang lebih membuatku gembira, kemenangan atas Khaibar atu kedatangan Ja’far bin Abi Thalib.”
Setahun berselang, Rasulullah mengirim pasukan dipimpin Zaid bin Haritsah ke Syam untuk berperang melawan pasukan Romawi. 3.000 pasukan Islam bertemu dengan 100.000 pasukan Romawi bertemu di Mu’tah, pinggiran Syam. Perang dahsyat pun pecah. Zaid terbunuh sehingga komando diberikan kepada Ja’far.
Ja’far memegang panji Islam memerangi musuh hingga tangan kanannya ditebas. Dia segera memegang panji itu dengan tangan kiri namun tangan kirinya juga ditebas. Musuh kemudian membunuhnya. Setelah itu Abdullah bin Rawahah mengambil alih kepemimpinan. Namun ia juga ikut syahid. Rasulullah sangat bersedih dengan gugurnya tiga sahabatnya. Mengenai Ja’far beliau bersabda, “Aku melihat Ja’far di surga memiliki dua sayap yang berlumuran darah dan kaki yang berwarna-warni.” Semoga Allah meridhainya.
Keutamaan Ja’far
- Memiliki keutamaan karena dua kali hijrah, ke Habasyah dan Madinah.
- Di antara sahabat yang mula-mula memeluk Islam.
- Melalui perantaranya Najasyi masuk Islam.
- Memiliki wajah yang mirip dengan Rasulullah.
- Diberi gelar pemilik dua sayap atau burung surga karena syahidnya pada Perang Mu’tah.
Namanya adalah Al-Laits bin Sa’ad seorang ahli ilmu negeri Mesir, lahir di Qarqasyandah satu kota yang berjarak sekitar empat farsakh dari Mesir pada tahun 94 Hijriah. Imam Adz-Dzahabi mengatakan bahwa Al-Laits adalah ahli fiqih dan ahli haditsnya Mesir. Ia adalah orang yang dibanggakan oleh masyarakat Mesir. Orang-orang dalam maupun luar negeri Mesir merujuk kepada pendapat dan sarannya. Khalifah Al-Manshur Al-Abbasi pernah menawarkannya untuk menjadi gubernur di wilayah Mesir namun Al-Laits menolaknya.
Al-Laits terkenal karena kecerdasannya. Suatu hari terjadi percakapan antara khalifah Harun Ar-Rasyid dengan istrinya, Zubaidah. “Engkau tertalak kalau aku tidak masuk surga.”, kata Khalifah. Setelah mengatakan itu, khalifah merasa menyesal sehingga ia mengumpulkan para ulama dan ahli fiqih untuk mencari jalan keluar terhadap sumpahnya itu.
Setelah berdiskusi, ternyata para ulama tersebut berbeda pendapat. Maka ia menyurati para pejabatnya agar mengirim para ulama dan ahli fiqih terkenal ke istana untuk menyelesaikan masalah tersebut. Di antara yang hadir adalah Al-Laits bin Sa’ad dari Mesir.
Setelah mereka berkumpul, khalifah menceritakan apa yang diucapkannya kepada istrinya. Sementara sang istri bersama beberapa pelayannya mendengarkan dari balik tirai. Hasilnya sama dengan sebelumnya, para ulama berbeda pendapat. Semuanya telah mengemukakan pendapatnya kecuali Al-Laits bin Sa’ad.
“Mengapa engkau diam saja?, tanya Khalifah Ar-Rasyid. “Aku ingin berbicara empat mata dengan anda.”, jawab Al-Laits. Sang Khalifah pun meminta yang lain keluar sehingga hanya dia dan ulama Mesir yang berada di dalam ruangan. Ia meminta khalifah mengambil mushaf dan membuka surah Ar-Rahman kemudian membacanya dengan suara keras. Sang Khalifah menuruti hingga bacaannya sampai pada ayat, “Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga.”
“Cukup sampai disitu,”, kata Al-Laits. Ia meminta khalifah bersumpah, “katakanlah Demi Allah sesungguhnya Aku taku kepada kebesaran Tuhanku.” Khalifah Ar-Rasyid mengikuti apa yang diperintahkan oleh ulama Mesir itu. Kemudian Al-Laits berkata, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah ia adalah dua surga, bukan satu surga seperti yang disebutkan dalam sumpah anda?”
