Suatu sore empat orang pemuda shalih duduk-duduk sambil berbincang di dekat Ka’bah. Mereka membicarakan mimpi yang ingin mereka raih. Salah seorang dari mereka berkata, “Aku ingin menjadi Khalifah setelah Mu’awiyah bin Abi Sufyan.”
Pemuda itu bernama Abdul Malik bin Marwan, keturunan Umayyah salah seorang tokoh Quraisy Makkah. Lahir di Madinah pada tahun 26 Hijriah di masa Khalifah Utsman bin Affan. Hidup di lingkungan ilmu pengetahuan membuat Abdul Malik gemar belajar.
Sebelum menjadi Khalifah, Abdul Malik dikenal sebagai orang yang zuhud dan berilmu. Ia menghabiskan waktunya di Madinah untuk menimba ilmu dari para ulama kota Rasul. Ia tidak pernah meninggalkan Madinah kecuali ketika menunaikan ibadah haji atau berjihad.
Di Madinah, ia berguru kepada para sahabat Rasulullah sepertin Abdullah bin Umar, Abu Hurairah, dan Abu Sa’id Al-Khudri. Semangatnya menuntut ilmu menjadikannya salah seorang ulama di Madinah. Beberapa Tabi’in belajar dan meriwayatkan hadits darinya di antaranya Urwah bin Zubair, Amr bin Al-Harits, dan Az-Zuhri.
Menjadi Khalifah.
Abdul Malik bin Marwan menjadi khalifah setelah ayahnya meninggal pada tahun 65 Hijriah. Ketika ia menjabat sebagai Khalifah kubu umat Islam terpecah. Mereka adalah kubu Abdullah bin Zubair yang berkuasa di Hijaz hingga Irak, kubu Khawarij yang mendirikan negara di Yamamah, dan kelompok Syi’ah yang hampir mendirikan sebuah negara di Irak.
Sebagai Khalifah yang sah, Abdul Malik dengan strategi yang cerdas mampu meredam segala pemberontakan yang terjadi sehingga umat Islam kembali bersatu di bawah satu bendera. Karena itu ia disebut sebagai pemersatu negara Islam dan juga pendiri kedua Dinasti Bani Umayyah setelah Mu’awiyah.
Setelah berhasil menyelesaikan masalah dalam negeri, Khalifah Abdul Malik melakukan penaklukkan ke wilayah Afrika Utara yang menjadi kekuasaan Romawi. Dia mengangkat Hassan bin Nu’man sebagai panglima yang berhasil menghabisi pasukan Romawi di Afrika Utara sehingga negeri itu menjadi negeri Islam seluruhnya.
Pujian-Pujian kepada Khalifah Abdul Malik
- Nafi’ berkata, “Aku melihat Abdul Malik di Madinah. Kala itu Aku tidak melihat seorang remaja yang lebih dermawan, lebih faqih dan lebih banyak ibadahnya serta lebih baik bacaannya dalam Kitabullah daripada Abdul Malik bin Marwan.
- Abu Zinad, “Para faqih dari kalangan penduduk Madinah adalah Sa’id bin Musayyib, Abdul Malik bin Marwan, Urwah bin Zubair, dan Qubaishah bin Dzuaib.
- Abdullah bin Umar, “Sesungguhnya Marwan memiliki seorang anak (Abdul Malik), maka tanyakanlah kepadanya masalah-masalah kalian.”
- Ummu Darda’, “Aku membayangkan bahwa khilafah ini akan berada di tanganmu sejak aku melihatmu. Sebab aku tidak pernah menemukan seorangpun yang mampu berbicara dan sekaligus mendengar lebih baik darimu.”
- Al-Ashma’i, “Ada empat orang yang tidak pernah keseleo lidahnya dalam mengucapkan kata-kata baik dalam kondisi serius atau bercanda, yaitu Asy-Sya’bi, Abdul Malik bin Marwan, Hajjaj bin Yusuf dan Ibnu Al-Qarriyah.”
Prestasi-Prestasinya
- Menjadi gubernur Madinah di masa Khalifah Mu’awiyah.
- Menjadi ulama dan ahli fiqih di Madinah.
- Meredam pemberontakan dalam negeri.
