Kamis, 08 Oktober 2015

Martir Cordova

Pada tahun 850, seorang pendeta di Cordova dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Tinggi Cordova atas tindakannya menghina dan melecehkan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Kematian sang pendeta bernama Perfectus itu rupanya memberikan dampak yang cukup besar bagi komunitas Kristen di ibukota pemerintahan Bani Umayyah.

Orang-orang Kristen yang taat maupun awam datang ke pengadilan tinggi Cordova dan mencela Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Oleh pemerintah, pelecehan terhadap Nabi Muhammad adalah sebuah pelanggaran dan pelakunya akan dikenakan sangsi yang berat sehingga dalam waktu sekitar empat bulan saja, terhitung lima puluh orang dikenakan hukuman mati. Namun, di kalangan Kristen, mereka dikenang sebagai pejuang Kristus. Mereka adalah “Martir Cordova” yang rela mati dan membela ajaran Kristen.

Fenomena Martir Cordova ini terjadi di masa pemerintahan amir Abdurrahman II. Salah satu faktornya disebabkan oleh orang-orang Kristen taat merasa tidak nyaman melihat kondisi saudara-saudara mereka penduduk asli Andalusia hanyut dan tenggelam dalam budaya umat Islam di Andalusia.

Sedikit kembali ke belakang, di tahun 711 M, ketika panglima gagah berani Thariq bin Ziyad tiba di Andalusia. Ia membebaskan penduduk Andalusia dari penindasan Bangsa Visigoth. Sebelum Islam datang, masyarakat Andalusia berada di bawah kekuasaan kerajaan Kristen Visigoth. Pihak kerajaan menetapkan pajak yang tinggi bagi masyarakat kalangan bawah demi kesejahteraan para bangsawan dan pihak gereja. Selain itu, orang-orang yang memeluk agama selain Kristen Katolik dipaksa untuk meninggalkan agama mereka. Jika enggan, mereka akan dihukum bahkan dibunuh. Mereka adalah para penganut Kristen Arian dan Yahudi yang minoritas.

Dalam waktu tiga tahun saja, Thariq bin Ziyad dan pasukannya didukung oleh Musa bin Nushair berhasil menaklukkan Semenanjung Iberia (baca: Andalusia). Seluruh kawasan berhasil dikuasai kecuali wilayah kecil di bagian utara yang menjadi cikal bakal Kerajaan Kristen yang tangguh di kemudian hari.

Sejak penaklukkan, Islam berevolusi di Andalusia dalam berbagai bidang. Di antaranya dalam bidang kebudayaan dan pendidikan. Umat Kristen Andalusia terpengaruh oleh budaya Arab-Islam dalam kehidupan sehari-hari. Maka muncul orang-orang Kristen yang mengikuti gaya hidup umat Islam. Mereka mengikuti gaya hidup umat Islam mulai dari cara berpakaian, cara makan, tidak memakan babi, menyembelih hewan, berkhitan, para wanita mengenakan pakaian tertutup. Mereka ini dikenal dengan sebutan Kristen Mozarab atau Musta’ribah dalam versi bahasa Arab.

Orang-orang Mozarab adalah salah satu fenomena unik di Andalusia. Mereka orang-orang Kristen yang ter-arabkan. Sebagian besar dari kalangan Mozarab bahkan lupa bahasa ibu mereka (Latin) dan lebih memilih bahasa Arab sebagai bahasa sehari-hari.

Beberapa orang Kristen taat merasa prihatin melihat fenomena yang terjadi. Saudara-saudara mereka yang ter-arabkan telah kehilangan identitas sebagai seorang Kristen. Rasa prihatin ditambah lagi dengan banyaknya saudara mereka yang konversi menjadi muslim. Terhitung pada masa amir Abdurrahman I (756-788) atau hanya sekitar 50 tahun setelah penaklukkan Thariq, 40 persen penduduk Andalusia berpindah agama menjadi muslim. Lewis dalam God Crucible: Islam and The Making of Europe mencatat bahwa pada akhir abad ke-10, jumlah penduduk muslim di Andalusia meningkat menjadi 70 persen dari total populasi. Islam menjadi mayoritas di Andalusia.

Keprihatinan para pendeta dan biarawan terhadap saudara mereka sesama Kristen pada akhirnya menimbulkan rasa kebencian terhadap Islam. Maka terjadilah peristiwa “Martir Cordova” di masa Abdurrahman II. Fenomena Martir Cordova menunjukkan kuatnya arus budaya Arab-Islam yang menerjang penduduk Andalusia.

Dalam bidang pendidikan, umat Islam Andalusia melesat lebih jauh melampaui negeri-negeri Eropa lainnya. Banyak didirikan sekolah dan universitas di kota-kota besar seperti Cordova, Sevilla, Toledo, dan Malaga. Universitas Cordova yang paling populer dan menjadi tujuan para pelajar dari dunia Islam maupun Eropa. Dikabarkan bahwa Paus Sylvestre III pernah menimba ilmu di universitas yang dibangun amir Abdurrahman III ini sebelum menjadi Paus.


Para pelajar yang pernah menimba ilmu di Andalusia, ketika kembali ke negerinya, mereka mendirikan sekolah dan universitas untuk mendistribusikan ilmu yang mereka dapatkan. Para pelajar inilah yang membangun peradaban Barat sehingga melahirkan zaman Renaissance (Rebirth)di Eropa. 

0 komentar:

Posting Komentar