05.33 -
Buku-Referensi,Sejarah Islam
2 comments
Historiografi Haji Indonesia (Buku karya Dr. M. Saleh Putuhena)
Ibadah haji merupakan salah satu di antara lima rukun Islam.
sebagaimana ibadah yang lain, haji dalam pengamalannya melewati suatu proses
yang dimulai dengan pengetahuan tentang haji, pelaksanaan haji, dan berakhir
pada berfungsinya haji, baik bagi diri sendiri maupun bagi masyarakat.
Telah banyak para ulama dan pakar syariah menulis tentang haji.
Namun, mengenai sejarah haji di Indonesia masih bisa dihitung jari. Dan di
antara karya penting mengenai sejarah haji Indonesia adalah buku Historiografi
Haji Indonesia karya Dr. M. Saleh Putuhena, mantan Rektor IAIN Alauddin
Makassar.
1.
Sumber-sumber Penulisan
Sumber penulisan Historiografi Haji Indonesia:
1.
Buku
ini menjadikan al-Qur’an dan Hadis Nabi sebagai sumber primer. Meskipun
al-Qur’an bukan sebuah buku sejarah, sebagian dari ayat-ayatnya memberikan
informasi sejarah. Demikian pula dengan hadis sebagian di antaranya
menginformasikan fakta-fakta sejarah.
2.
Sumber
kedua adalah literatur-literatur tentang Haji Indonesia, seperti Het
Mekkaansche Feest dan Mekka In the Latter Part of th 19th
Century karya Dr. Christian Snouck Hurgronje. Karya yang disebut pertama
adalah disertasinya untuk memperoleh gelar doctor dalam Sastra Semit pada
Universitas Leiden tahun 1880. Bagian pertama buku ini menerangkan pengaruh
haji Jahiliah terhadap Islam. pada bagian kedua, membahas persoalan persiapan
untuk pelaksanaan ibadah haji dan upacara-upacara di mekah. Bagian ketiga
uraiannya bertalian dengan haji dan tipografi tempat pelaksanaan haji serta
upacara haji pada tempat-tempat tersebut.[1]
Literatur lain yang dijadikan sumber rujukan oleh penulis adalah disertasi dari
Abdoel Patah berjudul De Medische Zijde van de Bedevaart naar Mekka.
Buku ini menjelaskan tentang kondisi kesehatan jamaah haji Indonesia yang
disertai dengan uraian tentang patologi dan terapinya. Dan masih banyak buku
lainnya yang dijadikan rujukan di dalam penulisan buku ini.
3.
Dokumen
pemerintah Belanda. Seperti bundle yang berisi laporan dan surat menyurat antar
Konsulat Belanda di Jeddah, dan beberapa dokumen lain yang berbicara tentang
berbagai masalah yang bertalian dengan haji.
2.
Fakta-fakta Sejarah
Banyak sekali fakta sejarah yang tertuang dalam buku ini, di
antaranya adalah:
1.
proses
pelaksanaan haji yang telah dilaksanakan oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad. Dalam
al-Qur’an tercantum bahwa Nabi Ibrahim setelah membangun kembali Ka’bah,
diberikan petunjuk tentang tata cara haji (Q.S. al-Baqarah: 127-128). Demikian
juga beberapa nabi lainnya.[2]
2.
Orang-orang
Arab pra Islam juga melaksanakan haji. Mereka masih memelihara tradisi Nabi
Ibrahim meskipun tradisi itu kemudian diselewengkan. Misalnya mereka
melaksanakan tawaf di Ka’bah tanpa mengenakan busana baik itu laki-laki maupun
perempuan. Dari rekonstruksi pelaksanaan
haji pada masa Jahiliah terdapat unsur-unsur manasik Nabi Ibrahim. Hal ini
menandakan bahwa pada waktu itu suku-suku Arab masih mengikuti millah Ibrahim.
Meskipun ajaran Nabi Ibrahim yang murni tersusupi oleh tradisi-tradisi
jahiliah.[3]
3.
Peristiwa
Haji Wada’ atau haji perpisahan. Nabi Muhammad hanya sekali melaksanakan ibadah
haji, yaitu dikenal dengan Haji Wada’. Tidak terdapat perbedaan pendapat
mengenai hal ini. Dikenal dengan Haji Wada’ karena tidak lama setelah itu Nabi
wafat.
4.
Adanya
hubungan antara Nusantara dengan Jazirah Arab melalui perdagangan dengan jalur
pelayaran melalui anak benua India yang berlangsung sejak abad pertama Masehi.[4]
Pedagang dari India menggunakan kapal yang digunakan oleh para pedagang. Mereka
berasal dari India bagian selatan. Dari daerah asalnya, mereka mengangkut
berbagai macam komoditas perdagangan untuk ditukar (barter) denga hasil
pertanian Nusantara. Pedagang-pedagang India itu kemudian menjual barang
komoditas dari Nusantara kepada pedagang-pedagang Arab, terutama Yaman.
