05.52 -
Sejarah Islam
No comments
Pernikahan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam pertama
kali ikut kafilah dagang ke Syam pada usia 12 tahun yang dipimpin oleh Abu
Thalib.[1]
Pada usia 25 tahun Nabi Muhammad kembali pergi berdagang ke Syam menjalankan
barang dagangan milik Khadijah radhiyallahu
anha. Ibnu Ishaq menuturkan Khadijah binti Khuwailid adalah seorang wanita
pedagang, terpandang, cerdas, dan kaya raya. Dia biasa menyuruh orang-orang
untuk menjalankan barang dagangannya dengan membagi sebagian hasilnya kepada
mereka.
Ketika Khadijah mendengar
kabar tentang kejujuran perkataan, dan kemuliaan akhlak Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, maka
diapun mengirim utusan dan menawarkan kepadanya agar berangkat ke Syam untuk
menjalankan barang dagangannya. Dia siap memberikan imbalan jauh lebih banyak
dari imbalan yang pernah dia berikan kepada pedagang yang lain. Nabi Muhammad
pergi bersama seorang pembantu bernama Maisarah.
Setelah pulang dari
Syam dengan membawa keuntungan yang melimpah yang tidak pernah dilihat oleh
Khadijah keuntungan sebesar itu, dan Maisarah juga mengabarkan bahwa Muhammad
memiliki sifat yang mulia, cerdik, dan jujur, maka Khadijah meminta rekannya,
Nafisah binti Munyah agar menemui Nabi Muhammad dan membukakan jalan agar mau
menikah dengannya. Sebelumnya, banyak para pemuka dan pemimpin kaum yang ingin
menikahinya tapi ditolak oleh Khadijah.
Nabi Muhammad menerima
tawaran itu lalu melalui paman-pamannya. Mereka menemui paman Khadijah untuk
mengajukan lamaran. Yang ikut hadir dalam pelaksanaan akad nikah adalah Bani
Hasyim dan para pemuka Bani Mudhar. Ini terjadi dua bulan sepulang dari Syam.
Mas kawin 20 ekor unta muda. Usia Khadijah saat itu adalah 40 tahun. Saat itu
dia adalah wanita yang paling terpandang, cantik, pandai, dan kaya. Dia adalah
wanita pertama yang dinikahi Nabi Muhammad. Nabi Muhammad tidak pernah menikahi
wanita lain sampai Khadijah meninggal dunia. Dia juga adalah wanita yang
pertama masuk Islam dan banyak membantu Nabi dalam perjuangan menyebarkan
Islam.[2]
Khadijah adalah puteri
Khuwailid bin Asad bin Abd al-Uzza bin Qushay bin Kilab al-Quraisyi al-Asadi.
Sebelum menikah dengan Nabi, ia pernah dinikahi Abu Halah bin Zurarah
al-Tamimi. Ketika Abu Halah meninggal, ia dinikahi oleh Atiq bin Aidz bin Abd
Allah al-Makhzumi. Tapi keduanya akhirnya bercerai.[3]
Anak yang lahir dari
pernikahan Nabi dan Khadijah adalah al-Qasim, al-Thayyib, al-Thahir, Zainab,
Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fathimah.[4]
Semua putra Khadijah meninggal dunia saat masih kecil. Sedangkan semua putrinya
sempat menjumpai dan masuk Islam serta ikut hijrah ke Madinah, hanya saja
mereka semua meninggal saat Nabi saw. masih hidup kecuali Fatimah, ia meninggal
enam bulan setelah ayahnya meninggal.[5]
Pernikahan Nabi Muhammad Pasca Kematian Khadijah
Dua bulan setelah
kematian Abu Thalib, Khadijah menyusulnya. Tepatnya pada bulan Ramadhan tahun
10 kenabian dalam usia 65 tahun.[6]
Ini menyebabkan Nabi Muhammad merasa sedih dan berduka. Khadijah yang menjadi
sandarannya, tempat mencurahkan segala rasa cinta dan kesetiaannya, dengan
sikap Khadijah yang lemah lembut, dengan hati yang bersih dan keimannya yang
kuat. Khadijah lah yang selalu menghiburnya ketika ia mendapat kesedihan,
mendapat tekanan dan yang menghilangkan rasa takut dalam hatinya. Dia adalah
bidadari yang penuh kasih sayang. Karena beruntunnya kesediah demi kesedihan
pada tahun itu, maka kemudian dinamakan dengan ‘Tahun Kesediah’ yang dikenal
dalam buku-buku Sirah dan Tarikh.[7]
Setelah kematian
Khadijah, Nabi menikah dengan beberapa wanita. Berikut istri-istri Nabi yang
disebutkan oleh para penulis Sirah:
1. Saudah
binti Zam’ah
Nabi
Muhammad shallallahu alihi wa sallam
menikah dengan Saudah pada bulan Syawal tahun 10 kenabian. Saudah adalah wanita
yang awal masuk Islam dan ikut hijrah ke Habasyah. Sebelumnya, Saudah telah
menikah dengan Sakran bin Amr yang juga berhijrah ke Habasyah, akan tetapi ia
meninggal sepulangnya ke Mekah. Ketika telah lewat masa ‘iddah, barulah Nabi melamar dan menikahi Saudah. Dia adalah wanita
yang pertama dinikahi oleh Nabi sepeninggal Khadijah.[8]
2.
