06.16 -
Sejarah Islam
No comments
Abu Bakar Al-Shiddiq -Radhiyallahu anhu-
Suatu
ketika dalam sebuah perjalanan, dua orang yang saling bersahabat berjalan
bersama. Dia adalah seorang Nabi dan sahabatnya. Sesekali sahabatnya berjalan
di belakang sang Nabi, memantau jangan sampai akan ada yang mencelakai sang
utusan Allah dari belakang. Di lain waktu sesekali dia berjalan di depannya
saat dia merasa khawatir gangguan akan datang dari arah depan Nabi.
Kemudian……
Sampailah
keduanya di depan sebuah gua.
“Biarlah aku masuk lebih dahulu, jika ada ular atau
lainnya, maka itu bagianku sebelum engkau.” Katanya
pada Nabi.
“Masuklah”
jawab beliau.
Ia
pun masuk terlebih dahulu mengecek keadaan gua, meraba-raba setiap lubang
jangan sampai ada ular atau sesuatu yang membahayakan.
Mereka
dibuntuti oleh orang-orang yang hendak membunuh sang Nabi.
“Seandainya seorang dari mereka memandang ke bawah
pasti akan melihat kita.” Bisik sang
sahabat.
Beliau
kemudian membalasnya dengan mengatakan, “Apakah
engkau mengira kita hanya berdua, sementara ada Allah yang ketiganya.”
Setelah
aman dari pengejaran orang-orang musyrik itu, sang Nabi merasa letih. Ia
tertidur di pangkuan sahabatnya. Ia biarkan Nabi tertidur lelap. Tapi, tak
lama, seekor hewan menggigit kakinya. Ia ingin mengeluh, teriak, tapi dia tak
ingin mengganggu Nabi Allah yang sedang pulas.
Air
matanya menetes menahan sakit gigitan hewan tersebut hingga air matanya jatuh
mengenai wajah Nabi. Terbangunlah Nabi dan sadar akan situasi yang terjadi pada
diri sahabatnya itu.
Ia
gundah, sedih dan sangat khawatir akan keselamatan sang Nabi. Melihatnya yang
penuh kegundahan, dengan lembut mengalirlah kata-kata dari lisan Nabi yang
mulia, “Janganlah bersedih,
sesungguhnya Allah beserta kita.”
Kata-kata
yang Sang Pencipta Alam mengabadikannya dalam kitab-Nya:
“Jikalau kamu tidak menolongnya maka sesungguhnya
Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah)
mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika
keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah
kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah
menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang
kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang
rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 40)
Setelah itu mereka berdua melanjutkan
perjalanan hingga sampai ke kota suci yang penuh keberkahan, Madinah
al-Munawwarah. Perjalanan kedua sahabat ini tercatat dalam tinta emas sejarah
umat manusia. Menjadi awal kebangkitan Islam. Menjadi Tahun bersejarah bagi
umat Islam di dunia.
Siapakah kedua orang yang saling bersahabat
dan saling mencitai dan berkasih sayang di atas? Ya benar, dia adalah
Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan sahabatnya, Abu Bakar
ash-Shiddiq radhiyallahu anhu.
Di saat-saat terpenting dalam hidupnya,
Rasulullah memilihnya di antara sekian banyak sahabatnya di Mekah kala itu.
Rasulullah senantiasa berdua bersamanya, Abu Bakar–Radhiyallahu anhu-.
Dalam suatu majelis, Rasulullah bercerita
tentang pintu-pintu surga. Orang yang gemar shalat akan dipanggil dari pintu
shalat. Yang gemar berjihad akan dipanggil dari pintu jihad. Yang rajin
bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah. Dan yang giat berpuasa akan
dipanggil dari pintu puasa dan pintu Rayyan.
Mendengar itu, Abu Bakar bertanya, “Apakah ada orang yang dipanggil dari semua
pintu itu, wahai Rasulullah?”