Ar-Rasyid pun sangat gembira begitu juga istrinya yang mendengar dari balik tirai. Ia merasa kagum dengan kecerdasan Al-Laits bin Sa’ad dan pemahamannya terhadap ayat tersebut.
Sifat Dermawan Al-Laits
Al-Laits terkenal dengan kedermawanannya. Ketika rumah Ibnu Lahi’ah, teman sekaligus sejawatnya, terbakar, Al-Laits mengirimkan uang sejumalah seribu dinar kepadanya. Begitu juga yang ia lakukan kepada Imam Malik bin Anas. Ketika Al-Laits berhaji, Imam Malik memberikannya hadiah berupa buah kurma segar dalam sebuah bejana. Maka dia membalas kebaikan sang Imam dengan seribu dinar yang ia masukkan dalam bejana.
Qutaibah mengatakan bahwa Al-Laits selalu menaiki kendaraan untuk shalat berjamaah ke masjid dan dia bersedekah setiap hari kepada 300 orang miskin. Sementara itu Abdullah bin Shalih yang telah menemani Al-Laits selama sepuluh tahun bersaksi bahwa dia selalu melihat Al-Laits makan siang atau malam dengan berbagi bersama orang lain.
Seorang wanita juga pernah mendatangi Al-Laits bin Sa’ad dan mengatakan bahwa anaknya yang sedang sakit menginginkan madu. Maka Al-Laits memberinya 120 rithl madu. Satu rithl sama dengan delapan ons.
Pujian Para Ulama
- Imam Asy-Syafi’i mengatakan, “Al-Laits lebih faqih daripada Malik, hanya saja murid-muridnya menelantarkankannya (tidak menulis darinya).”
- Utsman bin Shalih mengatakan, “Penduduk Mesir mencela sahabat Nabi, Utsman bin Affan sehingga muncullah Al-Laits bin Sa’ad menuturkan hadits kepada mereka tentang keutamaan Utsman sehingga mereka berhenti dari hal itu.”
- Adz-Dzahabi mengatakan, “Pengikut hawa nafsu dan bid’ah melemah di zaman Al-Laits, Malik, dan Auza’i. Sedangkan sunnah-sunnah mengemuka dan menguat.
- Muhammad bin Sa’ad berkata, “Al-Laits adalah tsiqah, memiliki banyak hadits. Dia sibuk dengan fatwa pada zamannya di Mesir. Dia seorang yang pemurah, mulia lagi dermawan.”
Guru-guru Al-Laits
- Ibnu Abi Mulaikah.
- Yazid bin Abu Habib.
- Yahya bin Sa’id Al-Anshari.
- Az-Zuhri.
- Ja’far bin Rabi’ah.
- Ayyub bin Musa, dll.
Murid-muridnya
- Ibnu Lahi’ah.
- Ibnu Al-Mubarak.
- Marwan bin Muhammad.
- Sa’id bin Syurahbil.
- Ya’qub bin Ibrahim bin Sa’ad.
- Amr bin Khalid Al-Harrani, dll.
Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan keutamaan orang-orang yang ikut serta dalam peperangan bersama beliau, “Anggota pasukan kami yang mula-mula ikut peperangan telah wajib bagi mereka masuk surga.” Tidak jauh dari beliau ada seorang sahabiyah bernama Ummu Haram. Ia berkata, “Wahai Rasulullah apa aku termasuk di dalamnya?” Rasulullah menjawab, “Engkau termasuk di dalamnya.”
Namanya adalah Ummu Haram binti Milhan bin Khalid Al-Anshariyah An-Najjariyah seorang sahabiyah Rasulullah. Ia adalah bibi Anas bin Malik, saudari dari Ummu Sulaim. Suami dan anaknya merupakan dua sahabat yang gugur dalam Perang Badar.