Aisyah binti Abu Bakar
Pernikahan
Nabi dengan Aisyah merupakan perintah dari Allah setelah Khadijah wafat.[9]
Dalam hadis shahih riwayat Bukhari dan Muslim, Nabi bersabda, “Aku bermimpi
melihatmu (Aisyah) selama 3 malam berturut-turut. Datang denganmu seorang
malaikat di dalam sobekan kain sutera ia mengatakan, “Ini adalah isterimu.”
Ketika aku singkap kain sutera yang menjadi penutupnya dari wajahmu tiba-tiba
kamu yang ada dibaliknya. Lalu saya katakan, “Jika yang datang denganmu ini
dari sisi Allah, maka aku akan laksanakan.”
Nabi
menikahi Aisyah tidak lama setelah menikahi Saudah, akan tetapi Nabi menjalani
kehidupan dengannya setelah 3 tahun setelah peristiwa Perang Badar.[10]
3.
Ummu Salamah
Nama
aslinya adalah Hindun binti Umayyah bin al-Mughirah al-Makhzumiyah
al-Qurasyiah. Bapaknya adalah seorang tokoh Quraisy yang disegani dan masyhur.
Sebelumnya Ummu Salamah telah menikah dengan Abu Salamah, yaitu Abd Allah bin
Abd al-Asad al-Makhzumy, seorang sahabat yang telah berhijrah dua kali.[11]
Ketika Abu Salamah wafat, beberapa sahabat datang melamarnya, tapi semua
ditolak. Hingga Nabi saw. yang datang melamar dan menikahinya.
4.
Ummu Habibah
Dia
adalah Ramlah binti Abu Sufyan. Bapaknya adalah seorang pemimpin orang-orang
musyrik di Mekah dalam memusuhi Nabi dan para sahabat. Akan tetapi dia adalah
wanita yang mendapatkan hidayah, dan bersabar atas ujian yang menimpanya.
Sebelum menikah dengan Nabi, ia menikah dengan Ubaidillah bin Jahsy yang juga
telah masuk Islam. Tapi, Ubaidillah masuk agama Nasrani di Habasyah sehingga
Ummu Habibah bercerai dengannya. Ummu Habibah ikut rombongan yang berhijrah ke
Habasyah. Di sana dia melahirkan seorang puteri yang diberi nama Habibah
sehingga ia diberi kunyah Ummu Habibah.[12]
5.
Zainab binti Jahsy
Nama
aslinya adalah Barrah (wanita yang baik). Ibunya bernama Umaimah binti
al-Muttalib, salah satu bibi Rasulullah. Ketika Nabi saw. menikahinya, Nabi
menamakannya Zainab.[13]
Sebelumnya, Zainab menikah dengan bekas budak Nabi, Zaid bin Harisah.
6.
Shafiyah binti Huyay
Namanya
adalah Shafiyah binti Huyay bin Akhtab bin Sa’ya dari cucu al-Lawy bin Israil
bin Ishaq bin Ibrahim. Dia termasuk garis keturunan Nabi Harun as. Wanita
mulia, memiliki garis nasab yang baik, wajah yang cantik dan baik agamanya.
Sebelum masuk Islam ia dinikahi oleh Salam bin Abd al-Haqiq, lalu Kinanah bin
Abd al-Haqiq. Kinanah terbunuh pada perang Khaibar dan Shafiyah menjadi tawanan
umat Islam. Di sinilah Nabi menikahinya dan kemerdekaannya sebagai mahar.
7.
Juwairiyah binti Harits
Namanya
adalah Juwairiyah binti Harits bin Abu Dhirar bin Hubaib al-Khuzaiyah al-Musthaliqiyah.
Ia adalah wanita yang cantik dan termasuk tawanan ketika kaum Muslimin
mendapatkan kemenangan atas Bani al-musthaliq pada Perang Muraisi’. Ia berusaha
menyelamatkan dirinya dari kehinaan sebagai tawanan dan kerendahan sebagai
seorang budak. Ia menghadap kepada Nabi agar dirinya dibebaskan karena dia
keturunan bangsawan. Nabi pun memberinya kabar gembira, bukan hanya
membebaskannya tapi juga menikahinya.
8.
Maimunah binti Harits
Ia
adalah Maimunah binti Harits bin Huzn bin Bujair bin al-hazm bin Ruwaibah
al-Hilaliyah. Ia adalah saudara perempuan Ummu Fadhl, istri Abbas dan merupakan
bibi Khalid bin Walid serta Ibnu Abbas. Awalnya Maimunah menikah dengan Mas’ud
bin Amr al-Tsaqafy sebelum masuk Islam. Nabi menawarkan diri pada Nabi dan Nabi
menerimanya. Nabi menikahinya dengan mahar 400 dirham.[14]
[1] Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad (Cet.39, Jakarta:
Litera Antarnusa, 2010), h.49.
[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Cet.16,
Jakarta: PT.Grafindo Persada, 2004), h.18.
[3]
Mahmud Mahdi al-Istanbuli,
Sirah Sahabiyah (Cet.5, Pekalongan:
Maktabah Salafy Press, 2008), h.35.
[4] Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah (Cet.9, Bekasi: Dar
al-Falah, 2011), h.157.
[5] Shafiyyu al-Rahman al-Mubarakfuri,
Sirah Nabawiyah (Cet.6, Jakarta:
Pustaka al-Kautsar, 1997), h.84.
[6] Ibid., h.162.
[7] Ibid., h.164.
[8] Ibid., h.165.
[9] Mahmud Mahdi al-Istanbuli, op.cit., h.52.
[10] Ibid.
[11] Ibid., h.63.
[12] Ibid., h.73.
[13] Ibid., h.78.
[14] Ibid., h.93.
0 komentar:
Posting Komentar