- Mengalahkan Romawi di Afrika Utara.
- Khalifah pertama yang membuat mata uang sendiri dan menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an di atasnya.
Pemimpin kali ini adalah Muhammad II bin Murad II, sultan ketujuh Dinasti Utsmani lahir pada tahun 835 Hijriah (1432 M) di Edirne, Turki. Dialah pemimpin yang mendapat julukan “Al-Fatih” karena kesuksesannya membebaskan Konstantinopel dan mengubur kekaisaran Byzantium untuk selama-lamanya.
Menjadi penakluk Konstantinopel tidaklah terbentuk dalam waktu singkat. Sejak kecil Sultan Muhammad II telah dibina dengan guru-guru dan ulama Rabbani yang mendidiknya menjadi pribadi yang hebat. Sejak kecil Sultan Muhammad II telah menyelesaikan hafalan Al-Qur’an, membaca hadits, belajar ilmu fiqih, matematika, astronomi, sejarah, ushuluddin, dan metode perang. Kecerdasannya juga nampak dengan menguasai banyak bahasa: Arab, Turki, Persia, Yunani, Serbia, Italia, dan bahasa Latin.
Ayahnya, Sultan Murad II sangat memperhatikan pendidikan Muhammad sejak kecil. Karena dialah penerus kepemimpinan setelah meninggalnya. Dialah pemimpin umat Islam di masa mendatang. Karena itu Sultan Murad II meminta ulama Rabbani, di antaranya yang terkenal adalah Syaikh Ahmad bin Ismail Al-Kurani dan Syaikh Aq Syamsuddin untuk mendidik anaknya.
Di bawah didikan guru-gurunya itulah Sultan Muhammad II tumbuh menjadi pribadi luar biasa yang mencintai ilmu, memiliki sifat takwa, dan mencintai jihad. Syaikh Aq Syamsuddin adalah orang yang paling berpengaruh bagi Sultan Muhammad II. Selain mendidiknya, Syaikh juga selalu memotivasi dan meyakinkan dirinya bahwa dialah yang dimaksudkan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penakluk Konstantinopel.
Sekitar delapan abad yang lalu, Rasulullah pernah bersabda kepada para sahabat beliau, “Sungguh Konstantinopel akan ditaklukkan. Sebaik-baik panglima adalah panglima yang menaklukkannya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukannya.”
Berbagai upaya telah dilakukan para khalifah Islam untuk membebaskan Konstantinopel sejak masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan, Dinasti Umayyah, Dinasti Abbas, dan sekarang masa pemerintahan Sultan Murad II, benteng kota itu belum juga mampu ditembus. Namun, Syaikh Aq meyakinkan bahwa Sultan Muhammad II-lah orangnya. Dialah pemimpin yang mampu menembus benteng kokoh Konstantinopel yang bersejarah itu.
Tahun 1453
Konstantinopel merupakan kota terpenting di dunia saat itu. Ada perkataan terkenal yang mengatakan, “Seandainya dunia itu di bawah satu kerajaan, maka ibu kota yang paling pantas untuknya adalah Konstantinopel.” Untuk menaklukkanya, Sultan Muhammad II melakukan banyak persiapan, di antaranya mempersiapkan 265.000 pasukan dan 400 kapal perang dan persenjataan lengkap.
Setelah mengepung Konstantinopel selama beberapa bulan, akhirnya pasukan Islam yang dipimpin Sultan Muhammad II berhasil menaklukkan benteng Konstantinopel yang kokoh. Yang membuat takjub adalah strategi Sultan yang memindahkan 70 kapal perang dari selat Bosporus ke Teluk Tanduk Emas yang merupakan titik terlemah pertahanan Byzantium, melalui daratan. Ia telah mengubah daratan menjadi lautan.
Penaklukkan terjadi pada tahun 857 Hijriah (1453 M). Penduduk Konstantinopel beragama Kristen diperlakukan dengan baik. Mereka tetap diperbolehkan menjalankan agama mereka. Sementara itu sang Sultan melakukan sujud syukur kemudian menuju gereja Aya Sofia dan meminta azan dikumandangkan sebagai pertanda gereja itu telah diubah menjadi masjid. Ia pun mengganti nama Konstentinopel menjadi Islambul yang berarti kota Islam.