“Ya!” jawab Rasulullah. “Dan aku berharap engkau termasuk di antara
mereka.” lanjut beliau.
Kebersamaan dan kedekatan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan Abu
Bakar sangat diketahui oleh semua umat Islam. Semua mengakui bahwa dialah
sahabat terdekat Rasulullah. Ammar bin Yasir pun bercerita, “Aku dapati Rasulullah (di awal Islam),
sementara tidak ada yang menjadi pengikutnya ketika itu kecuali lima hamba
sahaya, dua perempuan, dan Abu Bakar.” (HR. Bukhari).
Anas bin Malik radhiyallahu anhu
menuturkan bahwa pernah suatu ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
mendaki gunung Uhud bersama Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Tiba-tiba, tanah
di gunung Uhud bergetar. Lalu Nabi Bersabda, “Tenanglah wahai Uhud! Sesungguhnya, di atasmu ada seorang Nabi,
seorang Shiddiq (Abu Bakar), dan dua orang syahid (Umar dan Utsman).
(Muttafaq alaihi)
Rasulullah sangat mencintai
sahabat-sahabatnya. Karena itu, diantara para sahabat ada yang merasa bahwa
dirinyalah yang paling dicintai oleh beliau. Diantaranya adalah Amr bin Ash. Ia
merasa dirinyalah orang yang paling dicintai oleh Rasulullah, hingga dia
beranikan diri bertanya pada Rasulullah.
“Wahai Rasulullah,
siapakah orang yang paling engkau cintai?”
“Aisyah” Jawab beliau
“Maksud saya, dari
kalangan laki-laki”Tanyanya
kembali
“Abu Bakar”
Ketika Rasulullah sakit keras, ia
memerintahkan Abu Bakar untuk memimpin shalat, menjadi imam bagi kaum muslimin
di Masjid Nabawi. Namun, dialah orang yang lembut hatinya. Mudah menangis
ketika membaca ayat-ayat Allah Jalla wa Alaa.
Masih dalam masa sakitnya, Aisyah bercerita,
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Panggilkan untukku Abu Bakar, ayahmu, dan
saudara laki-lakimu (Abdurrahman). Aku ingin menulis sebuah wasiat, khawatir
ada orang yang nanti berharap-harap dan berseru: ‘Aku lebih berhak’, padahal Allah
dan kaum Mukminin hanya menghendaki Abu Bakar.” (Muttafaq alaihi)
Meski dia memiliki hati yang lembut dan mudah
menangis jika mendengar ayat-ayat Allah, ketika Rasulullah wafat dialah orang
yang paling tegar. Dia menjadi penasehat dalam pemakaman Rasulullah. Memberi
peringatan kepada masyarakat islam mengenai wafatnya shallallahu alaihi wa
sallam.
“Barang siapa yang
menyembah Muhammad sesungguhnya Muhammad telah meninggal dunia. Barangsiapa
yang menyembah Allah, sesunggahnya Allah Maha Hidup dan tidak mati.” Kemudian membaca salah satu
firman-Nya:
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang
rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia
wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang
berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah
sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran: 144)
Umat Islam seakan-akan baru mendengarkan ayat
ini. seolah belum pernah turun ayat ini sebelumnya di masa Nabi shallallahu alaihi wa sallam hidup.
Saat sakit, seseorang berkata padanya, “Maukah kami panggilkan tabib untuk engkau?”
Abu Bakar berkata, “Satu tabib telah melihatku, dan Dia berkata, ‘Aku melakukan apa saja
yang dikehendaki.’” (maksudnya Allah)
Ketika meninggal, jenazahnya dimakamkan di
samping kuburan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Dan kita sangat yakin
dia juga akan berada di sisi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di
akhirat kelak. Wallahu a’lam.
Bahan bacaan:
1. al-Rahiiq al-Makhtuum.
2.10 sahabat dijamin surga.
0 komentar:
Posting Komentar