Setelah suaminya syahid, Ummu Haram menikah lagi dengan sahabat yang mulia Ubadah bin Shamit Al-Anshari Radhiyallahu ‘anhu. Dari pernikahan keduanya lahir putranya bernama Muhammad bin Ubadah. Ia juga salah seorang bibi Rasulullah dari ibu susuan.
Ummu Haram memiliki keutamaan dan kedudukan yang mulia di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Banyak riwayat menerangkan bahwa Rasulullah sangat hormat kepadanya dan sering berkunjung ke rumahnya yang berada di Quba, desa yang letaknya sekitar dua mil dari Madinah Al-Munawwarah. Beliau terkadang tidur siang dan shalat di rumah Ummu Haram.
Ketika suatu hari Rasulullah berziarah ke rumah Ummu Haram. Bibi Anas bin Malik itu membuatkan makanan untuk beliau. Setelah itu Rasulullah istrahat dan tertidur. Ketika bangun, beliau tertawa dan memberikan kabar gembira kepada Ummu Haram bahwa ia adalah salah seorang yang akan mendapatkan kesyahidan. Oleh karena itu ia dipanggil Asy-Syahidah.
Anas bin Malik berkisah, “Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepada kami. Ketika itu tiada orang selain saya, ibuku, dan bibiku (Ummu Haram). Beliau bersabda, ‘Bangunlah kalian semua. Sungguh aku akan melaksanakan shalat dengan kalian.’ Lalu beliau shalat bersama dengan kami. Setelah itu beliau mendo’akan kami dan ahli bait demi mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat.”
Wanita Syahidah
Pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan terjadi berbagai penaklukan negeri-negeri. Khalifah berpandangan bahwa untuk menggempur Konstantinopel, ibu kota Romawi Timur, harus bertolak dari Pulau Cyprus dengan menggunakan armada laut. Akhirnya dibentuklah armada laut Islam untuk pertama kalinya. Mu’awiyah bin Abi Sufyan ditugaskan memimpin pasukan dalam penaklukan kali ini.
Pada tahun 28 Hijriah pasukan Islam yang dipimpin Mu’awiyah menuju Pulau Cyprus. Di antara pasukan itu terdapat Ubadah bin Shamit dan istrinya, Ummu Haram. Mereka sangat semangat berjihad bersama umat Islam lainnya padahal usia mereka tidak lagi muda. Dalam penyerangan ini umat Islam berhasil meraih kemenangan dan disepakati perjanjian damai. Pihak Cyprus menyetujui akan membayar upeti sebesar 7000 dinar setiap tahun kepada kaum muslimin.
Dalam penaklukan Cyprus ini Ummu Haram turut gugur sebagai seorang syahidah. Gugurnya Ummu Haram di jalan Allah membuktikan kebenaran sabda Rasulullah sebelumnya yang mengabarkan kepadanya bahwa ia termasuk di antara orang-orang yang syahid. Dengan demikian Ummu Haram adalah wanita pertama yang gugur dalam pertempuran melalui laut. Ummu Haram wafat dan dimakamkan di Cyprus. Hingga kini makamnya masih sering diziarahi. Orang-orang menyebutnya ‘makam wanita shalihah’.
Keutamaan Ummu Haram
- Suami dan anaknya adalah syuhada pada Perang Badar.
- Rasulullah biasa singgah di rumah Ummu Haram untuk istrahat dan shalat di sana.
- Meriwayatkan lima buah hadits dari Rasulullah.
- Orang yang dido’akan kebaikan oleh Rasulullah.
- Wanita muslimah pertama yang gugur dalam peperangan melalui laut.
- Orang-orang yang mengunjungi makamnya menyebutnya sebagai makam wanita shalihah.
Dalam Islam kita mengenal wanita-wanita yang setia mendampingi Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam berjuang mendakwahkan Islam. Mereka adalah istri-istri beliau, Ummahatul Mukminin.
Istri-Istri Rasulullah digelari Ummahatul Mukminin, ibunda orang-orang beriman. Gelar tersebut adalah gelar kehormatan yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala khusus kepada mereka. Allah berfirman, “Nabi itu lebih berhak terhadap orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri, dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka.” (Al-Ahzab: 6)
Karena mereka adalah Ummahatul Mukminin atau ibunda orang-orang beriman maka mereka khusus untuk Rasulullah. Mereka tidak boleh dinikahi oleh laki-laki lain setelah Rasulullah wafat. Karena itu kita tidak pernah mendapati satupun dari para Ummahatul Mukminin menikah lagi dengan orang lain setelah Rasulullah meninggal dunia.