Menjadi Khalifah
- Ketika menjabat sebagai khalifah menggantikan Sultan Murad II, usia Sultan Muhammad Al-Fatih baru menginjak 22 tahun.
- Usianya belum melebihi 25 tahun ketika menaklukkan Konstantinopel.
- Syaikh Al-Kurani dan Syaikh Aq Syamsuddin adalah dua guru yang paling berpengaruh pada pribadi Sultan Al-Fatih.
- Penaklukkan Konstantinopel terjadi pada tanggal 29 Mei 1453 M.
- Sultan memerintahkan membangun masjid di dekat makam Abu Ayyub Al-Anshari, sahabat Nabi.
- Wafat pada tahun 1481 M di usia 52 tahun.
Kota-kota yang Ditaklukkan Al-Fatih
- Konstantinopel.
- Murah di Yunani.
- Albania.
- Bosnia.
- Hungaria.
- Trabzon, dll.
Namanya adalah Harun bin Al-Mahdi bin Al-Manshur. Ia menjadi Khalifah setelah kematian saudaranya, Al-Hadi pada tahun 170 Hijriah. Kakeknya, Abu Ja’far Al-Manshur adalah pendiri kota Baghdad.
Suatu hari, seorang ulama terdekat Harun Ar-Rasyid bernama As-Sammak datang menemuinya di Istana kerajaan. Pada saat itu, Harun meminta segelas air minum kepada pelayannya. Pelayannya segera mengambil air dan ketika Khalifah mengangkat gelas untuk minum, As-Sammak berkata, “Tahanlah wahai Amirul Mukminin, andaikata orang-orang mencegahmu untuk meminum air ini, berapa yang akan kau keluarkan untuk membeli air ini?”
Tanpa pikir panjang Khalifah Ar-Rasyid menjawab, “Akan saya beli dengan separuh kerajaanku.” “Minumlah semoga Allah memberi kenikmatan untukmu.”, do’a As-Sammak kepadanya.
Ketika Khalifah selesai minum, As-Sammak kembali bertanya, “Andaikata air itu tidak bisa keluar dari perutmu, dengan harga berapa kau akan membayarnya, wahai Amirul Mukminin?” “Dengan seluruh kerajaanku!”, jawab Khalifah Ar-Rasyid.
Mendengar jawaban Khalifah, As-Sammak berkata lagi, “Jika harga kerajaanmu harganya sama dengan seteguk air dan sekali buang air kecil, sudah sepantasnya orang-orang tidak memperebutkannya.”
Nasihat As-Sammak mengena di hati sang khalifah. Dan khalifah tak sanggup menahan tangisnya. Harun Ar-Rasyid memang terkenal sebagai khalifah yang suka meminta nasihat. Ia juga mudah menangis mendengar nasihat-nasihat para ulama. Ia pernah menangis hingga tak sadarkan diri ketika dinasehati oleh Fudhail bin Iyadh. Selain itu, ia juga dikenal senang dipuji. Jika ada orang memujinya dia akan memberikan sejumlah uang dalam jumlah besar.
Masa Kegemilangan Islam
Masa Harun Ar-Rasyid disebut-sebut sebagai salah satu masa paling gemilang dalam sejarah Islam. Pada masanyalah Baghdad menjadi identik dengan sebutan negeri 1001 malam. Ia melebihi Konstantinopel dalam kemakmuran dan kemegahannya.
Pada masa pemerintahannya, pendapatan Daulah Abbasiyah mencapai 70.150.000 dinar. Pemerintah berhasil memanfaatkan Sungai Tigris dan Eufrat untuk pertanian dan sistim kanal, tanggul, serta cadangan air yang brilian berhasil mengeringkan rawa-rawa di sekitarnya.
Berbagai macam imigran datang ke Baghdad dari agama yang berbeda, mulai dari Kristen, Yahudi, Zoroaster, Hindu, datang ke Baghdad baik untuk berwisata maupun berbisnis. Sebagai pusat dunia dan pusat peradaban, Baghdad tidak hanya sibuk di siang hari tapi juga memiliki daya tarik pada malam hari diterangi dengan cahaya lampu. Di masa kejayaan Baghdad ini, kota London dan Paris masih merupakan kota kecil yang kotor dan kacau, tanpa penerangan. Ia bahkan belum pantas disebut kota.