Hubungan perdagangan India dengan Arab Selatan sudah terkenal sejak dahulu.
Perahu Arab secara regular berlayar ked an dari India demikian pula sebaliknya
dengan perahu India.[5]
5.
Pada
abad XVII terdapat orang Nusantara yang berkunjung ke Hijaz untuk belajar di
Mekah dan Madinah.[6]
Di antara mereka ada yang merantau untuk belajar sambil melaksanakan ibadah
haji. Dari sejumlah orang yang tercatat telah melaksanakan ibadah haji pada
abad XVII pada umumnya terdiri dari mereka yang bermaksud untuk melanjutkan
studinya di Hijaz.[7]
3.
Pendekatan yang dipakai
Selain pendekatan sosiologi, dalam buku ini juga menggunakan
pendekatan politik. Pada halaman 251 penulis menulis bab VII dengan judul Haji
dan Politik, di dalamnya banyak menggunakan pendekatan politik. Misalnya
penulis membahas tentang konflik atau pertentangan antara kelompok pendukung
Ali bin Abi Thalib dan pendukung Khalifah Utsman bin Affan, pertentangan Aisyah
dengan Muawiyah dan lainnya. Kemudian peranan orang-orang yang telah berhaji
dalam ikut serta pada peperangan melawan penjajah Belanda di berbagai daerah di
Nusantara.
4.
Hal-hal yang baru
Banyak hal atau informasi baru yang didapat dari buku ini, beberapa
di antaranya adalah:
1.
Berdasarkan
sumber-sumber yang didapat diidentifikasi bahwa mereka yang pertama kali
melaksanakan haji bukan jama’ah haji, melainkan para pedagang, utusan sultan,
dan para musafir penuntut ilmu. Sejak abad XVI hingga abad XVII mereka telah
berkunjung ke Hijaz untuk melaksanakan pekerjaan masing-masing sambil
melaksanakan ibadah haji.[8]
2.
Pada
permulaan abad XVI telah dijumpai pribumi Nusantara di Mekah yang kemungkinan
besar mereka adalah pedagang yang adatang dengan kapalnya sendiri. Jama’ah haji
yang dijumpai oleh Louis Berthema di Mekah pada 1503 barangkali adalah
orang-orang Nusantara yang melaksanakan haji. Mereka adalah pedagang dan
pelayar yang berlabuh di Jedah dan berkesempatan untuk berkunjung ke Mekah.
Kemudian sebuah sumber Venesia melaporkan bahwa pada 1556 dan 1566 terdapat
lima buah kapal dari Aceh yang berlabuh di Jeddah.[9]
Sebelumnya pada abad XV, belum ditemukan pedagang Nusantara di pelabuhan
internasional yang tersebar antara Nusantara dengan Arab.[10]
3.
Kemudian
pada abad XVII, mulai terdapat orang Nusantara yang berkunjung ke Hijaz dengan
maksud untuk belajar di Mekah dan Madinah. Mereka selain menuntu ilmu dan
bermukim di Hijaz selama beberapa waktu juga melaksanakan ibadah haji.
4.
Mengenai
hubungan antara Arab dengan Nusantara. Pedagan Arab yang semula hanya berlayar
sampai ke India, sejak abad VIII mulai masuk ke Nusantara dalam rangka perjalanan
ke Cina. Meskipun hanya sekedar transit, hubungan Arab-Nusantara menjadi
bersifat langsung. Pelayaran ke Nusantara menjadi semakin ramai ketika pedagang
arab dilarang masuk ke Cina. Sejak saat itu, para pedagang Arab lebih banyak
lagi yang singgah dan menetap di Indonesia. Dan sejak saat itu mulai terbentuk
komunitas Arab di Indonesia.
5.
Pada
tahun 977 M, pedagang Arab telah mendapat kepercayaan dari kerajaan Sriwijaya
untuk menjadi utusan resmi pemerintah ke Cina. Mereka dipilih karena lebih
menguasai dan memahami keadaan di Cina dan mempunyai keahlian dalam
berdiplomasi.[11]
2 komentar:
Dimana saya dapat membeli buku ini kak? Tabe saya ibrahim assawala jurusan farmasi 2017
sampai saat ini sy blum dapatkan lagi cetakan terbarunya. dulu sy dapat buku ini di perpustakaan kampus. sy sendiri belum punya. ^^
Posting Komentar