06.18 -
Sejarah Islam
No comments
Yahudi dan Islam dalam Lintasan Sejarah
Sejarah
Yahudi
Yahudi
adalah salah satu agama samawi selain Islam dan Kristen. Agama yang memiliki
Nabi dan kitab suci yang diturunkan oleh Allah. Penamaan “Yahudi” mulai ketika
mereka bertobat dari menyembah anak sapi. Mereka berkata, “Sesungguhnya kami kembali (bertobat) kepada Engkau.” (QS.
Al-A’raf: 156). Artinya, kami bertobat dan kami kembali kepada-Mu.[1]
Menurut
sebuah riwayat, mereka dinamakan Yahudi karena mereka bergerak-gerak (yatawahhad) ketika membaca Taurat. Ada
juga yang mengatakan bahwa mereka dinamakan Yahudi karena dinisbatkan kepada
Yehuda, anak keempat Nabi Ya’qub alaihi
al-salam yang nama aslinya adalah Yehuza, pemimpin bagi sebelas anak Ya’qub
lainnya.[2]
Bani Israil menyembah patung sapi |
Yahudi
dan Islam memiliki keterkaitan dari sisi nasab. Berasal dari satu bapak yakni
Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim memiliki istri bernama Sarah, dari Sarah lahir Ishaq
yang kelak memiliki anak bernama Ya’qub. Nabi Ya’qub inilah yang menjadi cikal
bakal orang-orang Yahudi sehingga dia disebut Bani Israil. Di sisi lain, Nabi
Ibrahim juga memiliki anak bernama Ismail dari istrinya yang lain bernama
Hajar. Dari keturunan Ismail inilah lahir Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Islam
dan Yahudi di Madinah
Nabi
Muhammad bersentuhan dengan kaum Yahudi ketika Islam pertama kali datang ke
Madinah. Nabi selalu memperlakukan mereka dengan baik. Hal ini dimaksudkan agar
hati dan akal pikiran mereka terbuka menerima agama ini. Nabi saw. membiarkan
mereka, membuat kesepakatan dengan mereka dan menjamin keselematan nyawa dan
harta mereka. Dia juga mengajak mereka masuk Islam agar mereka selamat dari
sesatnya kemusyrikan dan kezaliman. Kemudian Nabi membuat perjanjian untuk
melindungi dan menghormati akidah mereka, tidak mengganggu dan menghalangi
jalan masing-masing. Namun, mereka mengingkari perjanjian tersebut.
Yahudi
Bani Qainuqa adalah Yahudi pertama yang mengingkari janji dengan Rasulullah.
Pemicunya adalah seorang Muslimah datang ke pasar mereka. Ia duduk di depan
salah seorang pengrajin perhiasan. Orang-orang Yahudi merayunya agar membuka
cadar yang dipakainya, tapi Muslimah itu menolak. Lalu pengrajin itu mengambil
ujung baju Muslimah dan mengikatkannya ke punggung Muslimah itu. Ketika
Muslimah itu berdiri, terbukalah auratnya dan mereka menertawakannya. Sang
Muslimah pun berteriak minta tolong. Mendengar teriakannya, seorang lelaki
Muslim menerjang dan membunuh pengraji Yahudi tadi. Melihat itu, orang-orang
Yahudi membunuh laki-laki itu. Mendengar berita kematia si lelaki, keluarganya
yang Muslim menuntut pertanggung jawaban orang-orang Yahudi tersebut. Maka
Rasulullah datang dan mengepung mereka
selama limabelas malam. Atas perintah Nabi, mereka turun dan diberi hukuman
meninggalkan Madinah.[3]
Sikap
ingkar janji yang dilakukan kaum Yahudi mulai terlihat yaitu ketika terjadinya
Perang Badar dan juga Perang Uhud. Kaum Yahudi berjumlah 300 orang dipimpin Abd
Allah bin Ubay, seorang munafik yang awalnya bersedia membantu kaum Muslimin
tiba-tiba membelot dan kembali ke Madinah yang mengakibatkan kaum Muslimin
mengalami kekalahan sehingga Nabi dengan tegas mengusir Bani Nadhir, salah satu
dari dua suku Yahudi yang berkomplot dengan Abd Allah bin Ubay keluar kota.