Harun Ar-Rasyid sangat peduli terhadap ilmu pengetahuan, karena itu dia memanggil para ilmuwan dan ulama Islam untuk datang ke Baghdad dan menetap di sana. Di antaranya adalah Abu Yusuf, murid imam Abu Hanifah yang diangkat menjadi Hakim (qadhi) di Istananya. Ia sempat
memanggil imam Malik untuk menetap di Baghdad dan mengajar kedua anaknya, tetapi sang Imam menolak.
Wafatnya
Khalifah Ar-Rasyid meninggal saat memimpin perang Thus, sebuah kota di wilayah Khurasan. Dia dishalatkan oleh anaknya bernama Shalih kemudian dimakamkan di daerah itu juga pada tahun 193 Hijriah. saat itu usianya 45 tahun. Wafatnya adalah duka bagi seluruh umat Islam.
Fudhail bin Iyadh pernah mengatakan, “Tidak ada kematian yang paling menyulitkan kami selain kematian Ar-Rasyid. Kami takut sepeninggalnya muncul berbagai malapetaka. Aku senantiasa memohon kepada Allah agar memanjangkan usianya daripada usiaku.” Semoga Allah merahmatinya.
Pujian kepada Harun Ar-Rasyid
- Al-Qadhi Al-Fadhil berkata, “Aku tidak pernah mendengar dan tidak pernah mendapatkan seorang raja yang melakukan pengembaraan untuk menuntut ilmu kecuali Harun Ar-Rasyid.”
- Imam Adz-Dzahabi, “Kisah tentang Ar-Rasyid sangat panjang. Karena sangat banyak hal yang baik yang ada pada masa pemerintahannya.”
- Manshur bin Ammar berkata, “Tidak pernah sekalipun aku melihat orang yang lebih deras cucuran air matanya dari tiga orang ini, yaitu Fudhail bin Iyadh, Ar-Rasyid, dan seorang yang lain (dia lupa namanya).”
- Nafthawih, “Ar-Rasyid banyak mengikuti perilaku yang dilakukan oleh kakeknya, Al-Manshur, kecuali dalam hal kekikiran. Sebab tidak pernah ada seorang khalifah pun yang sama dengannya dalam kedermawanan.”
Andalusia di masa lalu banyak melahirkan ulama-ulama besar dalam sejarah Islam. Di antaranya adalah ulama kelahiran Cordoba, Imam Ibnu Abdil barr.
Namanya adalah Abu Umar Yusuf bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Barr Al-Andalusi. Lahir di Cordoba, Andalusia tahun 368 Hijriah. Meskipun ia lahir di negeri Eropa, Andalusia, sebenarnya ia berasal dari kabilah Arab, yaitu kabilah Namr.
Sejak kecil ia berada dalam keluarga yang berhiaskan ilmu agama, keutamaan, dan kezuhudan. Kakeknya, Muhammad bin Abdil Barr adalah ahli ibadah yang terkenal. Sementara ayahnya, Abdullah bin Muhammad termasuk ahli fikih terkemuka di Cordoba.
Ibnu Abdil Barr tumbuh dan besar di kota kelahirannya, pusat ilmu pengetahuan, Cordoba yang kala itu menjadi ibu kota Andalusia. Di Cordoba beliau mendalami ilmu dari para ulama terkemuka. Ia mempelajari hadits dan meriwayatkannya hingga menjadi pakar hadits dan dijuluki Hafizh Al-Maghrib. Selain itu ia juga mempelajari fikih, bahasa, sejarah, dan adab dari ulama-ulama di kotanya.
Puas dengan ilmu yang didapatkan, Ibnu Abdil Barr meninggalkan Cordoba untuk mencari ilmu di kota lain. Ia menjelajahi berbagai penjuru timur dan barat Andaluisa. Ia pernah singgah di Denia, Valencia, dan Jativa. Ia sempat menjabat qadhi (hakim) di Lisabon.
