Selasa, 03 November 2015

Kemajuan Peradaban di Cordova

Cordova sebagai ibukota pemerintahan
Ketika Spanyol masih di bawah pemerintahan kerajaan Goth, ibukota pemerintahan berada di kota Toledo yang berada di bagian utara Andalusia. Ketika umat Islam berhasil menaklukkan Andalusia, mereka melihat bahwa Toledo terlalu dekat dengan Prancis yang merupakan negeri Kristen yang dapat memberi bahaya bagi mereka.

Umat Islam memilih Sevilla sebagai ibu kota. Akan tetapi, pada masa gubernur al-Hurr ats-Tsaqafy kemudian memindahkan ibukota dari Sevilla ke Cordova. Sejak itu Cordova tetap menjadi pusat pemerintahan di masa Dinasti Umayyah Spanyol.

Perkembangan Peradaban
Cordova adalah kota yang dijadikan sebagai ibukota pemerintahan pada masa Dinasti Umayyah di Spanyol (Andalusia). Kota ini ditaklukkan oleh Thariq bin Ziyad ketika memasuki negeri Andalus. Cordova terletak di tepian sungai Wadi al-Kabir.

Pada pertengahan abad k-4  H (10 M), Cordova berubah menjadi kota modern dan metropolitan. Di masa Abdurrahman ad-Dakhil jumlah masjid di Cordova mencapai 490 buah kemudian bertambah menjadi 3.837. Rumah rakyat berjumlah 213.007 buah. Kalangan petinggi 60.300 buah. Tempat usaha sebanyak 80.455 buah dan jumlah pemandian umum 900 buah.

Cordova mencapai masa kejayaan di masa khalifah Abdurrahman an-Nashir. Di masa khalifah an-Nashir, Cordova menyaingi Konstantinopel ibu kota Byzantium dan Baghdad ibu kota Daulah Abbasiyah hingga orang-orang barat menyebut kota ini sebagai Permata Dunia.

Pembangunan Cordova mengalami peningkatan di masa khalifah an-Nashir. Di masanya jumlah penduduk Cordova mencapai 500.000 jiwa. Cordova menjadi kota dengan jumlah penduduk terbanyak kedua di dunia setelah Baghdad dengan jumlah 2 juta jiwa.

Seorang saudagar Mosul datang ke kota Cordova tahun 961 M. ketika menggambarkannya ia mengatakan:
Kota di Andalusia yang paling besar adalah Cordova. Di kawasan barat tidak ada kota yang serupa dengannya dari banyaknya penduduk dan luas daerah. Dikatakan bahwa Cordova seperti salah satu sisi Baghdad. Jika tidak seperti itu, maka ia mirip dengannya. Kota Cordova dibentengi dengan pagar tembok yang berbahan batu. Pintu masuknya ada dua melalui pagar tersebut. Kemudian dari situ mengarah ke al-Wadi di Ar-Rashafah yang merupakan tempat tinggal penduduk dataran tinggi yang bersambung ke tempat tumbuh-tumbuhan yang lebat di dataran rendah.
Bangunan-bangunannya padat yang meliputinya dari arah timur, utara, barat, dan selatan. Kota ini mengarah ke lembahnya. Dan di atas lembah ini terdapat tempat yang sangat ramai dengan pasar dan aktivitas ekonomi. Adapun tempat tinggal masyarakat umum berada di daerah yang ditanami banyak pohon. Secara umum penduduknya orang-orang yang berharta dan pengusaha.[1]
Di cordova banyak didirikan sekolah-sekolah dan universitas, juga perpustakaan umum dan khusus hingga kota ini menjadi kota dengan jumlah buku terbanyak di dunia. Orang-orang miskin mendapat kesempatan belajar di sekolah-sekolah secara gratis yang dibiayai oleh pemerintah. Karena itu, di Cordova tidak ditemukan seorang pun yang tidak mampu membaca dan menulis. Sangat jauh berbeda dengan negeri Kristen Eropa ketika itu.