Sebagian besar mengungsi ke Khaibar. Sedangkan suku Yahudi yang lain, yaitu
Bani Quraizhah masih tetap berada di Madinah.
Pengkhianatan
kaum Yahudi yang lain adalah dengan bergabungnya mereka dengan orang-orang
kafir yang menyerang Madinah dengan cara mengepung Madinah pada Perang Khandak.
Dalam suasanan kritis ini, orang-orang Yahudi Bani Quraizhah di bawah pimpinan
Ka’ab bin Asad berkhianat. Namun, usaha pengepungan tidak berhasil dan akhirnya
dihentikan. Sementara itu, pengkhianat-pengkhianant Yahudi Bani Quraizah
dijatuhi hukuman mati.[4]
Yahudi
juga berusaha melakukan makar untuk membunuh Nabi saw. Seorang Yahudi bernama
Amr bin Jahsy bin Ka’ab naik ke atas sebuah rumah dan hendak melemparkan batu
besar kepada Rasulullah. Akan tetapi Allah melindungi Rasul-Nya. Allah
mengirimkan kabar dari langit tentang rencana kaum tersebut. Lalu Rasulullah
bergegas pulang ke Madinah dan menceritakan kepada sahabat-sahabatnya tentang
usaha pengkhianatan orang Yahudi tersebut. Para sahabat bergegas memerangi
mereka. Ketika orang-orang Yahudi mengetahui kedatangan pasukan Muslim, mereka
berlindung di benteng-benteng. Rasulullah mengepung mereka selama enam malam.
Nabi saw. memerintahkan untuk memotong pohon kurma dan membakarnya. Kemudia
Allah menelusupkan rasa takut di hati mereka hingga mereka miminta Rasulullah
agar mengizinkan mereka keluar dari Madinah dan mengampuni nyawa mereka serta
meminta izin untuk membawa harta mereka seberat yang dapat dipikul unta-unta
mereka, kecuali senjata. Rasulullah pun mengizinkannya lalu mereka keluar
menuju Khaibar dan ada yang pergi menuju Syam.[5]
Di
antara pengkhianatan Yahudi yang lain adalah seorang wanita bernama Zainab
binti al-Harits bin Sallam. Dia memberikan kambing panggang beracun kepada
Nabi. Saat itu, Nabi bersama sahabatnya, Basyar bin al-Barra bin Ma’rur. Mereka
mengambil pahanya dan memakannya. Kemudian Rasulullah memuntahkannya dan
bersabda, “Daging ini memberitahukan kepadaku bahwa ia beracun.” Maka wanita
itu didatangkan dan dia mengakui perbuatannya. Rasulullah memaafkannya. Akan
tetapi, ketika Basyar bin al-Barra mati keracunan karena memakan daging kambing
beracun itu, Nabi membunuhnya sebagai qishash
atas perbuatannya.[6]
Yahudi
pasca Kematian Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam
Sepeninggal
Rasulullah, negara Islam tidak pernah lepas dari makar dan tipu daya Yahudi.
Mereka terus melanjutkan tindakan-tindakan keji mereka. Pada zaman Khulafa
al-Rasyidun, mereka masuk Islam dan menjadi anggota kaum munafik agar dapat
leluasa berbuat makar dan tipu daya terhadap Islam. Para sejarawan Muslim
sepakat bahwa pembunuhan Umar bin Khattab merupakan hasil dari rencana
orang-orang Yahudi, Majusi, dan Romawi yang dijalankan oleh Abu Lu’lu’ah
al-Fairuz, seorang budak beragama Majusi.[7]
Di
akhir masa kekhalifahan Utsman terjadi pergolakan setelah sepuluh tahun masa
kekhalifahannya yang penuh dengan kemakmuran dan penaklukkan atas negeri-negeri
lain. Sebagian sejarawan mengatakan bahwa beberapa pemimpin kelompok ekstrim
dan orang-orang munafik yang sangat memusuhi Islam masuk dalam aksi
pembangkangan ini. Mereka dipimpin oleh seorang Yahudi dari Yaman bernama Abdullah
bin Saba’. Dia berpura-pura masuk Islam, menyulut kekisruhan yang berakibat
pada pembunuhan Utsman. Konspirasi orang-orang Yahudi juga berlanjut di masa
Ali bin Abi Thalib. Abdullah bin Saba’ mengatakan bahwa Ali adalah penerus
kekhalifahan setelah Nabi. Bahkan sampai mengatakan Ali adalah seorang Nabi dan
Tuhan. Demikianlah dia merusak akidah umat Islam.