Ibnu Abdil Barr telah berjumpa dengan ulama-ulama besar di masanya. Keluasan ilmunya membuatnya disegani oleh orang-orang. Ia termasuk ulama yang telah mencapai level ijtihad dan itu tergambar dalam berbagai karyanya. Awalnya Ibnu Abdil Barr bermazhab Zhahiri lalu berpindah menjadi Maliki. Namun dia condong kepada fikih Syafi’i dalam sejumlah persoalan. Ibnu Abdil Barr wafat di Jativa pada malam Jum’at tahun 463 Hijiriah dalam usia 95 tahun.
Jihad Andalusia
Pada tahun 456 Hijriah (1064 M), pasukan Kristen Norman dan Prancis menyerang Bobastro, salah satu kota Muslim di Andalusia dan membantai lebih dari 40 ribu penduduk Musim di sana. Pembantaian tersebut menggerakkan Abu Al-Walid Al-Baji, ulama besar Andalusia untuk menyeru penguasa dan umat Islam agar berjihad melawan kaum Salib.
Seruan Al-Walid membuat penguasa Muslim bergerak diikuti oleh penduduk Muslim lainnya. Di antara mereka yang ikut berjihad adalah Ibnu Abdil Barr dan Ibnu Hazm. Ulama lainnya yang bergabung adalah kakek dari Ibnu Rusyd. Umat Islam berjihad melawan kaum Salib selama sembilan bulan dan dengan pertolongan Allah umat Islam berhasil merebut kembali Bobastro.
Pujian Ulama Kepada Ibnu Abdil Barr
- Ibnu Bisykawal mengatakan, “Ibnu Abdil Barr adalah imam di zamannya dan orang nomor satu pada masanya.
- Ibnu Hazm berkata, “Aku tidak mengetahui ada pembahasan fikih hadits yang semisal dengan Ibnu Abdil Barr. Lalu bagaimana kiranya ada yang lebih baik darinya?”
- Abu Al-Walid Al-Baji mengatakan, “Belum pernah ada di Andalusia seperti Abu Umar bin Abdil Barr dalam hadits. Dia adalah penduduk Maghrib yang paling banyak hafal hadits.”
- Abu Abdillah bin Abi Al-Fath mengatakan, “Abu Umar (Ibnu Abdil Barr) adalah orang yang paling tahu di Andalusia tentang sunan, atsar, dan perselisihan ulama kota-kota besar.”
- Adz-Dzahabi, “Dia adalah hafizh Maghrib pada zamannya.”
Guru-guru Ibnu Abdul Barr
- Khalaf bin Al-Qasim.
- Abdul Warits bin Sufyan.
- Al-Hafizh Abdul Ghani.
- Abu Al-Qasim Ubaidullah bin As-Saqht.
- Abdullah bin Muhammad bin Abdul Mu’in, dll.
Murid-muridnya
- Abu Al-Hasan bin Mufawwiz Asy-Syatibi.
- Abu Muhammad bin Hazm.
- Al-Hafizh Abu Ali Al-Ghassani.
- Al-Hafizh Abu Abdillah Al-Humaidi.
- Abu Dawud, dll.
Karya Tulis
- Al-Isti’ab.
- Ad-Durar fi Ikhtishar Al-Maghazi wa As-Siyar.
- Al-Aql wa Al-‘Uqala.
- Al-Kafi fi Madzhab Malik.
- Al-Iktifa fi Qira’ah Nafi wa Abi Amr.
- Al-Ajwibah Al-Mu’ibah.
Bahan bacaan:
Syaikh Ahmad Farid, 60 biografi Ulama Ahlussunnah
Tariq Suwaidan, Dari Puncak Andalusia
Dari hari ke hari perilaku buruk orang-orang Quraisy semakin menjadi-jadi. Mereka selalu berpesta sambil meminum-minuman keras, menyembelih hewan bukan dengan nama Allah, zina menjadi hal biasa, dan yang paling parah adalah melakukan pemujaan terhadap berhala.
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersedih melihat keburukan masyarakat Makkah yang telah menjadi tradisi. Agama nenek moyang mereka, Isma’il, telah mereka tinggalkan. Hal itu membuat dirinya memilih untuk mengasingkan diri jauh dari keramaian kota Makkah. Ia memilih memilih Gua Hira yang berjarak sekitar dua mil dari Makkah untuk melakukan penyendirian spiritual atau tahannuts.