Sementara itu pada masa Abdurrahman al-Ausath Pertumbuhan ekonomi di Spanyol pada masanya terbilang berkembang pesat. Dan perlu diketahui bahwa di dalam negeri Andalusia tidak ada peminta-minta sebagaimana terdapat di negeri Islam yang lain. Al-Muqri mengatakan dalam Nafh al-Thib:
Jika mereka melihat ada seorang yang masih sehat dan mampu bekerja lalu meminta-minta, mereka akan mencaci dan menghinanya. Mereka tidak akan bersedekah kepadanya. Sehingga Anda tidak akan menemukan seorang peminta-minta di Andalusia kecuali yang betul-betul udzur.

Secara umum Cordova terkenal karena empat hal: Jembatan al-Wadi, Masjid Agung Cordova, kota az-Zahra dan ilmu pengetahuannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian ulama Andalusia:

Dengan empat hal, Cordova telah mengungguli seluruh kota
Diantaranya jembatan al-Wadi dan masjid jami’nya
Ini adalah yang kedua, dan Az-Zahra adalah ketiga
Dan ilmu adalah yang terbesar, dan itulah yang keempat.

Jembatan Cordova
Jembatan menjadi keistimewaan kota Cordova yang terletak di sungai al-Wadi al-Kabir. Jembatan ini dikenal dengan nama al-Jisr dan Qantharah al-Dahr ini dibangun oleh gubernur Andalusia al-Samh ibn Malik al-Khaulani di masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz. Memiliki panjang sekitar 400 meter, lebar 40 meter dan tinggi 30 meter.[2] Jembatan ini melebihi jembatan-jembatan lainnya dari segi kemegahan dan kecanggihannya.

Jembatan yang menakjubkan ini dibangun pada permulaan abad kedua Hijriyah tahun 101 H atau sejak 14 abad yang lalu. Artinya, jembatan ini dibangun pada saat manusia belum mengenal sarana transportasi kecuali binatang: keledai, onta, bighal, dan kuda. Dan ketika itu, sarana-sarana pembangunan belum secanggih saat ini. Hal inilah yang menjadikan jembatan tersebut salah satu kebanggaan peradaban Islam.

Masjid Agung Cordova
Masjid menjadi simbol kebanggaan Islam spanyol. Masjid merupakan suatu wadah atau institusi yang paling penting untuk membina masyarakat Islam.[3] Selain berfungsi sebagai tempat beribadah, masjid juga digunakan sebagai tempat untuk mengumandangkan pengumuman pemerintah, melakukan proses pengadilan, dan menanamkan aspek kehidupan intelektual Islam.[4]

Di masjid para sarjana dan ulama Muslim menyusun buku. Sebelum diterbitkan, seorang penulis atau ilmuwan biasa mempresentasikan isi bukunya kepada publik, mereka melakukan itu di masjid. Masjid pada masa kejayaan Islam juga berfungsi sebagai perpustakaan. Pada masa itu masyarakat Muslim menyerahkan koleksi bukunya ke masjid untuk disimpan di perpustakaan.

Di antara masjid yang paling terkenal adalah Masjid Cordova. Masjid ini masih kokoh hingga sekarang akan tetapi sudah berganti fungsi menjadi gereja. Masjid Cordova adalah masjid yang paling terkenal di Spanyol dan Eropa dibangun pada masa Abdurrahman ad-Dakhil pada tahun 786, diteruskan putranya Hisyam dan khalifah-khalifah setelahnya. Setiap khalifah memberikan sesuatu yang baru terhadap masjid seperti menambah luas dan keindahanya. Tiang-tiang masjid Cordova mencapai seribu tiang dengan penerangan mencapai seribu lampu. Dibangun dengan arsitektur yang indah dengan warna yang enak dipandang mata. Di masjid terdapat petugas masjid berjumlah 60 orang yang dipimpin oleh satu orang yang mengawasi kerja mereka.