Yahudi
di masa Dinasti Turki Utsmani
Pemerintah
Dinasti Utsmaniyah menerima ribuan pengungsi Yahudi yang lari dari tekanan
agama Nasrani di Spanyol dan negara Nasrani lainnya. Pemerintahan Utsmaniyah
mengeluarkan undang-undang yang melindungi agama Yahudi, yaitu menegaskan
perlindungan dan penghormatan bagi ahl
al-Dzimmah. Ketika Sultan Bayazid II menjadi Khalifah Dinasti Ustmaniyah,
dua orang Rahib Yahudi Eropa datang dan meminta kepadanya agar mengizinkan
mereka hijrah ke negara Turki Utsmani dan Sultan mengizinkannya.[8]
Di
bawah hukum Islam, Rahib Yahudi menjadi Pasya di Istanbul, yaitu menjadi wakil
bagi seluruh masyarakat Yahudi di hadapan pemerintah Turki Utsmani, bertanggung
jawab menentukan jumlah pajak bagi masyarakat Yahudi dan mengangkat pimpinan
daerah masyarakat Yahudi. Pemerintah Turki Utsmani memberikan mereka otonom
dalam bidang keagamaan, administrasi dan syariat.
Kebanyakan
orang Yahudi tinggal di wilayah Turki Utsmani, khususnya di sebelah Timur.
Namun tidak sedikit yang tinggal di negara-negara besar lainnya seperti di
Baghdad, Halab, Damaskus, Kairo, dan Yaman. Ketika orang-orang Utsmani
menaklukkan negara-negara tersebut dan memasukkannya ke dalam kekuasaan mereka,
secara otomatis orang-orang Yahudi yang tinggal di dalamnya menjadi warga
negara Turki Utsmani sebagai penduduk Ahl
al-Dzimmah. Pemerintah Utsmaniyah adalah pemerintahan yang paling ramah
menyambut mereka yang lari dari Eropa Nasrani.
Orang-orang
Yahudi merambah berbagai lapangan bisnis dan industri. Mereka kemudian menjadi
pemilik toko-toko besar di Azmir, Salanik, dan Istanbul. Mereka juga memiliki
kesempatan untuk menduduki jabatan-jabatan terhormat. Untuk mewujudkan
cita-cita, sebagian di antara mereka berpura-pura masuk Islam dan berganti nama
dengan menggunakan nama Islam. Mereka ini dinamakan ‘Yahudi Dunamah’.[9]
Kelompok Yahudi Dunamah ini menguasai berbagai lapangan hidup di Turki. Mereka
menjadi anggota beberapa partai politik besar. Mereka juga menguasai media
massa berpengaruh di Turki.
Pada
akhirnya, berkat orang Yahudilah kekhilafahan Islam di Turki berakhir dengan
kemunculan Mustafa Kemal Ataturk sebagai presiden pertama Republik Turki pada
tahun 1924.
[1] Mahir Ahmad Agha, Yahudi catatan Hitam Sejarah (Cet.12,
Jakarta: Qisthi Press, 2010), h.11.
[2] Mahir Ahmad Agha, Yahudi catatan Hitam Sejarah, h.11-12.
[3] Abd al-Salam Harun, Tahzib Sirah Ibn Hisyam (Cet.1,
Damaskus: Dar al-Fikr), h.188-189.
[4] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Cet.2, Jakarta:
Amzah, 2010), h.70.
[5] Imaduddin Khalil, Dirasah fi al-Sirah (Cet.1, Mosul:
Maktabah al-Haditsah, 1983), h.321.
[6] Sa’ad Karim al-Fiqi, Pengkhianat-pengkhianat dalam sejarah Islam (Cet.1,
Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2009), h.10-11.
[7] Mahir Ahmad Agha, Yahudi catatan Hitam Sejarah, h.121.
[8] Mahir Ahmad Agha, Yahudi catatan Hitam Sejarah, h.123.
[9] Mahir Ahmad Agha, Yahudi catatan Hitam Sejarah
0 komentar:
Posting Komentar