Selama tiga tahun berturut-turut selama bulan Ramadhan beliau selalu bertahannuts di Gua Hira. Tahannuts bukan hal yang aneh bagi kaum Quraisy dan sudah menjadi praktik tradisional di kalangan keturunan Isma’il. Pada setiap generasi selalu ada satu atau dua orang yang mengasingkan diri ke tempat yang terisolasi dalam waktu sekian lama agar terbebas dari kontaminasi dunia manusia.
Dalam perenungannya di Gua, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu membawa bekal dan memfokuskan diri pada malam-malam tertentu untuk beribadah, kemudian pulang ke rumah dengan lebih dahulu mengelilingi Ka’bah.
Ketika usia beliau mencapai usia empat puluh tahun peristiwa menakjubkan pun terjadi. Saat ia berada di dalam Gua menjelang akhir Ramadhan, datang kepadanya malaikat Jibril. Malaikat Jibril berseru padanya, “Bacalah!” “Aku tidak bisa membaca”, jawab beliau. Jibril lalu mendekapnya lalu melepaskan dan kembali berseru, “Bacalah!” “Aku tidak dabat membaca.”, jawabnya sama.
Untuk ketiga kalinya, sang malaikat mendekap tubuh beliau lalu berkata, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. Yang mengajar manusia dengan pena (qalam). Dia mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq: 1-5). Beliau akhirnya mengulangi kata-kata yang diucapkan Jibril, kemudian Jibril meninggalkannya.
Waraqah bin Naufal
Setelah pertemuannya dengan malaikat Jibril di Gua Hira, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa ketakuta, ia bergegas pulang ke rumah. Sampai di rumah, beliau meminta istrinya, Khadijah agar menyelimutinya. “Aku khawatir sesuatu menimpaku.”, kata beliau setelah mengisahkan apa yang dialaminya. Mendengar kisah suaminya, Khadijah menenangkannya.
Setelah itu, Khadijah membawa beliau ke sepupunya yang beragama Nasrani bernama Waraqah bin Naufal. Beliau menceritakan kepada sepupu istrinya tentang peristiwa yang dialaminya dalam gua. Waraqah terkejut dan mengatakan bahwa yang mendatanginya adalah Namus (malaikat Jibril). Malaikat yang sama diutus kepada Nabi Musa.
Waraqah berharap ia diberi umur panjang agar bisa membela beliau ketika ia disakiti kaum Quraisy. “Akankah mereka mengusirku?”, tanya Nabi Muhammad. “Ya”, jawab Waraqah. “Belum pernah ada sebelumnya laki-laki yang menyampaikan sesuatu yang engkau meiliki sekarang tanpa menghadapi kekerasan.”, sambungnya. Namun, beberapa hari kemudia, Waraqah meninggal dunia. Setelah itu wahyu terputus untuk beberapa waktu.
Setelah Wahyu Pertama
- Saat terputusnya wahyu, Nabi Muhammad merasa tertekan dan semakin takut sampai ia hampir bunuh diri dengan meloncat dari atas bukit.
- Wahyu yang kedua turun adalah, “Wahai orang yang berkemul (berselimut)! Bangunlah, lalu berilah peringatan!..” (QS. Al-Mudatsir: 1-7).
- Setelah turunnya ayat kedua itu, Rasulullah mulai mendakwahkan agama yang baru diterimanya kepada orang-orang terdekat beliau.
- Khadijah adalah orang pertama yang beriman kepada beliau. Lalu keluarganya yang lain, Ali, Zaid. Kemudian sahabat beliau, Abu Bakar bin Abi Quhafah. Dari tangan Abi Quhafah, beberapa orang masuk Islam.
- Penduduk Makkah lainnya yang mula-mula masuk Islam antara lain Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah, Utsman bin Mazh’un, Arqam bin Abil Arqam, dan lainnya.
- Dari kalangan wanita yang beriman pada beliau antara lain Ummu Salamah, Fathimah binti Khatthab, Asma binti Umais, Aminah binti Khalaf, Ramlah binti Abu Auf, Fakiha binti Yasir, dan Fathimah binti Mujalil.
