01.05 -
Sejarah Islam
No comments
Sejarah Perkembangan Orientalis
Islam
telah menjadi objek studi orientalis sejak berabad-abad yang lalu.
Perhatian bangsa Barat untuk mempelajari Islam bermula sejak masa
Perang Salib. Orang-orang Barat mempelajari Islam karena mereka
memandang Islam sebagai salah satu kekuatan dan sumber peradaban
dunia.
Orang
Barat yang mempelajari Islam disebut orientalis. Istilah orientalis
telah muncul sejak abad ke-17 ketika sarjana-sarjana Barat mulai
mengkaji Islam dan dunia Timur umumnya secara ilmiah. Abdullah Laroui
mendefinisikan orientalis adalah orang Barat yang menjadikan Islam
sebagai fokus penyelidikannya.
Menurut
William Montgomery Watt, orientalisme adalah suatu cara dan kebiasaan
yang dilakukan oleh sarjana Barat untuk memberi karakteristik
terhadap dunia Timur, mencakup studi tentang budaya, bahasa, sastra
agama, dan berbagai hal mengenai ketimuran.
Studi
bangsa Barat terhadap Islam di abad ke-19 digalakkan karena beberapa
motif:
- Motif kolonialisme, yaitu ingin memperkokoh kedudukan kolonialisme agar umat Islam merasa minder dan bangsa Barat tetap melestarikan dominasinya di dunia Timur Islam.
- Motif Misionaris, yakni membetuk image bahwa Islam adalah agama ciplakan dari yahudi dan Kristen.
- Motif ilmiah, yakni dorongan mereka mempelajari Islam semata karena dorongan ilmiah. Namun motif ini tidak bisa menghasilkan konklusi yang positif karena tradisi ilmiah barat yang empiric positivistic diterapkan dalam mengkaji Islam, sementara ada hal-hal yang supra empiric.
Masa
Perang Salib merupakan era dimana orang Barat mulai berusaha mengenal
Islam lebih jauh. Menurut Southern, sesudah tahun 1120 M, gambaran
tentang Islam dan Muhammad mulai tersebar luas di Eropa. Meskipun
pada tahun-tahun sebelumnya sudah ada mahasiswa Eropa yang belajar di
Andalusia tetapi nama Islam dan Muhammad belum tersebar luas. Sebelum
tahun itu, nama Mohamet (Muhammad) baru satu kali disebut dalam
literatur di luar Spanyol dan Italia Selatan.
Kekalahan
dalam Perang Salib dan jatuhnya Konstantinopel merupakan pengalaman
pahit Kristen Eropa sehingga raja-raja Eropa bersumpah untuk mengusir
orang ‘kafir’. Disinilah muncul semangat orang-orang Eropa untuk
mengecam dan menyerang Islam dari berbagai kepentingan. Sebagai bias
dari kebencian ini, pengarang-pengarang Eropa mulai menulis buku-buku
dengan gambaran yang salah bercampur kebencian terhadap Islam. Sumber
lain menyebutkan bahwa kajian tentang Timur digalakkan dalam rangka
membantu gerakan kolonialisme di satu sisi, dan sisi lain untuk
pelecehan terhadap ajaran-ajaran Islam. Pemikiran ini muncul ketika
orang-orang Kristen tidak sanggup lagi melawan kaum Muslimin melalui
senjata sehingga mereka berpikir. Cara baru memerangi umat Islam
adalah melalui perang pemikiran (ghazwu
al-fikr).
Ternyata cara ini sangat manjur dan pengaruh pemikiran
kebarat-baratan merambah dunia Timur.
Perhatian
besar pada studi Islam di Eropa pada abad ke-12 M dimulai ketika
Petrus Veneralibis, kepala biara induk di Cluny (Prancis) pernah
mengunjungi Toledo. Ia kemudian membentuk satu tim untuk mempelajari
Islam. Satu seri dari karya tim itu adalah terjemahan al-Qur’an ke
dalam bahasa latin yang ditugaskan pada Robert Ketton dan
diselesaikan pada Juli 1143M. buku ini merupakan studi pertama orang
Barat tentang al-Qur’an. Dalam buku itu dikatakan bahwa al-Qur’an
bukan firman Tuhan dan Muhammad bukan nabi dan rasul tetapi penipu.