Seluruh kayunya berasal dari pohon cemara Turthusy. Besar pasaknya satu jengkal dan panjangnya tiga puluh jengkal, antara satu pasak dengan pasak yang lain dipasang pasak yang besar. Di atapnya terdapat bermacam-macam seni ukir yang antara satu dengan yang lain tidak sama. Susunannya dibuat sebaik mungkin dan warna-warnanya terdiri dari warna merah, putih, biru, hijau, dan hitam celak. Arsitektur dan warna-warni itu menyenangkan mata dan menarik hati. Luas tiap-tiap penyusun atap adalah tiga puluh tiga jengkal. Jarak antara satu tiang dengan tiang yang lain lima belas hasta, dan masing-masing tiang bagian atas dan bawahnya dibuat dari batu marmer pualam.[5]
Di dalam masjid terdapat mihrab yang keindahannya sulit dijelaskan dengan kata-kata. Di sana terdapat mozaik yang dilapisi emas dan kristal. Di sebelah utara mihrab terdapat gudang yang di dalamnya terdapat beberapa macam wadah yang terbuat dari emas, perak dan besi. Di gudang itu juga terdapat mushaf besar yang hanya dapat diangkat oleh dua orang karena beratnya. Juga terdapat empat lembar mushaf Utsman bin Affan yang ia tulis dengan tangannya sendiri. Bekas tetesan darah Utsman juga terdapat di atas lembaran mushaf tersebut.

Sebelah kanan mihrab dan mimbar adalah pintu yang menuju ke istana di antara dua dinding masjid dalam bentuk lorong yang beratap. Di lorong ini ada delapan pintu. Empat pintu dari arah istana tertutup dan empat pintu dari arah masjid juga tertutup. Masjid ini mempunyai dua puluh pintu yang dilapisi dengan tembaga yang berkilau. Setiap pintu memiliki gagang pintu yang sangat indah. Daun pintu dihiasi dengan beberapa butiran yang terbuat dari bata merah yang ditumbuk dan berbagai maca hiasan.

Di sebelah utara masjid Cordova terdapat menara masjid dengan teknik bangunan yang sangat megah dan menarik. Ketinggiannya mencapai seratus hasta. Tempat muadzin mengumandangkan adzan ada di menara pada ketinggian delapan puluh hasta. Untuk naik ke atas menara dapat dilakukan dengan melalui dua tangga. Tangga yang satu berada di sebelah barat dan tangga yang satunya di sebelah timur. Tampilan luar menara ini dilapisi dengan batu yang diukir mulai dari bawah hingga paling atas menara dengan ornamen-ornamen dan tulisan-tulisan.[6]

Dalam setiap bagian dari empat arah lingkaran menara terdapat dua buah lengkungan yang dibuat batu marmer. Di samping menara juga ada ruang yang memiliki empat pintu tertutup. Ruang ini digunakan tempat tidur oleh dua muadzin setiap malam. Di atas ruang terdapat tiga wadah minyak yang terbuat dari emas dan dua wadah lain yang terbuat dari perak dan daun tumbuhan lili. Wadah yang paling besar mampu memuat enam puluh ritl minyak. Secara keseluruhan, para petugas masjid berjumlah enam puluh orang. Mereka dipimpin oleh satu orang yang mengawasi kerja mereka.[7]
Masjid Cordova menjadi lebih indah dengan dipenuhi dengan tananaman jeruk dan delima di halamannya. Pohon-pohon tersebut selalu berbuah dan buahnya dapat dipetik dan disantap secara gratis oleh setiap pengunjung dari berbagai daerah.




[1] Raghib al-Sirjani, Madza Qaddama al-Muslimun li al-‘Alam, terj. Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia (Cet.I, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011), h. 765.

[2]Raghib al-Sirjani, Madza Qaddama al-Muslimun li al-‘Alam, h. 758.

[3]Dyayadi, Tata Kota Menurut Islam Konsep Pembangunan Kota yang Ramah Lingkungan, Estetik, dan Berbasis Sosial (Cet.I; Jakarta: Khalifa, 2008), h. 59.

[4]Johannes Pedersen, The Arabic Book, terj. Alwiyah Abdurrahman, Fajar Intelektualisme Islam Buku dan Sejarah Penyebaran Informasi di Dunia Arab (Cet.I; Bandung: Mizan, 1996), h. 36.

[5]Ragib al-Sirjānī, Maża Qaddama al-Muslimūn lī al-‘Alam , h. 760.

[6]Ragib al-Sirjanī, Maża Qaddama al-Muslimūn lī al-‘Alam, h. 761.

[7]Ragib al-Sirjānī, Maża Qaddama al-Muslimūn lī al-‘Alam, h. 761.

0 komentar:

Posting Komentar