Dari hari ke hari, perbuatan penduduk Makkah semakin memprihatinkan. Berbagai macam kejahatan telah mereka lakukan. Menyembah berhala, membunuh jiwa, zina merebak, dan yang kuat menindas yang lemah. Perbuatan-perbuatan hina mereka membuat Muhammad banyak merenung dan menyendiri ke gua hira.
Dahulu, sebelum Muhammad diangkat menjadi Nabi ada empat orang di Makkah yang disebut hanafiyyun (hanif). Mereka menolak untuk menyembah patung-patung yang disembah masyarakat Arab. Di antara patung yang terkenal di Hijaz adalah Hubal, Lata, Uzzah, dan Manat.
Dua dari empat orang itu adalah Waraqah bin Naufal dan Zaid bin Amr. Mereka berdua berusaha mencari agama yang benar. Waraqah memilih untuk memeluk Kristen mempelajari kitab agama Kristen yang asli.
Sementara Zaid bin Amr orang yang menentang keras penyembahan terhadap berhala hingga ia diusir dari Makkah. Dia mencari agama nenek moyangnya, Nabi Ibrahim, yang telah dilupakan oleh orang-orang Quraisy. Ia menuju Syam dan Irak untuk bertanya kepada para pendeta dan rahib tentang agama Ibrahim alaihissalam.
Ketika meninggalkan Makkah, Zaid berdiri di dekat Ka’bah dan berkata lantang kepada orang-orang Quraisy yang sedang berdo’a, “Wahai Quraisy, Demi Dia yang Tangan-Nya lah terletak jiwaku. Tak seorangpun dari kalian mengikuti agama Ibrahim kecuali aku.” Ia juga berdo’a, “Wahai Rabb, seandainya aku tahu bagaimana Engkau ingin disembah, begitulah aku akan menyembah-Mu, tetapi aku benar-benar tidak tahu.”
Setelah bertanya kepada para pendeta dan rahib di kota yang ia kunjungi dan mereka mengabarkan bahwa akan ada Nabi yang muncul di Makkah, maka Zaid kembali ke Makkah. Namun di perbatasan selatan Syiria ia diserang hingga tewas. Dia tidak pernah berhubungan dengan Nabi Muhammad.
Di Gua Hira
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tahan melihat kondisi kaumnya yang telah rusak akhlaknya. Ia memilih banyak menyendiri. Ia menjauh dari pesta-pesta yang riuh di Makkah. Menghindar dari mabuk-mabukan yang menjadi kebiasaan orang-orang Quraisy. Kekecewaannya semakin hari semakin bertambah.
Akhirnya ia memilih menyendiri ke Gua Hira yang jaraknya sekitar dua mil dari Makkah. Di sanalah ia bisa merenung menghabiskan waktu sendiri tanpa melihat berhala-berhala yang selalu disembah penduduk Makkah. Setiap tahun selama tiga tahun berturut-turut, beliau menghabiskan bulan Ramadhan di dalam gua tersebut.
Tidak ada yang menyangka, di gua itulah malaikat Allah, Jibril ‘alaihissalam turun dan menyampaikan wahyu kepadanya. “Bacalah!”. Dia akan menjadi manusia utusan Allah yang akan memperbaiki kondisi penduduk Makkah. Lebih dari itu, ia akan diutus untuk mengubah kondisi seluruh umat manusia.
Peristiwa Penting
- Saat usia Rasulullah 35 tahun, banjir bagian sisi Ka’bah roboh. Hal ini membuat penduduk Makkah merenovasinya.
- Tiap-tiap kabilah saling bertikai saat hajar Aswad akan dikembalikan ke tempat semula.
- Rasulullah dipercaya untuk mengembalikan hajar Aswad ke tempatnya semula tanpa ada pertentangan. Dia adalah Al-Amin.
- Usia 40 tahun beliau lebih sering menyendiri ke Gua Hira.
Empat Orang Hanif
- Waraqah bin Naufal
- Zaid bin Amr
- Utsman bin Huwairits
- Ubaidullah bin Jahsy.