Rasulullah menikahi para Ummahatul Mukminin bukanlah karena pilihan beliau sendiri melainkan pilihan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah tidak menikahkan beliau kecuali dengan wanita-wanita mulia, wanita-wanita penghuni surga-Nya. Mereka tidaklah sama dengan wanita-wanita lainnya.
Allah befirman, “Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita-wanita lain jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu “tunduk” dalam berbicara, sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah terdahulu, dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ta’atilah Allah dan Rasul-Nya,. Sesungguhnya Allah ingi menghilangkan dosa dari kamu hai Ahlu bait dan memberihkanmu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab: 32-33)
Para Ummahatul Mukminin
Ummahatul Mukminin yang disepakati ada 11 orang, yaitu:
- Khadijah binti Khuwailid. Menikah dengan Rasulullah 28 tahun Sebelum Hijrah.
- Aisyah binti Abu Bakar. Rasulullah menikahinya pada tahun ke-3 Sebelum Hijrah.
- Saudah binti Zam’ah. Rasulullah menikahinya tahun ke-3 Sebelum Hijrah.
- Hafshah binti Umar. Rasulullah menikahinya tahun 3 Hijriah.
- Zainab binti Khuzaimah. Rasulullah menikahinya tahun 3 Hijriah.
- Ummu Salamah binti Umayyah. Rasulullah menikahinya tahun 4 Hijriah.
- Zainab binti Jahsy. Rasulullah menikahinya tahun 5 Hijriah.
- Juwairiyah binti Al-Harits. Rasulullah menikahinya tahun 5 Hijriah.
- Ummu Habibah binti Abu Sufyan. Rasulullah menikahinya tahun 6 Hijriah.
- Shafiyah binti Huyay. Rasulullah menikahinya tahun 7 Hijriah.
- Maimunah binti Al-Harits. Rasulullah menikahinya tahun 7 Hijriah.
Keutamaan Ummahatul Mukminin
- Allah memuliakan istri-istri Rasulullah melebihi semua perempuan. Firman Allah, “Wahai istri-istri Nabi, kamu tidak seperti perempuan-perempuan lain jika kamu bertakwa.” (QS. Al-Ahzab: 32).
- Allah memilih mereka secara khusus untuk dijadikan teman hidup Rasulullah dimana wahyu turun di tengah-tengah mereka.
- Mereka adalah pasangan hidup Rasulullah di dunia dan akhirat.
- Allah melipat gandakan pahala bagi mereka jika berbakti dan akan melipat gandakan siksa jika mereka durhaka. Firman Allah, “Wahai istri-istri Nabi, siapa di antara kamu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, maka azab-Nya akan dilipatgandakan dua kali lipat kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 30).
- Mereka adalah ibu seluruh orang mukmin, sehingga haram untuk dinikahi oleh selain Rasulullah. Oleh karena itu, mereka menjadi wanita terbaik dan tertinggi kedudukannya di dunia karena semua orang mukmin wajib berbakti kepada mereka.
Kewajiban-kewajiban Umat Islam
- Menjaga hak-hak para Ummahatul Mukminin dan mengakui kemuliaan mereka sebagaimana kepada ibu kandung sendiri, karena mereka berbeda dengan wanita-wanita lain.
- Haram menikahi mereka, sebagaimana haram menikahi ibu kandung sendiri.
- Tidak mencela salah seorangpun di antara mereka. Seperti tidak mencela ‘Aisyah dan Hafshah. Mencela mereka sama saja mencela Rasulullah.
Pada tahun 8 Hijriah, bersama para sahabat, Rasulullah memasuki kota Makkah untuk membebaskannya dari orang-orang Musyrik. Itulah hari penaklukkan yang agung, Fathu Makkah.
