Rabu, 03 Desember 2014

Abu Bakar Al-Shiddiq -Radhiyallahu anhu-

Suatu ketika dalam sebuah perjalanan, dua orang yang saling bersahabat berjalan bersama. Dia adalah seorang Nabi dan sahabatnya. Sesekali sahabatnya berjalan di belakang sang Nabi, memantau jangan sampai akan ada yang mencelakai sang utusan Allah dari belakang. Di lain waktu sesekali dia berjalan di depannya saat dia merasa khawatir gangguan akan datang dari arah depan Nabi.

Kemudian……
Sampailah keduanya di depan sebuah gua.

“Biarlah aku masuk lebih dahulu, jika ada ular atau lainnya, maka itu bagianku sebelum engkau.” Katanya pada Nabi.

“Masuklah” jawab beliau.

Ia pun masuk terlebih dahulu mengecek keadaan gua, meraba-raba setiap lubang jangan sampai ada ular atau sesuatu yang membahayakan.

Mereka dibuntuti oleh orang-orang yang hendak membunuh sang Nabi.

“Seandainya seorang dari mereka memandang ke bawah pasti akan melihat kita.” Bisik sang sahabat.

Beliau kemudian membalasnya dengan mengatakan, “Apakah engkau mengira kita hanya berdua, sementara ada Allah yang ketiganya.”

Setelah aman dari pengejaran orang-orang musyrik itu, sang Nabi merasa letih. Ia tertidur di pangkuan sahabatnya. Ia biarkan Nabi tertidur lelap. Tapi, tak lama, seekor hewan menggigit kakinya. Ia ingin mengeluh, teriak, tapi dia tak ingin mengganggu Nabi Allah yang sedang pulas.

Air matanya menetes menahan sakit gigitan hewan tersebut hingga air matanya jatuh mengenai wajah Nabi. Terbangunlah Nabi dan sadar akan situasi yang terjadi pada diri sahabatnya itu.

Ia gundah, sedih dan sangat khawatir akan keselamatan sang Nabi. Melihatnya yang penuh kegundahan, dengan lembut mengalirlah kata-kata dari lisan Nabi yang mulia, “Janganlah bersedih, sesungguhnya Allah beserta kita.”

Kata-kata yang Sang Pencipta Alam mengabadikannya dalam kitab-Nya:
Jikalau kamu tidak menolongnya maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 40)

Setelah itu mereka berdua melanjutkan perjalanan hingga sampai ke kota suci yang penuh keberkahan, Madinah al-Munawwarah. Perjalanan kedua sahabat ini tercatat dalam tinta emas sejarah umat manusia. Menjadi awal kebangkitan Islam. Menjadi Tahun bersejarah bagi umat Islam di dunia.

Siapakah kedua orang yang saling bersahabat dan saling mencitai dan berkasih sayang di atas? Ya benar, dia adalah Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan sahabatnya, Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu anhu.

Di saat-saat terpenting dalam hidupnya, Rasulullah memilihnya di antara sekian banyak sahabatnya di Mekah kala itu. Rasulullah senantiasa berdua bersamanya, Abu Bakar–Radhiyallahu anhu-.

Dalam suatu majelis, Rasulullah bercerita tentang pintu-pintu surga. Orang yang gemar shalat akan dipanggil dari pintu shalat. Yang gemar berjihad akan dipanggil dari pintu jihad. Yang rajin bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah. Dan yang giat berpuasa akan dipanggil dari pintu puasa dan pintu Rayyan.

Mendengar itu, Abu Bakar bertanya, “Apakah ada orang yang dipanggil dari semua pintu itu, wahai Rasulullah?”

“Ya!” jawab Rasulullah. “Dan aku berharap engkau termasuk di antara mereka.” lanjut beliau.

Kebersamaan dan kedekatan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan Abu Bakar sangat diketahui oleh semua umat Islam. Semua mengakui bahwa dialah sahabat terdekat Rasulullah. Ammar bin Yasir pun bercerita, “Aku dapati Rasulullah (di awal Islam), sementara tidak ada yang menjadi pengikutnya ketika itu kecuali lima hamba sahaya, dua perempuan, dan Abu Bakar.” (HR. Bukhari).

Anas bin Malik radhiyallahu anhu menuturkan bahwa pernah suatu ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mendaki gunung Uhud bersama Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Tiba-tiba, tanah di gunung Uhud bergetar. Lalu Nabi Bersabda, “Tenanglah wahai Uhud! Sesungguhnya, di atasmu ada seorang Nabi, seorang Shiddiq (Abu Bakar), dan dua orang syahid (Umar dan Utsman). (Muttafaq alaihi)

Rasulullah sangat mencintai sahabat-sahabatnya. Karena itu, diantara para sahabat ada yang merasa bahwa dirinyalah yang paling dicintai oleh beliau. Diantaranya adalah Amr bin Ash. Ia merasa dirinyalah orang yang paling dicintai oleh Rasulullah, hingga dia beranikan diri bertanya pada Rasulullah.

“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling engkau cintai?”
“Aisyah” Jawab beliau
“Maksud saya, dari kalangan laki-laki”Tanyanya kembali
“Abu Bakar

Ketika Rasulullah sakit keras, ia memerintahkan Abu Bakar untuk memimpin shalat, menjadi imam bagi kaum muslimin di Masjid Nabawi. Namun, dialah orang yang lembut hatinya. Mudah menangis ketika membaca ayat-ayat Allah Jalla wa Alaa.

Masih dalam masa sakitnya, Aisyah bercerita, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Panggilkan untukku Abu Bakar, ayahmu, dan saudara laki-lakimu (Abdurrahman). Aku ingin menulis sebuah wasiat, khawatir ada orang yang nanti berharap-harap dan berseru: ‘Aku lebih berhak’, padahal Allah dan kaum Mukminin hanya menghendaki Abu Bakar.” (Muttafaq alaihi)

Meski dia memiliki hati yang lembut dan mudah menangis jika mendengar ayat-ayat Allah, ketika Rasulullah wafat dialah orang yang paling tegar. Dia menjadi penasehat dalam pemakaman Rasulullah. Memberi peringatan kepada masyarakat islam mengenai wafatnya shallallahu alaihi wa sallam.

“Barang siapa yang menyembah Muhammad sesungguhnya Muhammad telah meninggal dunia. Barangsiapa yang menyembah Allah, sesunggahnya Allah Maha Hidup dan tidak mati.” Kemudian membaca salah satu firman-Nya:

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran: 144)

Umat Islam seakan-akan baru mendengarkan ayat ini. seolah belum pernah turun ayat ini sebelumnya di masa Nabi shallallahu alaihi wa sallam hidup.

Saat sakit, seseorang berkata padanya, “Maukah kami panggilkan tabib untuk engkau?”

Abu Bakar berkata, “Satu tabib telah melihatku, dan Dia berkata, ‘Aku melakukan apa saja yang dikehendaki.’” (maksudnya Allah)

Ketika meninggal, jenazahnya dimakamkan di samping kuburan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Dan kita sangat yakin dia juga akan berada di sisi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di akhirat kelak. Wallahu a’lam.

Bahan bacaan: 
1.  al-Rahiiq al-Makhtuum.
2.10 sahabat dijamin surga.


0 komentar:

Posting Komentar