04.04 -
Sejarah Islam
No comments
Musa bin Nushair, Penakluk Andalusia
Mungkin namanya masih asing di telinga sebagian kaum
muslimin. Ia tidak setenar Shalahuddin al-Ayyubi pembebas al-Quds. Tidak pula sepopuler
Sultan Muhammad al-Fatih sang penakluk Konstantinopel. Akan tetapi jasanya bagi
kaum muslimin membuat namanya layak disejajarkan dengan dua pemimpin Islam tersebut
dan juga pemimpin Islam lainnya.
Namanya barulah kita temukan ketika membaca sejarah penaklukkan
Andalusia, negeri Islam yang hilang. Musa bin Nushair. Dialah yang memilih panglima
dari suku Barbar, Thariq bin Ziyad dan mengirimnya pada tahun 711 M untuk menyeberang
ke Andalusia beserta 7000 pasukan.
Setibanya di negeri Andalus, pasukan Islam di bawah komando Thariq
bin Ziyad mendarat di sebuah gunung yang hingga hari ini dikenal dengan Jabal
Thariq (Gibraltar). Dari sinilah dimulai penaklukkan. Puncaknya, ketika Thariq
beserta pasukannya bertemu dengan 100.000 pasukan Kristen yang dipimpin Raja
Roderick di tepi Sungai Guadalete. Dengan semangat jihad yang berapi-api umat
Islam berperang hingga sukses mengalahkan musuhnya. Roderick, Raja Kerajaan Goth
yang congkak, menemui ajalnya dalam pertempuran tersebut.
Setelah mengalahkan pasukan Roderick, Thariq memasuki kota-kota
penting di Andalusia. Jaen dapat didudukinya, Cordoba dapat ditaklukkan, kota
kuno Granada juga dapat diatasi, Malaga bernasib serupa. Bahkan Toledo, ibukota
kerajaan Goth dapat dikuasai Thariq tanpa peperangan.
Pada tahun 712, Musa bin Nushair menyusul bawahannya yang setahun
sblumnya tiba di Andalusia. Ia bersama pasukannya yang terdiri dari orang-orang
Arab dan Barbar melakukan penaklukan terhadap kota-kota penting lain di
Andalusia yang belum ditaklukkan oleh Thariq bin Ziyad seperti Ecija, Sevilla
dan Merida.
Pada akhirnya Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad bertemu
pada tahun 713. Keduanya bersama-sama menyempurnakan penaklukkan sehingga hanya
dalam waktu tiga tahun mereka dapat menguasai seluruh kota di Semenanjung Iberia
tersebut, kecuali satu wilayah kecil di bagian utara yang kelak menjadi basis kekuatan
Kristen dalam melakukan reconquista.
Musa bin Nushair memiliki cita-cita yang besar. Ia tidak puas
dengan kesuksesannya menaklukkan Andalusia. Di usianya yang telah menginjak 75
tahun, ia ingin masuk lebih jauh lagi yaitu menaklukkan Eropa. Tujuannya adalah
Konstantinopel. Kota metropolitan yang menjadi pusat kekaisaran Byzantium. Kota
yang menjadi cita-cita setiap pemimpin muslim agar menjadi pemimpin sebagaimana
yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebagai sebaik-baik
pemimpin.
Sungguh kota Konstantinopel pasti akan ditaklukkan. Pemimpin
yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin. Pasukannya adalah sebaik-baik
pasukan. (Al-Hadits)
Musa ingin menaklukkan kota yang dibangun oleh Kaisar
Constantine itu melalui jalur Andalusia. Mula-mula ia ingin menaklukkan negeri
terdekat Andalusia: Prancis, lalu negeri-negeri di sekitar Prancis, dan berakhir
di Konstantinopel.
Namun, cita-cita besar nan mulia tersebut tinggal angan dan tak
dapat ia wujudkan. Segera setelah mendengar rencana Musa bin Nushair, Khalifah
al-Walid bin Abdul Malik memanggilnya kembali ke Damaskus. Khalifah merasa
khawatir akan keselamatan gubernurnya beserta pasukan jika bersikeras untuk
masuk ke negeri yang belum mereka kenal betul kondisinya.
Meski merasa berat hati, Musa bin Nushair tetap menaati
Khalifah. Ia beserta bawahannya, panglima gagah perkasa, Thariq bin Ziyad
pulang ke Damaskus dengan membawa kemenangan dan tentunya ghanimah yang melimpah.
Urusan Andalusia selanjutnya ia serahkan kepada putranya, Abdul Aziz.
Musa bin Nushair, panglima penakluk Afrika Utara dan
Andalusia. Semangat juang dan pengorbanannya bagi kejayaan Islam patut dicatat
dengan tinta emas. Ia meninggal dalam perjalanan haji ke Baitullah pada tahun
718 M.
0 komentar:
Posting Komentar