Di
abad ke-13 terlihat gejala sikap simpatik orang Barat terhadap Islam.
Roger Bacon (1210-1292) seorang tokoh Barat yang pernah menjadi
mahasiswa di perguruan tinggi Islam Spanyol menolak sama sekali Bible
sebagai sarana mengenal Nabi Muhammad dan peran Islam di dunia. Ia
menolak strategi Perang Salib dan mengusulkan kepada Gereja Katolik
agar mendirikan sekolah sebagai media dialog Islam dan Kristen.
Di
abad ke-17 dan 18 oleh Maxisme Rodinson disebut the
ages of reason
dimana orang Barat cenderung melihat Islam secara obyektif. Hendry de
Boulainvillers dalam bukunya mengatakan Nabi Muhammad bukan penipu.
Menurut Edward Gibbon (1737-1794) Muhammad adalah seorang yang amat
toleran dan ahli hukum yang bijaksana.
Pada
masa ini mulai muncul tulisan-tulisan yang bersifat obyektif dan
terbuka, misalnya tulisan-tulisan Voltaire (1684-1778) dan Thomas
Carlyle (1896-1947). Periode ini sekalipun muncul penulis-penulis
obyektif mulai memasuki masa kolonialisme. Orang Barat datang ke
dunia Islam untuk berdagang dan kemudian hendak menguasai dan
menundukkan Timur. Untuk tujuan ini, maka bangsa-bangsa Timur perlu
diketahui secara benar dan obyektif. Dengan jalan ini hubungan lebih
dekat dan mereka lebih mudah ditundukkan. Maka gambaran Islam dan
Timur dalam tulisan merekapun mulai obyektif, misalnya tentang agama
dan adat istiadat Indonesia muncul tulisan-tulisan Marsden, Raffles,
Wiken, Keyser dan Snouck Hurgronje. Bahkan Napoleon mengadakan
ekspedisi ke Mesir tahun 1798, ia membawa sejumlah orientalis untuk
mempelajari adat istiadat, ekonomi dan pertanian Mesir. Orientalis
itu antara lain, Langles (ahli bahasa Arab), Villoteau (mempelajari
musik Arab) dan Marcel (mempelajari sejarah Mesir).
Setelah
muncul romantisisme pada abad ke-19 timbul usaha orang Barat
mempelajari bahasa dan satra Timur, terutama bahasa dan sastra Arab.
Akan tetapi dengan semakin meningkatnya kegiatan imperialism di akhir
abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20, maka sikap apologi Barat
untuk mendukung imperialismenya timbul kembali. Image
negatif pada masa Perang Salib dibangkitkan kembali untuk menekan
Islam dan umatnya di negara terjajah. Di masa itu juga muncul
beberapa tokoh sosiologi seperti Karl Marx, dan Emila Durkhein. Tokoh
psikoanalisa Sigmund Freud, Carl Gustav Jung, tokoh fenomenologi
Edmund Husserl. Teori mereka turut mempengaruhi metode pendekatan
orientalis terhadap studi tentang Nabi Muhammad.
Belakangan,
kaum orientalis berusaha membantah bahwa mereka bukanlah orientalis
seperti yang dikenal selama ini. Akan tetapi mereka adalah Arabists
(belajar tentang Arab), Islamist
(belajar tentang Islam), dan Humanists
(belajar tentang ilmu-ilmu kemanusiaan), atau bahwa mereka adalah
orang yang secara khusus mengkaji iklim, sosial, dan ekonomi di
kawasan-kawasan dunia tertentu, termasuk dunia Timur.
Refrensi
Musthafa
al-Siba’I, Akar-akar
Orientalisme,
diterjemahkan oleh Ahmadi Thaha, Surabaya:PT. Bina Ilmu, 1983
Ismail
Jakub, Orientalisme
dan Orientalis,
cet.I, Surabaya: Faizan, 1983.
Mutolah
Maufur, Orientalisme
Serbuan Ideologis dan Intelektual,
Jakarta: pustaka al-Kautsar, 1995.
Muhammad
Nasir Mahmud, Orientalisme
berbagai Pendekatan Barat dalam Studi Islam,
Cet,I, Makassar: Alauddin University Press, 2011.
0 komentar:
Posting Komentar