Pada hari itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan negeri dan rumah-Nya dari orang-orang kafir. Penaklukkan Makkah membuat Islam semakin disegani dan dihormati. Manusia berlomba-lomba untuk masuk agama Allah. Makkah menjadi terang benderang penuh cahaya keimanan.
Saat orang musyrik Makkah merasa ketakutan terhadap umat Islam, Rasulullah bersabda, “Aku akan katakan kepada kalian sebagaimana yang Yusuf katakan kepada saudara-saudaranya, ‘Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu’. Pergilah, kalian semua bebas!”
Setelah itu Rasulullah turun dari tunggangannya dan singgah di sebuah rumah. Di rumah itu beliau mandi lalu melaksanakan shalat kemenangan sebanyak delapan rakaat pada waktu dhuha. Rumah yang beruntung itu adalah rumah Ummu Hani, anak paman kesayangan Rasulullah, Abu Thalib.
“Aku belum pernah melihat beliau melaksanakan shalat seringan ini, namun beliau menyempurnakan ruku’ dan sujudnya.”, tutur Ummu Hani kemudian hari. Setelahnya, Ummu Hani menghidangkan makanan berupa daging dan cuka bagi Rasulullah dan beliau menyantapnya dengan lahap.
Nama sebenarnya adalah Hindun. Ia dipanggil Ummu Hani karena anaknya bernama Hani. Tidak ada di kalangan sahabiyah yang dipanggil dengan Ummu Hani selain dirinya. Ia sangat dikenal di Makkah sebagai wanita Quraisy yang memiliki pendapat yang bagus dan sastra yang indah. Ia juga memiliki akhlak yang baik sebagaimana ibunya, Fathimah binti Asad.
Peristiwa Isra ke Masjid Al-Aqsha
Di antara kemuliaan yang lain dari Ummu Hani’ adalah Isra Rasulullah bermula dari rumah Ummu Hani di Makkah. Pada malam itu, setelah shalat Isya’ Rasulullah menginap di rumah Ummu Hani. Sebelum terbit fajar, ia membangunkan Rasulullah untuk shalat Subuh. Beliau bangkit untuk shalat. Setelah shalat beliau bersabda, “Ummu Hani, aku telah datang ke Baitu Al-Muqaddas, aku shalat di dalamnya, kemudian aku (pulang) shalat subuh bersama kalian.”
Rasulullah meminta agar Ummu Hani tidak menyampaikan hal itu kepada orang banyak karena mereka akan mendustakan. Namun Ummu Hani berkata, “Demi Allah, tentu akan aku sampaikan kepada mereka semua.” Ia menyampaikan kepada orang-orang. Benar saja, mereka semua terheran-heran, banyak yang tidak percaya.
Ummu Hani binti Abi Thalib
- Ikut serta dalam Perang Khaibar bersama Rasulullah.
- Meriwayatkan 46 hadits dari Rasulullah.
- Anaknya bernama Ja’dah dan cucunya bernama Yahya serta Harun meriwayatkan hadits darinya.
- Beberapa tokoh Tabi’in juga meriwayatkan hadits darinya. Antara lain Atha bin Abi Rabah dan Urwah bin Zubair.
- Rumahnya dijadikan tempat untuk shalat fath oleh Rasulullah pada hari Fathu Makkah.
- Rumahnya adalah tempat Rasulullah memulai Isra ke Masjid Al-Aqsha di Palestina.
- Rasulullah pernah memujinya dengan mengatakan, “Sebaik-baik wanita penunggang unta adalah para wanita Quraisy, mereka paling lembut kepada anaknya.”
- Diriwayatkan bahwa Rasulullah pernah datang melamarnya. Namun ia tidak ingin menyakiti Rasulullah karena ia telah memiliki banyak anak.
- Ummu Hani wafat tahun 50 Hijriah pada masa pemerintahan Mu’awiyah bin Abi Sufyan.
- Keluarga Ummu Hani
- Suami Ummu Hani bernama Hubairah bin Amru bin Aid Al-Makhzumi. Ia lari ke Najran, Yaman dalam keadaan masih kafir. Ia tinggal di sana sampai meninggal dunia.
- Anak-anaknya bernama Amru, Ja’dah, Hani, dan Yusuf.
Namanya adalah Ali bin Ahmad bin Sa’id bin Hazm. Lebih dikenal dengan Ibnu Hazm. Kakek buyutnya bernama Khalaf bin Ma’dan adalah orang yang memasuki Andalusia bersama Abdurrahman Ad-Dakhil, amir pertama di Andalusia.
Ibnu Hazm lahir di Cordova, ibu kota kekhalifahan Bani Umayyah di Spanyol Andalusia pada tahun 384 Hijriah atau 994 M. Ibnu Hazm adalah seorang ulama Andalus yang menghimpun berbagai ilmu keislaman, paling luas pengetahuannya, ahli syair dan sastra, serta pakar dalam ilmu sejarah. Al-Fadhl, putra Ibnu Hazm mengatakan bahwa tulisan ayahnya sebanyak 400 jilid.
Kakeknya adalah menteri di Cordova, begitu juga dengan ayahnya. Jadi Ibnu Hazm tinggal di kementrian hingga usianya mencapai 26 tahun.
Suatu ketika ia masuk masjid sebelum shalat ashar, maka dia duduk tanpa melaksanakan shalat tahiyyatul masjid. Gurunya pun menyuruhnya untuk berdiri melaksanakan shalat tahiyat dua rakaat. Namun dia belum paham juga. Sehingga ada seorang yang berada di dekatnya mengatakan, “Engkau telah berusia seperti ini sementara kau tidak tahu bahwa shalat tahiyatul masjid itu wajib?” sehingga dia pun berdiri melaksanakan shalat.
Setelah selesai shalat ashar, Ibnu Hazm kemudian berdiri hendak melakukan shalat sunnah. Ada lagi yang mengatakan padanya, “Duduk, duduk, ini bukan waktu shalat.”. maka dia pun pergi dalam keadaan malu terhina. Setelah itu dia meminta ditunjukkan rumah syaikh Musyawir Abu Abdillah bin Dahun, ulama di Cordova. Ibnu Hazm mulai mempelajari kitab Al-Muwattha karya Imam Malik. Mazhab Maliki adalah mazhabnya masyarakat Andalusia. Sejak itu Ibnu Hazm rajin membaca kitab al-Muwattha di hadapan gurunya selama tiga tahun. Lalu setleha itu baru dia memulai diskusi dan perdebatan.
Meskipun diakui sebagai seorang yang berilmu dan memiliki otak yang encer, Ibnu Hazm banyak dibenci oleh ulama lainnya karena perkatannya, perdebatannya dengan para fuqaha, dan merekmehkan para tokoh dengan perkataan yang tidak pantas dan kasar. Sebagaimana yang dilakukannya dengan imam besar Andalusia lainnya, Abu Al-Walid Al-Baji. Hingga ada yang mengatakan bahwa Pedang Al-Hajjaj dan Lisan Ibnu Hazm dua bersaudara.”
Karena itulah banyak yang menjauhinya serta membakar buku-bukunya meskipun tidak sedikit yang mengambil faidah dari karyanya tersebut. Di antara yang memujinya adalah Imam Adz-Zahabi, “Ibnu Hazm adalah orang yang memiliki keahlian dalam berbagai keilmuan. Dalam dirinya terdapat agama, sikap wara, zuhud, dan mengutamakan kejujuran. Ayahnya adalah seorang menteri besar, memiliki kedudukan mulia.”
Guru-Guru Ibnu Hazm
- Yahya bin Mas’ud bin Wajh Al-Jannah
- Qasim bin Ashbagh
- Yunus bin Abdullah bin Mughits Al-Qadhi
- Humam bin Ahmad Al-Qadhi.
- Muhammad bin Sa’id bin Nabat.
Karya-karya Ibnu Hazm
- Kitab Al-Muhalla
- Masa’il Al-Ushul
- Kitab Al-Ihkam fi Ushul Al-Ahkam
- Kitab Al-Fishal fi Al-Milal wa Al-Ahwa’ wa An-Nihal
- Thauq Al-Hamamah.
Ibnu Hazm wafat pada malam senin 456 Hijriah (1064 M) dalam usia 72 tahun.